The Girl with Her Rascal

16 1 0
                                    

Read and enjoy it.

:
:
:
:

Pagi pagi sekali Thania sudah ada di area kampusnya. Jam di tangannya menujukan pukul 06.34. Memarkirkan ferrari putih yang ia kendarai di tempat parkir miliknya. Lahan parkir seluas lima meter hanya untuk dirinya. Tidak boleh ada mobil atau motor lain parkir satu meter dari lahannya.

Thania keluar dari mobilnya menenteng tas berbahan parasut tak lupa memakai kaca mata model terbaru yang baru ia beli kemarin di jalan menuju Bandara. Berjalan sambil menyisir rambutnya yang hitam dengan semburat pirang,  kali ini sengaja di gelombangkan di bagian bawahnya oleh alat-alat catoknya. Thania tidak pernah jauh dari kata gaya, dia selalu tampak cantik di setiap waktu. Seperti kali ini dia memakai celana abu-abu cerah berbahan sepandek ketak yang memeperlihatkan lekuk kaki jenjangnya beralas sepatu convers hitam bertali putih. Cropped jacket putih menutupi tubuh atasnya yang berbalut tank top hitam. Berjalan melewati gedung kampusnya yang tinggi dengan kaca-kaca yang memantulkan cahaya juga lorong-lorong sepi dengan beberapa mahasiswa yang sudah rapi dengan beberapa map di tangannya hingga ia sampai di aula UKMnya. Ruangan itu masih sepi cahaya matahari masuk melalui celah-celas ventilasi dan jendela kaca. Ruangan di lantai dasar gedung B. Panggung besar di ujung pandagan dengan ruangan yang sangat besar. Beberapa meja tertata dan berserakan di beberapa sisi. Langkah kakinya menggema di seluruh ruangan.

Thania memilih duduk di sisa ruang meja panjang yang berisi alat-alat disc jokey. Menutup matanya merasakan cahaya yang menusuk kulit mulusnya. Sunyi adalah suara terjujur menurut Thania. Sunyi menyampaikan lembab, dingin yang mulai menghangat, atau manis diantara rasa hambar. Dalam sunyi Thania bisa merasakan hentakan-hentakan yang bahkan tidak ia ketahui dari mana asalnya. Rasanya suara-suara itu menggema ditelinganya, mendorong dan mendesak agar tangan, kaki sampai tubuhnya untuk segara bergerak. Tahan! Rasanya kesunyian semakin menjadi dan semakin mendesak untuk dirinya tidak diam saja.

Thania menyerah, menyerahkan dirinya pada kesunyian. Membuka matanya, mendorong kursi yang sejak tadi ia jadikan pijakan sampai kursi itu terdorong ke tengah. Ia turun, menutup matanya menggerakkan tanganya, kakinya, tubuhnya mengikuti aliran yang mempermainkan dirinya. Berputar den terus bergerak.

"Ash-" ia dudukkan dirinya di lantai dingin itu. Dengan hembusan nafas yang memburu. Ia lelah.

"Haus" ucapnya saat ia merasakan tenggorokan yang sangat kering. Ia ingin minum. Ah, minum. Ia menepuk jidatnya.

Mengingatkannya pada wine mahal yang sengaja dibeli untuk pesta semalam. Ah dia ingin minum itu sekarang. Dia hanya meneguk 4 gelas dan bodohnya dia tidur lebih cepat. Seharusnya ia meminum botol wine itu sampai habis baru tertidur. Dia merutuki dirinya sendiri yang menyia-nyiakan puluhan botol wine mahal, gratis dengan rasa yang fantastis.

Thania hanya sadar terbangun di dalam kamar tidurnya sendiri dengan baju tidur pink polos miliknya. Dengan baju dan sepatu sudah pada tempatnya. Sedikit kesal karena wajahnya tidak dibersihkan dari make up yang ia pakai semalam meski itu tipis. Ia sudah terbiasa bangun dalam keadaan seperti itu setelah kembali dari pesta-pesta kolega Papanya. Sudah konsekuensi dari apa yang ia lakukan, efek dari obatnya. Ia tidak peduli siapa yang membawanya pulang, yang mengantarkannya ke dalam kamar, yang menggantikan baju-bajunya. Hanya para perawatnya sejak kecil yang tahu kondisinya, yang akan telaten menganti pakaiannya, yang akan mengemasi barang-barang. Yang ia tahu, ia hanya harus tidur dan istirahat serta bangun dalam keadaan baik-baik saja. Ia tidak akan pernah berterimakasih pada mereka atau untuk sakadar bertanya dan bagaimana dia berakhir di dalam kamarnya sendiri. Toh mereka juga bekerja untuknya dan dibayar, impas kan. Ia hanya tahu begitulah cara menikmati hidup.

Dia akan bangun, pening di kepalanya langsung menyeruak diikuti rasa mual yang mendesak perutnya. Berlari ia menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Memegangi kepalanya yang terasa nyeri. Alia mengumpat sesekali. Rasanya tubuh itu lemah dan tidak bisa ditopangnya sendiri. Dia hanya berdiam diri menunggu reaksi itu hilang dan akan mandi kemudian. Setelah dirasa baik-baik saja Thania bersiap, sarapan lalu pergi dan akan pulang malam hari entah dengan kakinya sendiri atau akan berakhir seperti itu, lagi!

Friends For Love (Hiatus) Where stories live. Discover now