Aku berlari kencang mengejar langkahnya yang sudah mulai menjauh. Tidak peduli dengan tatapan-tatapan aneh dari orang-orang yang menyaksikanku.
Satu kata yang ingin kuucapkan kepadanya saat ini, 'maaf'.
Untuk kedua kalinya, hal tersebut terjadi lagi, padahal awalnya aku sudah mengambil langkah yang baik. Tapi oleh tingkahnya yang membuatku terlau nyaman, hingga lupa dengan hal yang tidak ingin aku lakukan di tempat ini.
Aku berhasil menyusulnya yang berjalan di belakang Ibu-nya. Aku menarik pergelangan tangannya.
"Maaf, aku sudah melakukan kesalahan. Jangan pergi!"
Dia hanya tersenyum membalas ucapanku itu. Senyum yang damai, tapi tidak untukku. Aku semakin merasa bersalah dengan melihat senyuman itu.
"Ini sudah bukan tempatku lagi. Mungkin kita dipertemukan untuk berpisah," ucapnya sambil tetap menghadirkan senyum yang kubenci itu.
Ia berlalu pergi meninggalkanku sendiri di sini dengan tangisan sedih yang seharusnya tidak pernah muncul lagi. Tapi hari ini adalah bukti bahwa aku gagal atas diriku sendiri.
YOU ARE READING
Nostalgia Rasa dan Rindu
Teen FictionNamaku Pauline Antoniette atau yang akrab dipanggil Pauline. Tidak akrab juga, karena memang tidak ada yang akrab denganku, bahkan orang tuaku. Aku seorang penulis yang tidak memiliki tujuan dalam hidup. Semasa sekolah aku menjadi siswi yang terlalu...