tujuh belas: Sesuatu yang Baru

170 45 58
                                    

HAI... WELCOME BACK TO RING THE BELL

AKU BARU SADAR KALO AKU SUKA BANGET UPDATE TENGAH MALEM. DAN RASANYA AKU AKAN MENETAPKAN JAM UPDATE TETAP UNTUK RTB INI MENJADI SETIAP HARI DI TENGAH MALAM.

KENAPA TENGAH MALAM?

KARENA AKU HARAP CERITA INI BISA JADI PENGANTAR TIDUR KALIAN HEHEHE

OH IYA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA!

AKU SUKA BACA SETIAP KOMEN DARI KALIAN WALAUPUN ISINYA HAHA HIHI DOANG

TAPI AKU LEBIH SENENG KALO KALIAN BISA MENIKMATI CERITA INI JUGA LEBIH DARI SEKEDAR HAHA HIHI

POKOKNYA SELAMAT MEMBACA YA!

[]

"Ini kopinya, Kak." Seorang waiters meletakkan dua cangkir caramel latte yang dipesan Calvin.

"Makasih."

Calvin menatap cangkir-cangkir itu dengan tatapan kosong setelah memutuskan untuk memesannya walaupun tidak terlalu suka kopi berasa caramel. Sementara waiters tadi terdengar berbisik di belakang meja kasir dengan suara pelan yang tetap saja dapat didengar Calvin. Merasa aneh karena ada pelanggan yang kekeuh membayar harga 3 cangkir kopi padahal ia memesan 2 caramel latte.

Ia membuka kotak yang sudah ia bawa akhir-akhir ini. Meletakkannya di meja dan mencari sebuah foto. Ada seorang perempuan yang tersenyum lepas tercetak di polaroid itu.

"Lisa, aku pesan 2 gelas caramel latte kesukaan kamu. Dulu kamu suka protes karena aku sukanya kopi yang pahit." Ujar Calvin parau. "Padahal aku bisa usahakan minum ini sama kamu, kamu nggak usah ajak orang lain."

Kopi itu tidak ia sentuh, ia hanya mencium aromanya yang membuatnya ingat pada seseorang. Pada akhirnya dua cangkir itu menjadi kopi dingin yang sia-sia. Ia meninggalkan meja dan memutuskan untuk pergi ke tempat selanjutnya.

Masih ada tempat lain setelah kafe kesukaannya yang harus ia tuju.

Calvin memacu motornya kencang menuju ujung barat Pulau Jawa. Tidak peduli ada hujan ataupun badai, ia harus pergi ke sana. Menuju pantai yang sebelumnya menyimpan sebuah kenangan indah dia dan Ralisa.

Berjam-jam berlalu, Calvin sampai tepat pada sore hari saat matahari akan pamit di garis lautan yang biru. Pantainya masih sama, masih ada juga penjual kelapa muda yang berjejer di pinggir pantai. Yang berbeda adalah dengan siapa kini ia menapakkan kakinya pada pasir putih halus.

Tidak ada yang menemaninya. Calvin datang sendiri.

Ia membuka kotak itu lagi, kali ini mengeluarkan satu foto polaroid yang isinya mereka sedang berfoto berdua berlatarkan api unggun.

"Aku nggak pernah menyesal udah berjanji buat nyakitin kamu. Udah aku tepatin, Lisa."

Ia meletakkan foto itu di pasir yang basah. Menunggunya ditelan ombak dan hilang dibawa samudera. Saat ombak menepi ke bibir pantai, foto itu perlahan menjauh dan akhirnya mengapung terbawa bersama ombak.

Calvin tersenyum, tujuan akhir dari perjalanannya hampir selesai. Tak perlu lagi menginap dari motel ke motel lagi. Ia akan pergi ke sebuah tempat yang sebenarnya tak ingin ia datangi lagi.

Malam datang menghampiri sementara ia masih berdiri di pinggir pantai dengan gelapnya lautan di ujung sana. Kakinya terus berjalan mencari-cari sebuah tempat agar ia bisa menghapus apa yang telah ia mulai 11 tahun yang lalu.

[#1]: Ring The BellDonde viven las historias. Descúbrelo ahora