PROLOG

108 3 0
                                    

This is a story fiction drama.

There may be a lot of same story. But I just want to convey what I wanted to tell you, guys. I hope this story will bring you to limit of delusion.

:
:
:
:

Ruangan kelas sudah sepi senyap, hanya tinggal meja dan kursinya. Tak ada manusia.

Seorang gadis tergesa-gesa menyusuri lorong kampus. Menenteng map-map berisi lembaran kertas di dalamnya. Sesekali melirik ke ruangan yang ia lewati atau melihat ke arah luar dan menengok ke belakang. Ada seseorang yang harus ia temui. Ada sebuah kabar yang harus ia katakan. Ia teringat. Mungkin di ruangan UKM. Segera dilangkahkan kaki mungilnya ke salah satu ruangan di gedung B.

Suara riuh menggema menyambut kedatangan gadis itu. Rambutnya yang sedikit bergelombang dan bervolume ia ikat hingga memperlihatkan butiran keringat di dari, pelipis sampai ke leher.

"Wo... Thanya! Thanya!"

Itu dia, seseorang yang dicarinya tengah tersenyum lebar, menikmati teriakan dan alunan musik dari disc jockey di ujung panggung. Semakin lama alunan musik semakin keras dan cepat. Gadis yang dicarinya yang seumuran dengannya itu menggerakkan badanya dengan asik. Mengikuti alunan musik, membawanya ke dalam melodi tanpa batas. Peluh di dahinya menetes hingga membasahi pipi. Gadis itu mengakhiri tariannya dengan sorak-sorai dan tepuk tangan yang riuh.

Gadis di atas panggung itu tersenyum. Lalu turun saat menyadari seseorang yang sejak tadi melambaikan tangan padanya. Kaki jenjangnya itu dengan perlahan menuruni tangga dan langsung ke arah orang tadi.

"Thania.. Aku sudah mencarimu sejak tadi, ada hal yang harus kau tahu dan kau harus membantuku" Gadis dengan rambut yang diikat itu langsung membordir dengan kalimat-kalimatnya.

"Hey, Furi panggil aku Thanya bukan Thania" sarkas gadis dengan nama Thania.

"Oke Thanya, Kau tahu Abimanyu akan kembali ke sini dengan orang tuanya" jelas Furi dengan tak sabar.

"Abimanyu?" Thania berpikir.

"Teman kita dulu yang pindah ke Singapura, sekarang mereka ingin berlibur ke sini selama satu bulan dan dia ingin sekali bertemu denganmu"

"Aku?" Thania bingung, tapi tetap acuh dengan tanganya yang sibuk mengoles cream di kaki jenjangnya "Apa karena kau yang selalu mengirim surat kepadanya atas namaku?!" kini suaranya naik satu oktaf, mengingat kelakuan sahabatnya yang satu ini.

Furi cengengesan tak merasa bersalah dan kini gadis itu mulai memelas di depan sahabatnya "Ayolah Thania, satu bukan saja temani dia disini dan berpura-pura kalau kau yang selama ini mengiriminya surat" dengan tatapan memohonnya.

"Kenapa kau tidak jujur saja!"

"Tidak bisa" gadis itu terus memohon hampir merengek.

"Okay, kalau bukan karena kau yang sudah membantuku di sekolah sampai aku bisa lulus, sudah ku tendang kau gara-gara kelakuan bodohmu itu dan aku yang harus menanggungnya" ia marah dan kesal. Sahabatnya itu tergila-gila pada Abimanyu.

"Terima kasih banyak, aku sayang kamu" dipeluk dengan erat Thania menghiraukan keringat di tubuh sahabatnya.

"Lepaskan! aku lengket!" akhirnya dilepaskan "kapan mereka ke sini."

"Besok Lusa" jawabnya girang sampai terlibat giginya yang gingsul.

"Ayo kita lihat bagaimana perdana menteri Singapura itu sampai bisa membuat Furiku ini tertarik" ucapnya pada diri sendiri.

"Aku punya fotonya, kau mau lihat?" tawar Furi menujukkan ponsel pintarnya.

"Tidak usah" Thania menepis lembut tangan Fury "Dia yang harus mengenaliku."

Furi jadi teringat pesan terakhir Abimanyu sehari setelah ia mengatakan akan kembali kemari

'Aku akan mengenalimu dengan baik, meski kau tidak mengatakan siapa Thania diantara foto dua perempuan itu'

Furi tidak pernah memberi tahu mana dirinya dan mana Thania, dia selalu menyelipkan foto berdua dengan sahabatnya di sela surat-suratnya.
Thania mengambil tasnya dan memakai jaketnya berjalan keluar mendahului Furi "Kau tidak mau pulang"

"Iya mau"

"Manar sudah mati?" tanya Thania masuh terus berjalan ke parkiran.

"Ish, itu kakakmu, dia tadi sudah pulang dengan seorang perempuan di mobilnya"

Thania melemparkan kunci mobil dan Furi sigap menangkapnya "Kau yang menyetir bayaran untuk satu bulanku yang akan sia-sia" dengan nada oenuh penekanan.

"Baik nyonya" dengan nada yang ia buat-buat.

:
:
:

A support for prolog, please!
Tak kenal maka tak sayang, biar sayang kenalan lah sama chapter selanjutnya.
If you don’t like the door was always open

:

Tbc.

Friends For Love (Hiatus) Where stories live. Discover now