23. Bertahan atau Pergi?

225 23 9
                                    


"Iya, aku. Masih ingat rupanya." pria kumis tebal itu tertawa mengejek, ya, dia adalah penjahat malam itu yang dikalahkan Veer. Dan entah bagaimana kini muncul lagi dengan pasukan besar.

Veer mengerti sutuasi ini, pasti para brandal itu akan membalas dendam. Dia segera memasang kuda-kuda untuk siap menyerang lawan yang jumlahnya sangat banyak itu.

"Kavya, lari Kavya," bisik Veer.

Kavya menggeleng kuat, tetap berdiri dekat Veer dengan jantung berdebar—takut.

Pria itu mengisyaratkan pada rekannya untuk mulai menyerang.

Beberapa dari mereka mencekal tangan Veer dan menahannya dibelakang, lalu rekannya yang lain memukul dari depan. Separuh dari jumlah pasukan itu mengeroyok Veer bersama-sama. Ada yang memukul, menendang, dan lainnya menahan Veer supaya tidak membalas. Dan berontak pun sia-sia saja, pasukan besar itu tidak mengizinkan Veer walau hanya bergerak sedikit saja.

"Veer!!!" Kavya histeris melihat wajah Veer yang dalam sekejap saja sudah babak belur.

"Ka--vya... Pergi Kavya,, pergi.. Selamatkan dirimu," teriak Veer, sekuat tenaga menahan pukulan-pukulan itu.

"Tidak, Veer, tidak."

Kavya berdiri disana, berusaha menghalangi para penjahat yang hendak memukul Veer dengan merentangkan tangannya.

"Pergi kalian dari sini! Pergi!! Jangan ganggu kami!" teriak Kavya.

Beberapa dari mereka sedikit mundur, tersenyum sinis melihat wanita itu yang saat ini tengah terduduk sembari menahan tubuh Veer yang sudah ambruk. Tentu saja, Veer bukanlah super hero yang tetap baik-baik saja setelah dipukuli banyak orang.

Si kepala botak yang tadi diam saja tiba-tiba mendekat ke arah Kavya. Dengan kasar menarik selendang Kavya dari belakang membuat Kavya yang tercekik refleks berdiri. Si botak itu lalu tertawa keras melihat Kavya yang kesakitan akibat gelandangan tangan besarnya. Dan dengan brutal pria itu melempar Kavya hingga jatuh membentur trotoar di tepi jalan. Darah segar pun mengalir secara otomatis di kening Kavya. 

"Keterlaluan kalian!!!" geram Veer.

Dengan sekuat tenaga Veer bangkit, tidak dirasakan tubuhnya yang sudah remuk karena pukulan manusia-manusia kejam itu.

Bugh
Bugh
Bugh

Veer meninju beruntun badan besar dan tegap pria berkepala botak itu, tapi bukannya kesakitan, pria botak itu justru tertawa keras.

"Hey, pukulanmu hanya seperti lalat yang menghinggapi tubuhku, sama sekali tidak terasa," dia kembali tertawa keras.

Tak lama setelah itu pasukannya menggelandang tubuh Veer dan mengajaknya berduel lagi. 

-
-
-

Sonakshi menghentikan mobilnya dipertigaan jalan keluar dari hutan. Dia baru sadar tidak melihat Veer dan Kavya dibelakang Ayan.  Mereka semua turun dan ingin menunggu dulu disana sebentar.

"Bibi, apa kakak tersesat?" tanya Naina khawatir.

"Tidak, Naina, kakakmu tahu jalan keluar dari sana. Ayan, kau sudah pastikan bensinnya penuh?"

Ayan mengangguk malas,
"Bu, mungkin saja kakaknya Naina bersenang-senang dulu disana, menghabiskan waktunya berdua tanpa ada yang mengganggu," kata Ayan.

"Tidak, Ayan. Kalau ingin berduaan kenapa harus di dalam hutan? Memangnya tidak ada tempat lain selain hutan untuk berduaan?" Sonakshi kesal mendengar penuturan Ayan menurutnya konyol.

"Bi, ayo kita kembali. Bagaimana kalau kakak kenapa-napa?"

Sona setuju dan masuk lagi ke mobilnya, sebelum itu dia menghubungi beberapa anak buahnya untuk menyusul. Jujur saja Sona juga merasa khawatir pada Veer, karena tidak mungkin Veer tersesat atau berduaan seperti kata Ayan tadi. Pasti ada sesuatu disana.

MUSHKIL PYAAR (End) Where stories live. Discover now