Chapter 5: Permulaan

302 56 59
                                    

Ibu Kota Kerajaan Arx
Tahun 1515 Kalender Manusia

Rein membuka kelopak matanya. Saat ia sadar, air mata telah membasahi pipinya.

Ia bangun untuk duduk dan menyeka wajahnya dengan punggung tangan sambil melihat ke arah sekelilingnya.

"...."

Sinar matahari pagi telah menyingsing masuk melalui jendela kamar dan menerangi seisi ruangan, Rein bangkit dari tempat tidurnya dan mendekati cermin di dekat ranjangnya. Rambut coklat gelapnya berantakan. Ia memandangi wajahnya di cermin sambil mengusap-usap pipi dan mata coklatnya, lunyai.

"Apa-apaan mimpi itu ...."

***

Enam tahun berlalu, Rein telah tumbuh menjadi seorang remaja.

"Aku tahu yang tadi itu hanya mimpi, tapi seisi kamarku sampai berantakan begini," pikir Rein sambil merapikan tempat tidurnya. Bantal dan guling yang tergeletak di lantai ia ambil dan dikembalikan ke tempatnya. Selimut dan seperai ia lipat dengan rapi di atas tempat tidurnya.

Tok-tok

Pintu kamar diketuk, seseorang kemudian membuka pintu dari luar.

Ain muncul dengan setelan seragam berwarna putih dengan garis-garis kuning di sisi-sisinya. "Rein, sarapan sudah siap. Aku akan berangkat duluan," katanya.

Rein masih merapikan barang-barangnya. "Baik, Kak. Terima kasih."

"...." Ain diam di ambang pintu sambil mengerutkan dahi. Ia memperhatikan Rein dengan heran, ada kata yang lepas daru mulut adiknya. Ekspresi Ain jadi tidak biasa, dan hal itu mengganggu Rein.

"Ada apa?"

"Ah, bukan apa-apa ... ohya, jangan lupa, hari ini Kau ada tes masuk ke akademi-"

Buk!

Ain menutup pintu dengan cepat. "Sudah lama sekali ia tidak memanggilku kakak," bicaranya dalam hati. Ain melihat waktu pada jam di dinding dan berteriak, "Ah, sial! Aku bisa terlambat!!!" Ain segera beranjak dari lorong menuju pintu rumah.

Rein yang mendengar teriakan nya keluar dari kamar dan menghentikannya. "Ain!"

"...?" Ain menoleh sebelum sempat keluar.

"Hati-hati!" teriak Rein sambil mengacungkan jempol tangannya.

Ain membalas dengan senyum. "Kau juga, semoga berhasil dengan tes masuk nanti!"

Bruk!

Ain pergi.

Ceklek!

Ia muncul lagi membuka pintu. "Ohya, Rein. Liat jam sana!"

Bruak!

Pintu ditutup keras. Rein masih di depan kamarnya, tangannya masih memegang gagang pintu. Saat itu juga ia melihat jam dinding di lorong sudah menunjukkan pukul delapan kurang seperempat menit.

"Wha!! Gawat, dia tidak bilang kalau aku juga terlambat!"

Rein masuk kamar dan segera bersiap-siap untuk membersihkan dirinya. "Agh ... sudah kuduga, seharusnya kita menaruh jam dinding di setiap ruangan! Aku harus cepat ...."

Sementara itu, Ain berlari-lari santai di jalanan kota sambil tersenyum. Beberapa orang yang mengenalinya menyapa dan menegur dengan ramah.

Tap-tap-tap

"Hei, Ain! Selamat pagi!"

"Pagi, Tuan Smith!"

"Yo! Ain! Berolahraga sebelum dinas? Haha!"

The Radiance: Light of PeaceWhere stories live. Discover now