28. Kehilangan Terbesar?

263 24 38
                                    

Sirine ambulan bergema di sepanjang jalan kota, melaju dengan begitu cepat ke sebuah rumah sakit.

Begitu tiba, para perawat mengeluarkan korban dari dalamnya, yang langsung dilarikan ke ruang ICU.

Tangis pecah di antara orang-orang yang mengiringi, kepiluan menghiasi lorong rumah sakit itu.

Terutama untuk gadis ini, Ananya, dengan kening berdarah dia terus menangis pilu dalam pelukan Abhi. Tidak dipedulikan rasa sakit akibat darahnya itu, karena sakit yang lebih besar adalah melihat kakak iparnya yang terbaring tak berdaya di dalam sana.

"Maafkan aku, kak ... Maaf ... Maaf.. Harusnya aku... aku... Ini semua salahku, salahku! " Ia terus memarahi dirinya sendiri sejak tadi, merasa semua ini adalah salahnya.

Setelah lampu besar itu jatuh dengan sedikit bagiannya menimpa Kavya, petugas pemadam kebakaran datang bersama Veer dan Abhi, kemudian langsung menyelamatkan Kavya yang sudah tidak sadarkan diri, dengan Ananya yang menangis histeris di dekatnya—dan tidak berhenti sampai saat ini.

"Ananya, sudah.. Ini bukan salahmu, kau tidak bersalah, " ucap Abhi sambil mengusap-usap punggung Ananya.

Namun Ananya tetap tidak mau diam, tangisannya semakin pilu diiringi kutukan-kutukan yang keluar dari mulutnya untuk dirinya sendiri.

Sedangkan disudut lain rumah sakit ini, Veer terduduk lemas di lantai depan ruang ICU. Pandangannya kosong dengan air mata yang sudah mengering. Dia seperti tidak punya nyawa, diam tanpa sedikitpun bergerak.

Ananya menghampiri kakaknya itu dan memeluknya sambil terus meminta maaf, tapi Veer diam saja, tidak membalas juga tidak melepas.

"Kakak, maafkan aku, Kak. Maaf, maafkan aku, Kak.." isak Ananya.

Veer akhirnya membalas pelukan adiknya itu, lalu menangis pilu dalam pelukannya.

"Kak, mereka pasti selamat, kak Kavya wanita yang kuat. Jika sampai terjadi sesuatu padanya, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri, tidak akan!"

Kedua orang kakak beradik itu saling menangis pilu sambil berpelukan, yang satu karena rasa bersalahnya, satunya lagi karena takut kehilangan.

Jika difikir-fikir, Ananya tidak bersalah. Karena disini ia juga korban. Saat masuk ke kamar mandi, pintunya dalam keadaan tidak ia kunci, dan entah kenapa bisa terkunci dengan sendirinya. Tapi jangan berfikir Kavya yang melakukan itu, karena Kavya bahkan sekuat tenaga berusaha membukanya.

Lalu soal kebakaran, sama sekali tidak ada api di gedung tempat Ananya dan Abhi bertunangan. Tidak ada masakan yang sedang dibuat, semua sudah matang. Sudah pasti seseorang yang melakukan itu dengan sengaja.

Pintu ruangan terbuka, menampilkan seorang dokter bersama satu perawat. 

Tanpa aba-aba, Veer menghampiri dokter itu dan menanyakan keadaan Kavya.

"Maaf, Veer," ucap dokter itu pelan.

Kata pertama yang dokter itu ucapkan membuat jantung Veer seolah sedang berlari, berdetak sangat cepat diiringi rasa takut menyerang perlahan.

"Katakan dengan jelas, Dokter. Kavya baik-baik saja, kan?"

Dokter itu memberi isyarat suster yang bersamanya untuk memberikan papan dada berisi sebuah surat pada Veer.

"Kami harus mengambil tindakan operasi, karena Kavya dalam keadaan tidak sadar, dan dia juga kehilangan banyak darah, untuk membiarkannya sadar lebih dulu sangat tidak mungkin. Jadi ... dengan berat hati kami katakan kau harus memilih salah satu di antara istri atau bayimu yang selamat, karena ... kami hanya bisa selamatkan salah satu dari mereka."

MUSHKIL PYAAR (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang