Cinta

2.1K 149 4
                                    

Tin! tin! tin!

Suara dering jam menggema di penjuru ruangan hingga mampu mengusik pemuda raven dari tidurnya. Ia menggerakan jemarinya. Meraba mencari letak jam hingga menemukannya dan mematikan notifikasinya.

Dengan berat ia menggeliat, meregangkan otot ototnya yang sedikit kaku. Hingga ia merasa baikan dan mencoba berdiri. Melangkah dengan gontai memasuki kamar mandi. Melepas bajunya dengan malas dan membiarkan air mengalir di tubuhnya dari atas sower. Merasakan sensasi dingin yang cukup membuatnya tersadar. Dan  melakukan kegiatan mandinya hingga selesei.

Ia mengenakan seragamnya dan berdiri di depan kaca fullbody dengan wajah tanpa ekpresinya. Sungguh ia merasa lelah hanya untuk menjalani kehidupan normalnya. Dengan semua fasilitas yang ia punya hingga bebas melakukan apapun yang ia inginkan namun tidak dengan hatinya. Ia merasa kosong tanpa ada sesuatu yang membuatnya bersemangat dalam hidupnya. Terlebih rumah besarnya terasa sepi tanpa keluarganya. Meski di huni lebih dari 30 maid namun tidak cukup baginya. Yang ia tahu mereka hanya boneka, bukan bagian dari hidupnya.

Ia pun berjalan keluar dari kamarnya. Dan disambut deretan maid yang membungkuk hormat. Namun sedikitpun ia tak memperdulikannya, hingga ia sampai pada sebuah meja makan yang sangat besar dan panjang yang hanya di tempati oleh dirinya sendiri.

"Sasuke!" Ucap pelan pria dewasa bersurai raven. Ia memandang sosok pemuda yang selalu ia jaga. Meski ia tak memiliki hubungan darah namun ia mempunyai tanggung jawab untuk menjaga sang pemuda. Bagaimana perintah sang pemimpin Uchiha terdulu untuk menjaga keturunannya bahkan lebih dari nyawanya sendiri. Kini ia pun berdiri di samping sang pemuda tanggung. Melihat dengan iba wajah sang pemuda yang tanpa ekpresi.

"Hn!"

"Aku akan menjemput dia! Apa kau tidak keberatan jika dia tinggal disini untuk sementara waktu!"

"Hn!"

Satu jawaban ambigu yang hanya di mengerti oleh dirinya sendiri. Ia pun pergi meninggalkan sang pemuda. Namun jauh dalam fikirannya. Ia memikirkan bagaimana sang pemuda itu akan menerima seorang gadis yang bahkan tidak pernah ia ketahui. Namun kejadian beberapa hari lalu mengharuskan ia menerima sang gadis. Meski dengan rasa yang sangat enggan untuk menerimanya.

Sekali lagi masa lalu keluarganya meninggalkan jejak yang menjadi beban untuk hidupnya. Dengan segala fasilitas yang tak seharusnya ia miliki dan memaksanya untuk berbagi dengan orang yang seharusnya menikmati fasilitasnya.

Ia termangu menatap makanan yang mulai dingin. Dengan fikiran yang masih berkecamuk. Hingga membuat pundaknya terasa berat.

"Apa yang harusku lakukan!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Cinta adalah sebuah rasa yang semu. Semuanya berwujud dalam kepalsuan yang tak terhingga jumlahnya, bahkan tak berujung. Dan hanya orang bodoh yang terjatuh pada rasa yang di namakan cinta. Karena di dalamnya tidak ada yang abadi, hanya ada orang yang saling memanfaatkan. Bahkan yang lebih buruk adalah terperangkap dalam emosi semu yang bisa merugikan dirinya sendiri.

Ck. Cinta hanyalah omong kosong. Setidaknya itu yang ada dalam fikiran seorang gadis remaja. Dengan tubuh mungil, kulit seputih susu dan sehalus sutera. Surai indigonya di biarkan terurai dengan indah. Namun tidak dengan matanya yang hanya memandang kosong di hadapannya. Menatap bagaimana interaksi dua sejoli yang saling berpelukan. Saling menyalurkan kerinduan masing masing dengan atas nama cinta. Ekspresi sang wanita terlihat bahagia dengan senyum yang mengulas dengan indahnya, begitu pun dengan sang lelaki yang menyambut sang wanita dengan hangatnya. Dan gadis indigo memandangnya dengan mata yang memuakkan.

"Bulshit!!" Gumanya.

Ia merasa jengah dengan pemandangan yang ada di depannya. Pemandangan yang mampu membuat perutnya bergejolak seperti ada sesuatu yang ingin keluar, dan memuntahkannya tanpa sisa. Namun ia memilih memandang ke arah lain. Sebuah pemandangan yang mampu membuatnya tercekat. Dimana ada sebuah keluarga utuh yang saling bercanda ria dan mereka sangat menikmatinya. Satu pemandangan yang membuat sang gadis indigo merasa iri dan hampir meneteskan air matanya.

Dan ia lebih memilih untuk menundukkan wajahnya. Setidaknya ini lebih baik. Karena yang hanya ia lihat adalah sebuah lantai yang mampu membuatnya mengingat kembali masa lalunya.

Masa lalu yang mampu membuat sang gadis merasa lelah dengan hidupnya. Ia mengingat bagaimana ia bahagia dulu dengan keluarga yang utuh sampai sebuah insiden yang merenggut nyawa keluarganya. Dan seketika ia hanya menjadi gadis kecil yang pendiam. Namun beberapa tahun kemudian senyumnya kembali terukir ketika datang sosok saudara jauh mengajaknya untuk keluar negeri dan hidup bersamanya. Hari harinya begitu indah dengan kasih sayang yang di limpahkan untuknya. Sekali lagi ia merasakan hal yang sama ia rasakan bersama keluarganya.

Hingga ia menginjak usia 13 tahun. Dan ia menceritakan apa yang di alaminya pada sosok pemuda yang ia anggap sebagai kakaknya. Sebuah cerita rahasia perempuan yang tak seharusnya laki laki mengetahuinya. Cerita tentang datangnya masa ia menjadi perempuan yang sesungguhnya yaitu menstruasi.

Ia meringis. Mengingat kembali wajah Toneri Ototsuki tersenyum padanya. Senyum yang bermakna lain.

Hingga dengan polosnya ia bodohi oleh Toneri untuk memuaskan nafsunya. Dan saat ia mengetahui apa yang di lakukannya salah, ia pun memberontak. Namun sayang tenaga Toneri jauh lebih besar darinya dan ia tak mampu melawannya, hingga ia merasa lelah dan pasrah atas apa yang terjadi di hidupnya. Dan sekali lagi Toneri memanfaatkannya dengan baik. Ia melakukan apa yang di inginkannya di manapun berada, hingga tak memperdulikan orang lain melihat kegiatannya. Tanpa ia sadari orang yang di anggapnya sebagai ayah ternyata melihat kondisinya yang mengenaskan. Namun tidak menolongnya melainkan memanfaatkan tubuh sang gadis indigo yang polos untuk memuaskan nafsunya.

"Brengsek!" Umpat sang gadis pelan. Ingatan masa lalunya mampu membuat kepalanya merasa pening, hingga ia merusak surai indigonya dengan mencengkeramnya  erat.

Semua rasa sayang yang ia terima sirna seketika ketika nafsu menguasai orang orang yang di percayainya. Memanfaatkan tubuhnya dengan baik dan menyembunyikannya dengan sempurna hingga ia merasa putus asa.

Sampai pada suatu hari ketika datangnya seseorang yang  mengatakan tentang sebuah omong kosong yang mampu membuat bibirnya tersungging. Sebuah tawaran menarik untuk menjauh dari penjahat kelamin yang membuatnya muak. Dan tanpa basa basi ia menerimanya. Tak peduli dengan resiko yang akan di hadapinya nanti. Yang ada dalam fikirannya hanya keluar dari sangkar Neraka Jahanam. Dan kembali pada kehidupan normalnya.

"Hyuga Hinata!"

Satu kalimat yang mampu membuat sang gadis tersadar dari fikiran masa lalunya.

"A-a-a i-ya!" Ucapnya gugup. Ia meneguk ludahnya dengan kasar. Menatap sang pria di hadapannya. Dengan tubuh yang menjulang tinggi serta surai perak yang di biarkan acak. Sementara wajahnya tertutup oleh masker.

"Namaku Hatake Kakashi, kamu bisa memanggilku Kakashi" ucapnya dengan tersenyum di balik maskernya. "Maaf sudah membuatmu menunggu. Karena sebelum kesini aku mampir kerumah Sasuke!"

"Sasuke?"

"Ya! Dia pemuda yang tinggal di tempat yang sama yang akan kamu tinggali. Aku juga sudah mendaftarkan kamu di sekolah yang sama dengannya!"

Hinata hanya terdiam dengan penjelasan sang pria. Namun jauh di hatinya ia merasa sedikit tertekan. Satu rumah dengan laki laki lagi bukanlah hal yang di harapkannya.













TBC

99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang