Ramen

978 132 5
                                    

Hinata berjalan tanpa arah di depan pintunya. Rasa penasarannya tak bisa di kontrol. Sesekali ia menggigit ujung kukunya. Dan mencengkeram piyama tidurnya dengan gelisah. Langkahnya semakin tak beraturan begitupun dengan hatinya. Rasanya ingin keluar tapi takut terjadi sesuatu pada dirinya. Ia takut dengan fakta hanya ada Sasuke dan dirinya saja di rumah. Yang sudah pasti bisa terjadi yang paling di bencinya dengan mudah.

Ia menggumam pelan. Menyalahkan Chisa yang membuatnya berada di rasa penasaran setengah mati. Menahan gejolak adrenalin yang menantangnya ingin segera memenuhi rasa penasarannya. Yah sangat membuncah hingga ia tak kuat untuk menahannya.

Dengan pelan ia membuka pintu kamarnya. Sebisa mungkin ia tak menimbulkan suara. Dan berjalan hati hati dengan mata yang mengawasi dengan cermat.

Beberapa jam sebelum ia berfikir harus keluar malam adalah sebuah peristiwa adu debatnya dengan Chisa, sang kepala maid. Ia berjalan mengelilingi rumah dengan Chisa. Bertanya segala hal seisi rumah termasuk satu ruangan yang tak boleh ia masuki. Sebuah ruangan yang berada di paling belakang dan cukup jauh dari dapur namun dekat dengan gudang rumah. Sempat ia bertanya alasannya dan Chisa menjawabnya dengan santai. Tempat bermain Tuan adalah alasan yang sangat membuat Hinata terheran. Bukannya hanya tempat bermain tapi kenapa harus di larang juga. Alasan yang tak masuk akal.

Ia pun memutuskan mengalah dengan rasa penasarannya dan memilih egonya. Berjalan seperti pencuri hingga sampai pada tempat yang ia tuju. Dengan menelan salivanya dengan kasar. Dan menguatkan keberaniannya ia mencobanya dan.....

Klek

Pintu tidak terkunci. Satu bibirnya terangkat. Dan segera menahan rasa gembiranya yang hampir saja membuat kegaduhan.

Ia memasukinya dengan perlahan. Melihat keadaan ruangan yang cukup gelap. Warna lampu yang sedikit membuatnya berdenyit. Sebuah warna yang jarang ia jumpai, orange pudar dengan tembok yang berwarna hitam legam tanpa ornamen apapun.

Terus melangkahkan kakinya hingga terhenti perlahan. Menemukan sebuah fokus yang mampu membuatnya bergeridik. Papan yang berdasarkan kawat dan hanya di sanggah dengan besi yang menjulang tinggi. Matanya berfokus pada sebuah tali yang entah terbuat dari apa yang jelas menggantung di setiap sudut atas papan. "Bukannya ini seperti alat penyekapan!" Bisiknya.

Ingatannya kembali pada tontonan film psikopat yang sangat ia tekuni, hingga bisa dengan cepat mengenali alat alat penyiksaan termasuk dengan apa yang di lihatnya di ujung ruangan. Sebuah besi piramida yang berujung pisau dengan di atasnya terdapat tali yang juga menggantung. Kembali ia meneguk Salivanya dengan kasar. Menyadari beberapa alat yang mampu membuatnya tak bergeming. Seakan alat alat imajinasinya tertuang dalam kenyataan yang tak ingin ia harapkan.

Ia mundur beberapa langkah hingga tak sengaja menabrak ujung meja yang mampu membuatnya tersentak. Beragam alat pemotong tersaji di atasnya. Terdapat beragam ukuran dan jenis pisau dari yang terkecil hingga terbesar bahkan gunting pemotong rumbut pun tersaji dengan sempurna. Dan perlahan ia menggapai sebuah gunting bedah yang cukup membuatnya fokus padanya. Merabanya seakan benda yang ia pegang adalah nyata. Melihatnya dengan seksama hingga sebuah suara mengagetkannya.

"Apa yang kamu lakukan disini?"

Hinata sontak menatap lurus kedepan. Melihat sumber suara yang membuatnya mampu berhenti bernafas. Menyaksikakan sorotan dingin serta wajah tanpa ekpresinya.

Hinata tak bergeming saat Sasuke mendekatinya dan mengambil guntingnya. Meletakkannya dengan tenang. Dan menarik tangan Hinata. Memberinya sedikit penekanan. "Bukannya Chisa sudah melarangmu!" Bisiknya.

"A...a!" Satu kata pun tak mampu ia ucapkan. Bahkan rasa takutnya menjalar keseluruh tubuhnya. Traumanya kembali melintasi fikirannya. Menggantikan wajah dingin Sasuke dengan seringaian kejam Toneri. Dan memberi efek pada tubuhnya yang akhirnya bergetar, terguncang seakan kesialan akan kembali menimpanya. Hingga kakinya tak lagi bisa menahan tubuhnya dan meringsut ke lantai dengan wajah tertunduk. Serta isakan yang mulai keluar.

99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang