Chapter 14: Salam ( Arc-2 )

225 37 76
                                    

Arx Airport
Tahun 1516 Kalender Manusia

Sang surya menampakkan dirinya di antara pegunungan, sinarnya menembus rindangnya pepohonan dan terus naik sampai sepenggal. Pelabuhan Udara Arx atau yang biasa disebut Arx Airport sudah ramai seperti biasanya. Setiap hari, ada 40 sampai 60 aircraft yang berlabuh dan berangkat dari tempat ini. Sekitar 2000 sampai 3000 orang melakukan perjalanan antarkerajaan setiap harinya, baik untuk urusan bisnis, perjalanan dagang, pendidikan, sampai urusan militer.

Penggunaan aircraft sejak lima puluh tahun silam memberikan dampak positif yang sangat besar bagi hubungan diplomasi antara satu kerajaan dengan kerajaan lainnya. Siapa sangka penemuan yang awalnya direncanakan untuk kebutuhan militer saat peperangan, justru digunakan sebagai sarana yang mengeratkan hubungan antarkerajaan di dunia dengan signifikan? Umat manusia patut bersyukur karena dianugerahi akal dan pikiran sehingga dapat terus mengembangkan ilmu pengetahuan demi menjaga perdamaian.

Kapal-kapal besar bertengger di sepanjang landasan. Orang-orang banyak lalu-lalang dengan berbagai macam kepentingan.

Ini adalah hari ketujuh setelah event Crown selesai dilaksanakan. Rein mengantar kakaknya sampai ke airport yang terletak di ujung barat Ibu Kota Kerajaan Arx. Hari ini adalah waktu keberangkatan Ain untuk melakukan perjalanan ekspedisi ke Dataran Tribus yang berada di wilayah Kerajaan Gratia, salah satu kerajaan kecil di Orient.

Sebuah aircraft baru saja berlabuh, itu adalah kapal yang akan Ain dan timnya tumpangi. Untuk bisa sampai ke tempat tujuan, timnya akan mendarat di Ibu Kota Kerajaan Atrium dan melanjutkan perjalanan darat selama sembilan hari ke arah timur laut, barulah bisa sampai ke Dataran Tribus. Itu karena Kerajaan Gratia belum memiliki landasan udara yang cukup besar untuk menerima transit dan perjalanan udara antarkerajaan.

Rein mengantar kepergian Ain dengan biasa-biasa saja. Padahal, saat tiba di airport ia sempat terpesona dengan kapal-kapal besar yang terbang dan mendarat di sana, dalam hatinya ingin sekali naik dan terbang dengannya. Bahkan, Rein kecil pernah mencoba untuk terbang seperti burung dan berakhir dengan tubuh tersangkut di dahan pohon yang juga merobek syalnya. Saat ini matanya tidak bisa lepas dari melihat kebesaran kapal-kapal yang terbuat dari kayu dengan balon besar yang dilingkupi rangka kayu juga, melayang dan bertengger terikat di tihang-tihang sepanjang landasan. Tiap kapal punya nama, lambang, dan warna yang berbeda sesuai dengan kerajaan yang dituju.

"Kau tidak akan mengucapkan salam pada kakakmu, huh?" tanya Ain yang sudah hendak naik ke kapal. Ia tampak gagah menggunakan jubah berwarna biru yang akan digunakan selama ekspedisi, di bahunya juga sudah ia gendong kantong berisi sedikit barang yang akan ia butuhkan selama perjalanan.

"Ah, sampai jumpa. Semoga beruntung," salam Rein datar dan sederhana.

Ain tersenyum simpul dengan ucapan setengah hati adiknya, ia mengangkat tangan kanannya dan menepuk pundak Rein dua kali. "Kelihatannya tubuhmu masih belum pulih sepenuhnya. Kau baru bangun dua hari yang lalu, jadi banyak-banyaklah beristirahat," ujarnya perhatian.

Rein mengembalikan kesadarannya sekarang--setelah tertegun cukup lama, mencoba menanggapi kakaknya dengan sepenuh hati. Mengingat kejadian di event Crown waktu itu membuatnya sadar, kakaknya bukan orang sembarangan yang bisa ditemukan di mana saja. Ini mungkin menjadi perpisahan sementara yang agak lama, pertama kalinya juga Ain akan jauh darinya.

"Terima kasih, Ain. Semoga beruntung dengan ekspedisimu." Sekarang Rein bicara dengan sungguh-sungguh, meskipun kalimatnya masih sederhana.

Ain tersenyum. Mereka berpamitan sebelum Ain naik ke atas kapal. Rupanya Rein masih takjub dengan kapal-kapal di sana saat mereka lepas landas dan terbang ke angkasa.

The Radiance: Light of PeaceWhere stories live. Discover now