Keputusan

62 10 0
                                    

Biasakan tinggalkan vote setelah membaca^_^

Brayen pergi menyusul Gildan dengan tergesa-gesa. Saat di depan klob Gildan ingin membuka pintu mobilnya, Brayen langsung mencegahnya.

"Dan, tunggu dulu." ucap Brayen

"Kenapa lagi sih?" tanya Gildan ketus.

"Kamu mau ke mana? Jangan pergi dengan keadaan marah gak baik." Nasehat Brayen.

"Bodo amat." Ketus Gildan lalu mulai memasuki mobilnya dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Aku yakin kamu gak bakal nyesel kalau terima perjodohan itu!" teriak Brayen saat mobil Gildan sudah keluar dari area parkiran.

Gildan tidak menghiraukan ucapan Brayen walaupun dia mendengar teriakan dari temannya.

"Gila tu anak, dibilangin malah ngeyel." Kesal Brayen.

Brayen pun pergi memasuki mobilnya meninggalkan are parkiran.

***

"Nissa," panggil Kyai Hasan.

"Iya Abi?" sahut Nissa menyusul tempat di mana Kyai Hasan duduk di ruang tengah yang memanggilnya tadi.

"Duduk sini dekat Abi," ucap Kyai Hasan sambil menepuk tempat kosong di sisi kanannya.

Nissa hanya mengangguk patuh dan mulai duduk di dekat abinya.

"Nissa bentar lagi akan tunangankan?" ucap Kyai Hasan mulai membuka pembicaraan.

"Iya Abi," jawab Nissa sambil menunduk.

"Nissa, ikhlaskan dengan perjodohan yang abi buat?" tanya Kyai Hasan sambil mengelus puncuk kepala Nissa.

Nisasa menatap abinya lalu tersenyum dan mengangguk mengiyakan pertanyaan abinya.

"Alhamdulillah."

"Nissa dengarkan pesan Abi baik-baik. Nissa kalo sudah tunangan nanti bersikaplah yang sopan baik pada calon mertuamu, kerabatnya dan terutama itu calon suami-mu ... abi ingin Nissan jadi anak yang sholehah dan abi juga ingin Nissa menjadi istri yang sholehah." Nasehat Kyai Hasan.

Nissa hanya mengangguk walaupun dalam hati ada sedikit ada keraguan apakah dia mampu untuk memulai kehidupan yang baru, terlebih dengan orang yang sama sekali tidak dikenalinya.

"Anak pintar, abi bangga sekali pada Nissa. Karena Nissa sudah mau jadi anak yang sholehah untuk abi dan ummi." Senyum Kyai Hasan terpancar indah.

Air mata Nissa berlinang mendengar perkataan abinya, suatu impian untuk seorang anak bisa menjadi kebanggaan untuk kedua orang tua.

Kyai Hasan yang melihat Nissa mulai yang berlinang air mata langsung mencium puncuk kepala Nissa dengan sayang.

"Jangan menangis, selain menangis air mata kebahagiaan." bisik Kyai Hasan sambil menunjukkan senyumnya.

Tidak dapat disembunyikan, Kyai Hasan juga berlinang air mata dengan suasana yang haru.

Bagaimana tidak selama 20 tahun dia sudah membesarkan putri tercintanya dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab.

Air mata Kyai Hasan langsung jatuh, mengingat di mana dia mengajarkan Nissa berjalan dan sekarang Nissa sudah bisa berjalan dan sebentar lagi akan pergi dengan orang pilihannya.

"Abi juga jangan menangis kecuali air mata kebahagiaan," ucap Nissa sambil menghapus air mata abinya.

Kyia Hasan langsung merengkuh Nissa membawanya ke dalam perlukan hangat seorang ayah.

Tidak mereka sadari seseorang melihat adegan haru mereka dan ikut meneteskan air matanya.

Karmillah Ummi Nissa yang menyasikkan adegan itu sampai akhirnya melihat ayah da anak berpelukan.

"Semoga keluarga kami tetap dalam berkah dan lindungan kasih sayang-mu Ya Allah." batin Karmillah.

Lalu dia pergi meninggalkan dua orang yang saling merengkuh dalam kasih sayang ayah dan anak.

***

Gildan memutuskan untuk pulang ke rumah karena ingin masalah ini cepat selesai.

Kediaman Keluarga Alexander Nugroho.

Gildan memasukkan mobil sorpout putih miliknya dan memakirkannya sembarangan dengan memberikan kunci mobilnya pada supir supaya memasukkan mobilnya ke dalam bagasi.

"Dad pikir kau tidak akan pulang sampai malam nanti," suara seseorang menyambu ke datangan Gildan yang tidak adalah ayahnya sendiri.

"Gildan mau berbicara sesuatu sama Dad," ucap Gildan lalu menghampiri ayahnya yang duduk di kursi ruang tamu.

"Silahkan," ucap Alexander.

"Bagaimana jika Gildan tidak mau menerima perjodohan ini?" tanya Gildan santai.

Alexander hanya tersenyum miring, sudah dia tebak Gildan pasti akan menanyakan soal perjodohan ini dan pastinya akan menolak.

"Silahkan menolak, tapi ... kau tak akan bisa mendapatkan sepersepun harta dari warisan Dad." jawab Alexander santai.

Gildan yang mendengar ucapan ayahnya terkejut, dia tidak menyaka ancaman ayahnya kali ini beda. Dulu di saat dia menolak permintaan ayahnya hanya diancama tidak beri uang jajan semala 1 minggu dan kini ancamanya beda lagai

Bagaimana mungkin Gildan sanggup menolak perjodohan ini jika harta warisan menjadi ancamannya. Walaupun Gildan sudah mulai menjadi Ceo muda di perusaahan ayahnya yang sekarang menjulang tinggi berkat kepintaran dan kegigihannya dalam menjalankan tugas dan kebawajibannya.

Tapi bisa saja ayahnya memecat dia menjadi Ceo di perusahaan yang sah masih milik ayahnya, bisa-bisa Gildan menjadi miskin mendadak.

"Gak bisa gitu dong Dad," protes Gildan.

"Apanya yang gak bisa? Tentu saja da bisa itu kekayaan dad, mau dad kasih ke kamu ke orang lain suka-suka dad." jawab Alexander santai.

"Okey Fine, Gildan menerima perjodohan ini." Putus Gildan dengan terpaksa.

Alexander tersenyum penuh kemenangan.

"Pelihan yang tepat Sun," ucap Alexander sambil mengelus puncuk kepala Gildan.

Gildan langsung.menghempas tangan ayahnya dengan kasar dan pergi meninggalkan ayahnya begitu saja.

Alexander yang melihat tingkah Gildan hanya bisa berdecak dengan sedikit kekehan. "Anak itu masih saja belum berubah, tetap kekanak-kanakan." gumam Alexander

Bersambung ....






You are my destinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang