Bagian 1 : Perjalanan menuju masa yang lebih baik

42 9 26
                                    

Apa yang kita lewati ketika di jalan pulang? Apakah bunga layu di tepi jalan atau bahkan rerumputan yang tak hijau lagi.

Untuk pertama kalinya aku melarikan diri dari kesedihan dan kegelisahan. Aku pergi ke suatu tempat yang baru dan berharap agar kehidupan di masa lampau dapat dihapuskan dari garis hidupku.

Lonceng pertama telah terdengar, namun aku tetap merasa gugup. Melangkah, itu satu-satunya yang harus aku lakukan. Tidak boleh menengok ke belakang karena ada duri beracun di sana.

Bertemu dengan orang baru mungkin menyenangkan, tapi bagaimana hidupku yang lama akan ku sembunyikan? Aku tidak boleh memikirkannya lagi. Maju adalah satu-satu hal yang harus aku capai.

Mereka semua menatapku dengan tatap bertanya, mungkin dalam hatinya berkata, "siapa dia?".

Aku bukan siapa-siapa, aku hanyalah seseorang yang ingin menjalani hidup baru dan siap menempuh perjalanan menuju masa yang lebih baik.

Ibu mengantarku hingga ruang kelasku yang baru. Sebenarnya aku tidak ingin karena akan terlihat sangat mencolok, tapi bagaimana lagi kalau Ibu sudah menyinggung kelemahanku.

Cukup ramai, bahkan lebih ramai dari kelas lamaku. Tapi sepertinya di sini lebih ramah, walau tidak begitu ramah juga, setidaknya mereka menatapku tidak seganas manusia yang ada di tempat lamaku.

Hari pertama, permulaan dari kehidupan yang baru akan segera dimulai. Aku diperkenalkan kepada mereka semua dan mendapatkan tempat spesial. Paling belakang dan hanya sendirian. Mereka semua sudah berpasang-pasangan, hanya aku yang sendirian.

Aku menatap lurus ke arah papan tulis. Ternyata rasanya sama saja, tapi setidaknya lebih baik di sini karena tidak ada yang mengetahui aku. Aku dan semuanya menyiapkan diri untuk menerima pelajaran yang akan diberikan oleh guru pada hari ini. Guru yang akan mengajar kami pada hari ini sudah tiba di kelas dan siap untuk mengajar. Namun hal tersebut tertunda karena ulah seseorang.

Ia mengetuk pintu kelas, lalu membukanya. Dari arah pintu kelas menampilkan sesosok gadis remaja yang tampak malu-malu, mungkin karena ia terlambat. Sepertinya dia siswi baru, sama sepertiku. Guru memberinya waktu untuk mengenalkan dirinya di hadapan kami semua, tetapi aku tidak peduli karena tidak ada yang ingin aku kenal di sini.

Guru mempersilahkan dia untuk pergi mencari tempat yang masih kosong, dan ternyata tempat yang masih kosong hanya ada di sampingku. Ia pun melangkahkan kaki mendekati tempat di mana aku duduk. Ia tersenyum menatapku dan meletakan tasnya di meja, lalu duduk di sampingku.

"Namaku Melati. Salam kenal," ucapnya padaku yang kubalas hanya dengan senyum tipis.

Sepertinya ia tampak tidak memperdulikan sikapku barusan, ia tetap ramah kepadaku. Aku tidak peduli, seramah apapun dia, aku tidak bisa langsung percaya kepada orang yang baru ku kenal.

"Namamu siapa?" tanyanya lagi.

"Pauline," jawabku.

Aku sibuk pura-pura mencatat apa yang guru sampaikan di depan sana. Mungkin dia merasa bahwa dia sedang menggangguku, tapi itu bagus.

***

Lonceng istirahat telah berbunyi dan semua orang berhamburan ke sana ke mari. Kenapa rasanya hari ini berlangsung lama sekali. Mungkin permulaan akan selalu terasa berlangsung lama, dan mungkin hari-hari berikutnya akan terasa lebih singkat.

Aku tidak tahu harus melakukan apa dan akan ke mana. Aku hanya sibuk melakukan hal yang memang seharusnya aku lakukan, yaitu mempelajari apa yang belum ke pahami dan ku ketahui.

Aku sibuk mencatat materi-materi yang kemungkinan akan dibahas di pelajaran selanjutnya. Aku memang memiliki kemampuan dalam belajar, tetapi kemampuan tersebut bisa dibilang sebagai kekuatan juga kelemahanku.

"Kamu tidak lapar?" tanya Melati padaku. Aku hanya menggelengkan kepalaku sebagai jawaban.

"Ayolah, belajar itu adalah hal yang membosankan," ucapnya lagi.

"Belajar itu memang hal yang membosankan, tapi hidupku lebih jauh membosankan," balasku.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

"Hidupnya tidak ada seni, hanya tau melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang terdikte," ucap seseorang yang berhasil membuatku mendongakan kepalaku, mencari keberadaannya.

Dia adalah siswa yang tadi sempat kulihat tengah memandang ke luar jendela kelas. Mungkin tadi ia amat bosan dengan tahun ajaran baru ini, walaupun kami baru masuk di tahun ke dua dalam sekolah menengah ini.

Dia berlalu meninggalkan kami yang masih terpaku karena ucapannya tadi. Apa maksudnya hidupku tidak ada seni? Apa yang dia mengerti dari sebuah seni?

Aku tidak ingin berusaha mengingat wajahnya. Cukup kata-katanya saja yang terngiang-ngiang di pikiranku.

"Istirahat itu penting. Jangan egois pada diri sendiri," ucap Melati lagi. Melati akhirnya pergi meninggalkan aku sendiri di dalam kelas ini.

Benarkan, dia akan bosan juga denganku. Hari-hari selanjutnya ia pasti tidak akan menggangguku lagi. Aku yakin itu.

***

Perjalanan pulang terasa biasa saja. Keluar dari kelas, berjalan menuju halte, dan menunggu bus datang untuk menjemput beberapa siswa-siswi, termasuk aku.

Bus yang ditunggu pun sudah tiba dan berhenti tepat di depan halte. Aku naik dan segera memilih tempat paling belakang, di dekat jendela.

Aku dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang tiba-tiba duduk di sampingku. Aku menolehkan kepala ke arahnya dan memberikan tatapan bertanya. Untung saja dia langsung mengerti dan segera menjelaskan.

"Tidak ada bangku kosong lagi, hanya di sini yang ada," ucapnya.

Aku pun berusaha memahami keadaannya dengan membiarkannya tetap duduk di sebelahku. Aku mengeluarkan headset dari dalam tasku dan memasangnya ke telingaku, lalu mulai menyetel lagu favorit lewat ponselku.

Angin-angin segar yang masuk melalui jendela yang sedikit terbuka itu menyapu wajahku dengan lembut. Aku menikmati perjalanan ini. Masa yang indah akhirnya kudapatkan.

Saking menikmati kebahagiaan ini, aku sampai tidak sadar bahwa perlahan-lahan aku mulai mengantuk dan tertidur di bahu seseorang yang ada di sampingku. Bahkan namanya saja aku tidak tahu.

Nostalgia Rasa dan RinduWhere stories live. Discover now