10

1.1K 181 9
                                    

Jangan lupa vote dan komennya, teman-teman!

Suasana keluarga Zila kembali hangat seperti biasanya. Khalisa sudah dimaafkan oleh sang ibu, karena telah memutuskan kekasihnya. Tak hanya itu, sekarang Khalisa menjadi jauh lebih terbuka kepada ibu dan kakak-kakaknya. Canda tawa kembali menghiasi keluarga itu, tidak lagi tegang seperti beberapa hari lalu.

Namun sebenarnya, jauh dari lubuk hati terdalam, Khalisa masih belum sepenuhnya bisa melupakan lelaki yang telah mencuri hatinya, Qabil namanya. Qabil adalah kakak kelasnya yang menjabat sebagai ketua rohis di sekolah mereka. Qabil tertarik pada Khalisa ketika mengetahui prestasi gadis itu yang luar biasa. Lalu, Qabil mengambil nomor WA Khalisa pada formulir yang diisi gadis itu di saat pendaftaran rohis dibuka bagi siswa baru.

Madrasah Aliyah tempat dimana Khalisa menuntut ilmu sangatlah luar biasa. Sekolah tersebut didominasi oleh siswa-siswi alumni dari pesantren atau dari kalangan umum yang memilih hijrah. Sekolah tersebut memang benar-benar sekolah yang agamis, tidak hanya berlabel religi saja.

Siswa-siswi berpakaian sopan layaknya santri, tutur bahasa mereka begitu halus.  Tak jarang di sana ditemukan siswi yang memakai niqab alias cadar. Tak hanya itu, guru-guru yang mengajar di sana juga berasal dari luar negeri dengan ilmu agama yang sangat mumpuni.

"Nanti pulangnya pakek taksi online aja ya, Dek. Ummi ada ada pertemuan guru bimbel jadi gak sempat jemput kamu," ujar Zila begitu tiba di depan gerbang sekolah Khalisa. Khalisa mengangguk lalu mencium punggung tangan ibunya, setelah itu melepas seat belt di badannya.

"Hati-hati kalau naik taksi online. Harus waspada!" imbuh Zila yang dibalas anggukan tanda mengerti oleh sang anak. Zila begitu khawatir terhadap anak perempuannya, tetapi ia harus melepaskan karena tidak bisa menjemput. Lagipula, ia ingin anaknya pelan-pelan mempelajari arti mandiri dan masih dalam pengawasannya.

"Ummi juga hati-hati pulangnya, selamat bekerja, Ummi. Semoga selalu dalam lindungan-Nya." ucap Khalisa sembari tersenyum manis pada sang ibu setelah ia turun dari mobil. Zila membalas dengan mengacungkan dua jempol pada anaknya sebelum akhirnya melajukan mobil menjauh dari sekolah.

Khalisa berjalan melewati beberapa kelas sebelum akhirnya ia sampai di kelasnya. Pagi ini ia begitu bersemangat menjalani hari. Setiap langkahnya dibarengi dengan ucapan tahlil dalam hatinya.

Senyumnya memudar ketika di ujung koridor sana ada seorang ikhwan yang menatapnya sendu. Seperti ada ribuan pertanyaan yang ingin dilayangkan terhadapnya, tapi masih diurungkan.

Khalisa menunduk, lalu berjalan melewati lelaki itu dengan rasa berkecamuk di hatinya.

Maaf.

Ingin sekali Khalisa berteriak betapa ia masih mencintai lelaki itu, tapi ia tidak bisa melakukannya. Ada batasan yang tidak bisa ditembus sebelum ucapan qabul terucap lantang dari lelaki itu. Intinya, ini belum saatnya, mereka masih muda, bahkan untuk menjadi seorang anak yang baik saja mereka belum bisa.

Dengan penuh rasa kecewa lelaki itu menatap kepergian Khalisa. Cepat-cepat ia menuju kelasnya untuk bergabung kembali dengan teman-temannya yang ditinggalkannya demi bertemu dengan seorang Khalisa. Tapi, waktu sedang tidak berpihak padanya.

Aku tidak tahu apa yang membuatmu berubah. Entah kesalahan apa yang ku lakukan sampai kamu hantam hatiku dengan begitu menyiksa. Lelaki itu membatin.

Kembar tapi Beda ✔ Where stories live. Discover now