17. Tentang rasa

90.5K 6.5K 888
                                    

Jangan lupa vote & komen..

...

"Makanya jangan mantan terus lo pikirin!" ucapan Gema membuat sang empu mendengus.

"Males banget gue mikirin mantan! Lo lupa gue itu IBM, alias Ikatan Benci Mantan! mana ada mikirin begituan, ya gak?" Jeno menatap Arvi dan Stipen. Kedua teman seperjuangannya itu langsung mengangguk.

Benua menggeleng heran. "Ada masalah apa sih Bang sama mantan? Sampe sebegitu bencinya sama mereka?"

"Kalian masa lupa ada masalah apa gue sama mantan," ujar Jeno, kesal sebenarnya jika harus menceritakan lagi.

"Mantan yang mana dulu nih? Mantan lo paling banyak," ucap Gema mengundang tawa mereka.

"Banyak muka lo goceng tiga! Mantan gue cuma satu anjir," jawab Jeno mendelik.

"Iya satu, satu-satunya yang nyelingkuhin lo dan pernah di ena-ena sama selingkuhannya! Ih cewek macam apa itu," ujar Satria yang sedari tadi diam. Mulutnya berbicara kepada mereka namun matanya tetap fokus bermain ponsel, alias bermain game.

"Anjir lo Sat!"

"Kenceng banget lo anjir!"

"bahahah serius lo?"

"Kalo Stipen, kalian lupa? mantannya ninggalin dia cuman karna titit dia kecil." Tambah Satria lagi dengan wajah tanpa dosanya. Membuat mereka tertawa.

"Bangsat geli gue," ujar Benua menatap Stipen jijik.

"Goblok engga ya! Emang gue cowok apaan?" ujar Stipen menjitak kepala Satria.

"Astagfirullah Zola masih kecil please," ucap Zola menutup telinganya.

"Maaf nih ya, Satria kayaknya harus dibersihin otaknya deh," titah Dapa yang baru saja muncul dari arah Dapur.

"Satria bangsat emang," gumam Arvi namun tak urung terkekeh.

"Iya bercanda, mantan Stip itu matre, bagus lo tinggalin aja. Belum juga kawin udah minta dibeliin mobil, emang lo bapaknya apa? Gue telanjangin juga tuh cewek njir lama-lama." Satria lagi dan lagi tetap setia kepada kemesumannya.

"Emang ya otak lo gak bisa jauh-jauh dari yang begituan Sat," ujar Benua menggelengkan kepalanya.

"Gak bisa." Balas Satria santai sangat datar. Menyimpan ponselnya di meja karena game nya sudah selesai. Lalu menatap Arvi. "Kalo Arvi, mantannya selalu ngajak dia enaena masa. Untung Arvi kuat iman, bego sih mau aja sama cewek sange lo! Dasar lonte."

"Nyerah gue, Telinga gue panas bener denger yang begituan anjir," ujar Lio menepuk telinganya pelan.

"Satria emang gak ada akhlak!" tambah Dapa

"Itu udah takdir, jadiin pencerahan buat ke depannya harus bisa milih cewek yg cantik luar dalem, jangan kaya Arvi kek lonte banget," ujar Jeno menatap Arvi jahil.

"Anying" dengus Arvi, hujat terus.

"Braga belum dateng?" tanya Heksa yang sedari tadi terdiam dipojok ruangan,memunggungi mereka.

"Masih otw, lagian kenapa gak besok aja sih? Besok kan Mimggu. ini udah jam 12 malem gila, mana gue tadi serem banget pas masuk kesini lewat TPU, untung gak ketemu kunti," ujar Lio

"Lo udah ketemu sama dia kok yo, tapi bukan kunti,ini pocong," ujar Mahen dengan wajah serius. Menatap sosok pria dibelakang Lio yang bersidekap dada.

Lio tercengang menatap Mahen waspada.
"Asli? Di sebelah mana hen? Serem gak?"

Mahen menggeleng. "Ini sih cakep parah, semok lagi. Itu dibelakang lo."

Braga (Sudah terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang