Author's POV
"Fin, lu kenapa kok dari tadi diem aja?" tanya Renjun saat sadar rekan kerjanya itu tidak fokus saat ia ajak bicara.
Si empunya nama segera menoleh dan menggeleng dengan cepat. "Eh, ngomong sama gua? Sorry, sorry. Gua ga ngeh tadi, tadi bilang apa?" tanyanya lagi.
Renjun menghela napas dan meletakkan berkas-berkas yang berceceran di atas meja meeting divisi mereka. Ruang pertemuan di kantor ini memang ada yang khusus untuk divisi dan ada yang untuk gabungan. Mereka berdua sedang di ruang pertemuan divisi karena ingin membahas pertemuan dengan beberapa investor selama sebulan terakhir ini.
"Lu beneran gapapa? Kalo kurang sehat mendingan kita tunda aja hari ini," kata Renjun datar. Dia memang baik dan peka, tapi kalau sudah urusan kerja biasanya lebih cenderung tegas karena prinsipnya sebagai seorang profesional harus bisa fokus selama itu berhubungan dengan pekerjaan mereka.
Fina makin merasa bersalah kepada rekan sekaligus seniornya tersebut. Renjun biasanya santai, tapi kalau sudah begini pasti mood nya jadi ikut rusak. "Maaf, gua bakal lebih fokus lagi. Lanjutin aja gapapa. Ini dokumennya uda gua urutin sesuai waktu pertemuan juga kok," ujarnya pelan seraya mendorong sebuah map kancing bening berisi berkas ke hadapan Renjun.
"Uda mau jam pulang juga, mending kita lanjut besok sekalian," sahut Renjun kemudian berdiri dari kursinya hingga membuat cewe itu makin bingung harus bagaimana.
Tangannya ikut membereskan berkas-berkas mereka tadi kemudian mengekori Renjun keluar dari ruang pertemuan. "Njun, sorry," lirih Fina pelan.
Renjun kembali ke mejanya yang berhadapan dengan Fina dan menyimpan dokumen-dokumen tersebut ke dalam laci meja kantornya. "Gapapa, uda sore juga pasti lu capek," jawabnya sekenanya.
Entah kenapa Fina bukannya lega malah makin merasa bersalah dengerin jawaban Renjun yang apa adanya itu. Dia tadi emang sempet melamun pas lagi diskusi, makanya dia merasa bersalah banget padahal rekannya uda rajin dan fokus gitu.
"Njun.. gua beneran gak enak nih. Lanjut aja gapapa kok," kata Fina lagi dengan tatapan menyesal. Dasarnya dia juga gak enakan gitu orangnya.
Renjun sampe menghela napas lagi. Ia menghentikan kegiatannya sejenak dan menatap Fina dengan mengulas senyum tipis di bibirnya. "Gua uda bilang gapapa Fina Lee, santai aja. Capek itu wajar apalagi kalo mau jam pulang kantor gini," katanya dengan nada lebih lembut lagi, berniat untuk menenangkan Fina yang sepertinya masih merasa bersalah kepada dia.
Tapi bukan Fina namanya kalo gak makin merasa bersalah dan akhirnya dia mencetuskan ide spontan. "Hmm.. gimana kalo dilanjut sambil makan aja? Gua traktir deh. Gua gak enak banget sumpah apalagi besok lu harus laporan ke bos," kata Fina dengan tatapan memohon.
Cowo di hadapannya cuma bisa menghela napas untuk kesekian kalinya. Dia emang belum lama banget kerja bareng Fina, tapi dia cukup tau sifat cewe ini yang suka sungkan dan gampang merasa bersalah. Akhirnya dia mengalah dan menyetujui ide Fina meski dia uda gak begitu mempermasalahkan lagi sebenernya. "Yaudah, yaudah. Gua ngikut lu aja biar lu tenang dah."

ANDA SEDANG MEMBACA
Head Over Heels ; Lucas (Book 2) ✔
Fiksyen Peminat[Bahasa - AU - COMPLETED] Pacaran sama sahabat sendiri mungkin memang terlihat lebih enak dan mudah untuk dijalani. Nyatanya, tantangannya lebih banyak karena ketika harus berpisah artinya lu bakal kehilangan dua sosok sekaligus: pacar dan sahabat. ...