Persahabatan Segitiga

9 0 0
                                    

“Hai Nia, gimana kondisi kamu sekarang? Dadanya masih sakit? Apa aja yang kena? Tadi si Banu nyuruh-nyuruh aku nelpon kamu terus sebelum kamu kecelakaan. Feeling dia kuat ya? Eh telponmu gak keluar suara ya? Aku tadi hubungi kamu berkali-kali, ada suaramu tapi kayaknya kamu gak bisa denger suaraku deh.”

Serentetan pertanyaan dari Sandrina memenuhi inbox Tania. Dada, hidung dan keliling yang memar masih terasa sakit, usai kecelakaan yang menimpanya saat dalam perjalanan pulang dari mengajar.

Secara tiba-tiba sebuah truk fuso bermuatan penuh pasir kali telah berada di hadapannya dan sedetik kemudian ia tersadar dengan posisi tubuh berada tepat di samping truk. Sementara Mio Kuning andalannya tergeletak dengan roda depan hampir terlindas roda belakang truk. 

Tania berusaha bangkit dibantu beberapa lelaki yang spontan datang menolong. Mereka mendudukkannya di trotoar.

“Lho, ini kan Ibu yang ngajar di SD Sukma Bakti.”, ucap seorang Bapak yang ternyata mengenali Tania. Pekan kemarin Bapak penjual tanaman itu memang diminta merapikan taman sekolah dan kebetulan Tania yang menjadi penanggungjawab proyek tersebut. 

Di hadapannya, Tania meringis kesakitan sambil memegang hidung. Dia khawatir hidungnya patah akibat benturan dan dadanyapun terasa sesak. Nyeri di kelingking kanan menyebabkan ia tersadar, ternyata bukan hanya hidung dan dada yang terkena benturan. 

“Maaf Bu, saya gak sengaja. Tadi saya lihat Ibu naik motornya oleng. Tiba-tiba Ibu terjatuh saat saya lewat”, seorang lelaki berkalung handuk kecil yang ternyata supir truk fuso, duduk bersimpuh di depan Tania. 

Di sekeliling mereka orang ramai berkerumun menyaksikan. Ah dasar orang kita, bukannya nolongin malah menjadikan kecelakaan sebagai tontonan.  

“Oh ga papa... Ga papa, Pak. Bukan Bapak yang salah, tapi saya. Tadi saya memang ngantuk sekali, tapi maksa jalan.”

“Saya harus ganti rugi berapa, Bu”, wajahnya terlihat gusar.

“Gak usah, Pak. Nanti kasian anak-istri Bapak kalo uangnya untuk pengobatan saya. Kan saya yang salah. Jadi Bapak gak usah ganti apa-apa. Bapak gak usah bayar apa-apa!”, tolak Tania halus. 

Rasa sakit kian mendera dan ia memilih untuk tak berlama-lama. Segera dikeluarkannya gawai dan mulai mencari sebuah nama, Yani, rekan sesama pengajar yang tadi dilihatnya masih ada di sekolah. Ia berharap Bu Yani dapat menjemput dan membawanya ke klinik terdekat. 

“Beneran ya Bu, saya gak usah ganti rugi ke Ibu?”, cecar Sopir Truk Fuso kembali memastikan. Nyalinya semi ciut melihat banyaknya masyarakat yang berkerumun.

“Iya Pak, silakan jalan lagi.”, ucap Tania. Sementara gawainya mulai terhubung dan di ujung sana terdengar suara seorang perempuan.

“Halo... Iya Bu Tania, ada apa?”.

“Anu.. Ini saya kecelakaan dekat pengkolan jalan yang ada tukang tanamannya. Bisa ke sini Bu? Saya minta tolong dianter ke klinik.”

Tak lama kemudian Bu Yani datang dengan sebuah taxi biru dan mereka langsung melakukan pemeriksaan ke klinik Budi Asih yang terletak dua kilometer dari lokasi kejadian. Sementara Mio Kuning yang penampilannya sudah gak karuan dititipkan ke pedagang tanaman yang tadi mengenali Tania. 

***

“Alhamdulillah dah mendingan. Dada sih masih agak sakit, mudah-mudahan ga papa. Ini hidung sama kelingking yang lumayan bonyok”, canda Tania. “Hmm, Banu? Iya tadi sebelum pulang dari sekolah, aku emang inbox ke dia kalo pengen muter-muter naik motor nenangin pikiran dan perasaan.

Tadi malem waktu kita abis chat bertiga, aku sempet konsul ma dia, sampe ditinggal molor berkali-kali. Kubilang, aku lom puas sama jawaban-jawabannya, terlalu standar dan mbulet. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lelaki Bayangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang