Pertengkaran

6 0 0
                                    

Plak! 

Refleks tangan Tania memegang pipi kiri yang terasa pedih. Namun ada yang terasa lebih perih, hatinya.  Airmata mulai mengalir, seiring desak tangis tertahan. Kepalanya tertunduk. Ia terduduk di pinggir tempat tidur.

Di hadapannya, Babe tegak berdiri. Matanya memerah, gerahamnya bergerak-gerak menahan geram. Dadanya naik turun dan nafas berat keluar dari dua buah cuping hidung.

Kali ini kesabarannya sudah diambang batas, saat Tania menolak untuk diajak berhubungan badan.  Sudah tiga bulan lebih ia memendam hasrat. Berkali-kali Tania menolak dirinya. Nafsunya sudah di ubun-ubun. Hasrat itu harus dikeluarkan segera! Kepalanya terasa sungguh berat. Benar-benar tak bisa ditolelir!

Bruk! Dihempaskannya tubuh ringkih itu ke atas pembaringan. Segera dilucuti pakaian perempuan yang masih terisak itu. Dan, semuanya berlangsung serba cepat. Tania hanya mampu merintih dan pasrah. Hatinya memberontak, tak sudi diperlakukan demikian. Namun ia sadar, sudah terlalu lama menolak keinginan suaminya. 

--------------

Babe bergerak mondar mandir di sekeliling rumah. Pandangannya tak henti ke arah gerbang. Hari sudah jelang tengah malam, Tania belum kembali jua. Tak mungkin ke warung Bang Udin hingga berjam-jam begini. Telepon seluler milik istrinya tak dapat dihubungi. Kemana gerangan dia?

Babe sangat mengenal watak istrinya yang keras. Selama empat belastahun usia pernikahan mereka, baru semalam ia terpaksa memperkosa istrinya.  Ada rasa sesal bergelanyut. Kenapa ia tak bisa sabar dan mengajak berhubungan badan secara baik-baik. 

Tapi semalam Tania memang sungguh keterlaluan. Semenjak laptopnya disita, istrinya benar-benar tak mau diajak bicara. Bahkan berpapasanpun enggan. Selalu menghindar. Padahal semalam hasratnya menggebu minta dikeluarkan. Ya, tak ada cara lain selain memaksa istrinya tuk melayani dirinya di ranjang. Daripada ia melakukan dosa. Dan kini ia menyesalinya. 

 Kembali ia mencoba menghubungi istrinya... “telepon yang anda hubungi, berada di luar service area”. Aaargh. Babe membanting gawainya kesal.

--------------

“Dek, Mama ke warung Bang Udin dulu, ya”

Yang diajak bicara terlihat sedang asyik bermain masak-masakan dengan Dinda, anak yang tinggal hanya berbeda dua rumah. Aini memalingkan wajahnya sejenak, menatap tubuh ibunya yang sedang membuka pagar depan, sesaat kemudian ia asyik bermain kembali.

Bergegas Tania menuju jalan raya. Warnet! Hanya kata itu yang ada dalam benaknya. Ia teringat pernah melihat sebuah warnet di ujung jalan. Pikirannya kalut, sudah dua hari tak bisa berhubungan dengan Banu gara-gara laptopnya disita dan semalam dirinya dipaksa berhubungan badan oleh Babe. 

“Huh, sungguh menyebalkan! Apa sih maunya dia. Gak pengen ngeliat orang seneng dikit napa?” Tania mempercepat langkahnya saat plank warnet terlihat di kejauhan.

Bau asap rokok menyergap kala Tania membuka pintu. Sebuah ruangan yang dipenuhi sekat dan deretan komputer terpampang di hadapannya. Beberapa orang terlihat asyik menatap layar, tak perduli kondisi sekelilingnya. Di pojokan, sepasang muda-mudi cekikikian, entah apa yang mereka lakukan.

“Mas, ada komputer yang kosong?” sapanya pada seorang lelaki bertubuh kurus berpenampilan berantakan yang duduk di meja dekat pintu masuk.

“Komputer nomer sepuluh, sebelah sana,” tunjuk si resepsionis. 

Tania menatap layar di depannya, tak tahu apa yang harus dilakukan dengan benda yang ada di hadapannya itu. Kembali ia mendatangi si mas-mas tadi.

“Mas, saya gak tau cara makenya. Bisa bantu bukain YM sama FB buat saya?”, pinta Tania.

Begitu Yahoo Messenger terbuka, buru-buru Tania mengetikkan nama Banu dan tak lama kemudian ia mulai mencurahkan isi hatinya.

‘Duh Ban, Babe ngeselin banget deh! Tau gak, udah dua hari ini laptopku disita. Aku sungguh tersiksa gak bisa berhubungan sama kamu”, ketiknya cepat. 

Ditunggunya semenit, dua menit... sepuluh menit... tiga puluh menit. Tak ada tanggapan juga. 

Tania mulai gelisah. Sambil menunggu kemunculan Banu, ia buka discussion board di fesbuk. Semakin seru saja pembahasan di sana. Wah beberapa jam yang lalu ternyata Banu menuliskan komennya pada sebuah topik diskusi. Tapi kemana gerangan dirinya sekarang?

Sudah hampir dua jam Tania memelototi layar bependar yang ada di hadapan. Kebosanan mulai menyergap, saat tiba-tiba pandangannya tertumpuk pada sebuah notifikasi di YM. Akhirnya Banu muncul juga, batinnya bersorak. Tak sia-sia dia menahan bau asap rokok yang menyesakan dada berjam lamanya. 

“Sori Nia, gue ketiduran. Eh loe masih ada kan?”.

Hmm, di sini jam 9 malam, berarti di sana sudah tengah malam. Pantes saja Banu ketiduran, salah dia juga menghubungi orang di jam istirahat,

“Adaaaa.... Ban, aku lagi sebel...sebel..sebel... Kamu udah baca pesenku?”

“Eh pesen yang mana? Bentar, gue cek dulu”

“ Owalah Nia, ada apa? Kenapa kamu sebel? Kenapa laptopmu di sita?”

Taniapun mencurahkan seluruh uneg-uneg yang dipendamnya selama dua hari ini. Di ujung sana, Banu menyimak dan sesekali memberikan komentarnya. Dia paham kenapa suami Tania berbuat demikian, namun ia tak mau mencampuri urusan mereka lebih jauh. Bukan ranahnya. 

“Sekarang loe di mana?”

“Di warnet dekat rumah. Aku nungguin kamu dua jam lebih, tau!. Mana di sini rame banget lagi. Tadi aku masuk YM, dibantuin sama si mas operator.”

“Pulang gih, udah malem. Suami loe pasti nungguin.” akhirnya Banu mengusir Tania secara halus. 

“Ogah! Aku masih mau ngobrol sama kamu!”, balas Tania ngotot. 

‘Oke, tapi ini kan loe di warnet. Gak baik perempuan malem-malem sendirian di warnet yang isinya laki semua.” Banu masih berusaha membujuk Tania untuk pulang.

Tania baru sadar, ternyata benar kata Banu. Semakin malam warnet kian rame, dipenuhi remaja yang asyik bermain game online. Hanya dia sendiri yang ibu-ibu. Akhirnya ia pamit, tapi bingung mau ke mana. Pulang ke rumah? Males banget!

Di luar, jalanan mulai sepi. Tania melangkahkan kakinya pelan bukan ke arah rumah, tapi menjauh. Ia sedang ingin sendiri. Biarin suaminya tau, kalau dia juga bisa sakit hati!

--------------

Sementara itu, di rumah mereka Babe tertidur di sofa ruang tamu. Berjam-jam menanti istrinya pulang, membuat ia ketiduran. Sesaat setelah menemani Aini tidur, ia kembali mencoba menghubungi Tania. Namun hasilnya tetap nihil. Istrinya lenyap tak tentu rimbanya. 

Tadi dia sudah menghubungi beberapa teman Tania yang dikenalnya. Semua menyatakan tak tahu di mana keberadaan Tania dan berjanji akan mengabari Babe, jika ada kabar dari Tania. 

Akhirnya Babe mengeluarkan laptop yang dibelikan untuk istrinya sebagai hadiah ulangtahun. Dicoba tuk membuka, tapi ternyata dia tak tahu password yang diminta. Bermacam kombinasi angka dan huruf dicoba. Semua gagal! Ah, istrinya benar-benar canggih kini. Baru beberapa bulan berkenalan dengan dunia maya, sudah  mampu membuat password yang sulit diretas. 

--------------

Tania terus melangkah di bawah sinar purnama. Ah, ada mini market yang masih buka tengah malam begini. Tiba-tiba perutnya terasa melilit. Dia baru ingat, belum sempat ada makanan masuk sejak tadi pagi. 

Diambilnya sebungkus roti dan sebotol air mineral dari rak penjualan, sebagai pengganjal perutnya sembari menanti mentari menyapa. Entah apa yang akan dilakukannya esok hari....

Lelaki Bayangan Where stories live. Discover now