Tiga

12.7K 683 11
                                    

Safna menghela nafas, terkejut akan keberadaan Danu disampingnya. Safna lupa kalau tadi malam Danu menemaninya tidur. Tersenyum Safna menatap wajah lelap suaminya, tangannya terulur mengusap lembut rambut Danu.

Kesempatan, Safna mengambil kesempatannya, Safna cium kening Danu sebelum ketukan dari arah pintu membuatnya kembali pada posisi.

Safna tersentak, jantungnya berdetak tak karuan saat ketukan itu terdengar untuk kali kedua.

Safna menghela nafas, gugup ia rasakan saat berjalan menghampiri pintu, Safna knop pintu lalu membukanya, berdebar saat melihat Hanum tersenyum padanya.

"Pagi," sapa Hanum tersenyum.

Safna balas tersenyum. "Pagi, mbak."

"Sarapan?" ajak Hanum.

"Duluan aja mbak, nanti Safna nyusul."

"Oke... sekalian ajak Mas Danu ya," pinta Hanum.

Safna diam, merasa ragu melakukan apa yang Hanum perintahkan.

"Kenapa?" tanya Hanum dengan kening berkerut.

"Safna takut, mbak."

Hanum menghela nafas, mengerti akan ketakutan serta keraguan Safna.

"Yaudah, kita duluan aja. Biar Mas Danu makan belakangan," ucap Hanum tersenyum.

Safna balas tersenyum, merasa bersyukur bisa mendapatkan teman seperti Hanum. Seorang wanita yang sangat pengertian.

Safna kembali memasuki kamarnya saat Hanum sudah pergi. Safna tatapi wajah Danu sebelum akhirnya menuju kamar mandi.

Safna keluar dari kamar mandi, tersenyum melihat Danu masih terlelap. Tak ingin mengusik kenikmatan yang tuhan berikan pada suaminya itu, Safna bergegas keluar menghampiri Hanum.

"Tiap hari gini, nggak enak juga rasanya," keluh Safna menatap makanan yang sudah Hanum siapkan di atas meja makan.

"Kenapa?" tanya Hanum bingung.

"Tiap hari Mbak terus yang masak, Safna gak pernah bantu."

Hanum tertawa pelan. "Mbak udah biasa," jelasnya. "Lagian ada nggak adanya kamu. Mbak tetap seperti ini. Tetap masak, tetap beres-beres. Nggak ada yang berubah. Jadi, jangan merasa gak enak gitu, ya."

"Makasih, Mbak," ucap Safna. "Mbak selalu buat Safna nyaman layaknya seorang Kakak."

Hanum tersenyum lembut. "Mbak memang kakak kamu,kan."

Safna menghela nafas, dengan kepala menunduk, pelan ia katakan. "Mana ada adik yang tega menikah dengan suami kakaknya."

Hanum diam, menatap lekat Safna . Mengerti betul bagaimana perasaan wanita dihadapannya saat ini. Hanum mengulurkan tangan menggenggam tangan Safna, lalu tersenyum menatapnya.

"Panggil Hanum aja kalau gitu," tawar Hanum.

Safna tertawa pelan. "Mbak Hanum ada-ada aja."

"Nggak papa, asal itu bisa buat kamu nyaman," ucap Hanum meyakinkan.

Safna tersenyum. "Nggak perlu, Mbak... biar Safna membiasakan diri aja," ucap Safna.

Setengah jam berlalu setelah makan, Safna dan Hanum masih berada di meja makan, bercerita sambil tertawa. Entah apa yang mereka bicarakan hingga tampak asyik sendiri, keduanya sampai tidak menyadari kehadiran Danu.

"Kenapa nggak ada yang satu pun dari kalian yang membangunkanku?" tanya Danu menatap kedua istrinya.

"Kamu tidurnya keenakan. Jadi kita nggak tega buat bangunin," jelas Hanum.

Istri Kedua (Selesai)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن