10. Keputusan Berisi Harapan

395 75 0
                                    

Wendy mengetuk pintu rumah yang alamatnya Seulgi kirim tadi.

Terdengar suara langkah terburu-buru dari dalam rumah. Tak lama, pintu terbuka dan menampilkan wajah Seulgi yang tengah tersenyum. Gadis itu terlihat bahagia begitu mendapati Wendy yang berkunjung. "Masuk, Wen," saut Seulgi sembari membuka pintu rumahnnya. Memberikan Wendy jalan untuk masuk.

Melihat Seulgi, Wendy ikut tersenyum bahagia. Kakinya melangkah memasuki rumah kemudian melirik Seulgi. "Gimana? Udah baikan?"

Seulgi mengangguk. "Belum sepenuhnya. Tapi gue udah baik baik aja sekarang." Kemudain Seulgi berjalan lebih dulu dan melangkah menuju sebuah ruangan di lantai 1.

Malam di mana Seulgi hampir saja mengakhir hidupnya, Jimin membawa Seulgi ke rumah Bundanya. Setelah itu, Wendy hanya tahu jika Seulgi menginap di sana dari kabar yang Jimin beri. Hari Seninnya, Seulgi pun masuk sekolah tapi Wendy tak banyak bertanya. Hari ini barulah Seulgi mau buka suara. Gadis itu bahkan mengundang Wendy untuk mampir ke rumah Bundanya.

Ruangan tujuan Wendy dan Seulgi adalah sebuah kamar di ujung lantai satu. Begitu masuk, Seulgi langsung membawa Wendy duduk di kasur berseprai putih yang terasa dingin di kulit. Seulgi sepertinya terlihat mulai balik ke dirinya yang dulu. Matanya kermbali terlihat antusias begitu mulutnya mulai bercerita.

"Lo tahu gak Wen, ternyata bayangan gue soal Bunda selama ini salah. Bunda selalu pengen ketemu sama gue. Bunda bahkan selalu nemuin Ayah selama beberapa tahun ini untuk mohon ketemu sama gue. Tapi Ayah gak bolehin. Bunda ternya usaha buat nemuin gue," cerita Seulgi kepada Wendy.

Mata Wendy membulat antusias mengikuti nada suara Seulgi yang bercerita dengan semangat. "Seriusan?"

Seulgi mengangguk makin semangat. Posisi duduknya berputar menghadap Wendy. "Iya. Malem saat gue ke sini, Bunda nangis saat liat gue. Dia meluk gue terus gue ikutan nangis," urai Seulgi diselingi tawa. "Bunda juga udah nikah lagi. Tapi keluarga barunya tetep nerima gue. Waktu itu juga gue disuruh tidur di sini. Bunda bahkan ketemu Ayah langsung buat minta izin gue biar tidur sementara di sini."

Entah menagapa, hati Wendy menghat. Perasaan tak menentu yang tadi ia bawa seolah menguap dan akhirnya hilang. Ia suka ketika orang lain menularkan perasaan maca ini. Rasanay menyenangkan dan membuat Wendy tanpa sadar tersenyum. Ia terus menatap Seulgi dan mendengarkan tanpa ada niat memotong.

"Di sini rame, Wen. Gue juga gak ditinggalin sendiri. Bunda selalu ada setiap saat. Gue juga udah cerita tentang malem itu. Gue takut sama reaksi Bunda, tapi ternyata dia nerima gue," lanjut Seulgi. Senyum merekahnya kemudian menyurut menjadi sebuah senyum kecil. "Gue akhinya bisa nemuin rumah."

Tubuh Wendy mendekat pelan dan memeluk Seulgi. Seluruh perasaan cemas dan rasa bersalah yang selama ini Wendy rasakan meluruh. Melihat Seulgi yang bangkit dari masa terpuruknya memberikan efek lain pada Wendy. Ia merasa lega luar biasa. Cerita Seulgi seperti sebuah tangan yang mengeluarkan Wendy dari perasaan negatif yang belakangan membelenggunya.

"Gue gak tau mau ngomong apa. Tapi denger cerita lo buat gue ikutan bahagia," ucap Wendy di sela pelukannya.

Seulgi tertawa kecil dan mengusap air mata yang menetes di sudut bibirnya. Ia membalas pelukan Wendy. "Makasih Wen. Makasih karena lo ada dan gak ninggalin gue waktu itu," ucap Seulgi tulus.

Pelukan Seulgi dan Wendy meregang. Wendy menatap Seulgi lalu mengangguk. "Sama-sama. Terus habis ini lo mau gimana, Gi?"

Senyum lebar yang tadi tertoreh di bibir Seulgi meluruh. Wendy bisa melihatnya. Senyum itu mengecil hingga berubah menjadi garis tipis. "Gue mau tinggal sama Bunda."

Wendy terkejut. "Terus ayah lo?"

"Nanti gue mau ngobrol sama Ayah. Ayah juga udah tau soal kejadian malam itu dari Bunda. Gue mau ngomong baik-baik sama ayah untuk minta pindah ke sini."

She Wants To Be Like Her [Suga x Wendy] Long ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang