Liara dan Velia

92 18 3
                                    

Sudah lama Velia belajar untuk terbiasa pada kedua tubuhnya. Mungkin pada hari ini dia bangun sebagai Velia, gadis kecil dengan rambut hitam panjang dan kulit pucat, tetapi nyaris pasti keesokan harinya sebagai Liara, gadis dengan kulit berwarna biru.

Dia tinggal di dua dunia sekaligus, dan Velia tidak menyesalinya sama sekali. Dia mencintai kedua dunianya, yang telah dihuninya selama lima belas tahun.

Velia belajar untuk mencintai kedua dunianya dan kedua dirinya secara seimbang. Di dunia Velia, dia punya sepasang orang tua yang menyayanginya leih dari apa pun. Di dunia Liara, dia punya adik laki-laki yang untuknya Liara rela membelah kedua dunia.

Liara tinggal di sebuah rumah besar yang sederhana. Orang tua Liara tak pernah menemaninya maupun adik laki-lakinya. Namun, Liara tetap bahagia. Dia menghabiskan hari-harinya dengan belajar dan mendengarkan musik, mengajar dan bermain bersama adiknya.

Kehidupan Liara berubah ketika pada suatu sore adiknya menghilang. Pintu belakang rumah mereka terbuka, dan di belakang rumah mereka adalah sebuah hutan kecil dengan sungai beraliran deras.

"Liam!" jerit Liara, berlarian di hutan dengan alas kaki seadanya secara dia meninggalkan rumah cepat-cepat.

Hutan di dunia Liara lebih berbahaya dari pada hutan di dunia Velia. Dunia Velia yang dihuni orang-orang berkulis sewarna krim sudah sangat rusak sehingga nyaris tak dapat dihuni kehidupan liar. Dunia orang-orang berkulit biru masih dibiarkan liar. Liara tidak pernah benar-benar menjelajahi hutan di belakang rumahnya. Dia bahkan tidak yakin dia dapat menemukan jalan pulang ke rumahnya.

Namun, yang penting dia harus menemukan Liam terlebih dahulu.

Liara terus berlarian sambil berteriak memanggil nama adik kecilnya yang belum sampai berusia empat tahun. Tangannya yang terasa hampir membeku karena dinginnya udara. Jejak Liam masih tidak terlihat sama sekali.

Liara berhenti terengah-engah, menatap ke sekelilingnya. Semua pohon terlihat sama persis. Suara alam liar terus menguasai udara, Liara tak dapat mendengar suara seorang bocah kecil di mana pun juga.

Saat terdengar suara daun remuk terinjak di belakang Liara, gadis kecil itu langsung meloncat dan menjerit. Dia menoleh ke belakang dan melihat seorang pemuda yang terlihat sedikit lebih tua darinya, menggendong Liam.

"Maaf mengagetkanmu," kata pemuda itu. Suaranya dalam dan lembut, nyaris malu-malu.

"Liam!" Liara maju, nyaris dapat dibilang merebut Liam dari rangkulan mantap si pemuda. Disibaknya rambut gelap sang adik, melihat wajah Liam bersih kecuali sedikit dingin karena cuaca. Adiknya diselimuti jaket yang bukan miliknya.

"Liara Adara?" tanya si pemuda memastikan. Pemuda itu tersenyum sedikit saat melihat Liam yang aman di pelukan Liara. "Aku sudah menduga dia adalah Liam Adara."

"Terima kasih," Liara berkata, sepenuhnya mengenali si pemuda: putra tunggal dari keluarga Cedar yang menjadi tetangganya selama beberapa tahun. Orang tua Liara pernah membawanya beramah tamah dengan mereka. Hnya mengamati sementara para orang dewas bercakap-cakap, dia menyadari kehadiran pemuda pendiam di belakang pasangan Cedar. "Kami harus kembali sekarang."

"Aku akan mengantar kalian pulang," kata si pemuda.

Liara ragu, tapi dia memang tidak tahu jalan pulang menuju rumahnya.

"Namaku Luka," kata pemuda itu, berjalan mendahului. Luka melirik ke arah kakinya, lalu mendadak berhenti.

"Ada apa?" tanya Liara. Suaranya kecil nyaris berupa bisikan.

"Tidak apa-apa." Luka menduduk dan melepaskan sepatunya, menyerahkannya pada Liara. "Pakailah."

"Eh?"

"Aku dapat berjalan telanjang kaki." Luka mendongak. "Matahari mulai terbenam." Liara juga menyadarinya. Suhu udara semakin turun.

Luka melepaskan jaketnya. Semua orang waras mengenakan dua lapis jaket saat pergi ke luar pada hari-hari seperti ini. Jaket pertama Luka adalah yang digunakan untuk membalut tubuh Liam, Liara duga. "Pakai juga ini. Kulitmu mulai pucat."

"Kamu?" Liara bertanya, melihat Luka hanya mengenakan kaos tipis di balik jaketnya.

"Pakai saja." Luka memaksa, kemudian malah maju dan menyelimutkan sendiri jaket itu di pundak Liara ketika gadis itu mematung. "Pakai sepatuku cepat."

Kali ini Liara menurut, menunduk dan melepaskan sandal rumahnya. Tubuhnya menghangat sedikit setelah dilapisi jaket Luka, tetapi pipinya kini sudah membara karena perlakuan pemuda itu.

Mereka tiba di pintu belakang halaman rumah Liara pada saat langit sudah sepenuhnya gelap.

"Jaga adikmu baik-baik," ucap Luka. "Cepat masuk ke dalam dan hangatkan diri kalian." Dia menyentuh tangan Liara untuk sesaat. Kulitnya sedingin es.

"Jaketmu!" Liara hendak melepas jaket Luka. Pemuda itu kedinginan.

"Tidak. Simpan saja dulu. Aku ingin punya alasan untuk bertemu denganmu lagi nanti." Pemuda itu tersenyum dan berlari pergi.

Ketika keesokan paginya Liara bangun sebagai Velia, tak ada yang lebih tepat mendeskripsikan perasaannya selain dia kecewa.

Dia kembali menjadi Liara di hari berikutnya. Tak ada yang lebih ditunggunya selain menemui Luka untuk mengembalikan kedua jaket miliknya.

Senyum Luka hangat saat Liara muncul di pintu rumahnya, bertanya apakah dia boleh mengunjunginya esok hari.

Keesokan harinya Liara tetap menjadi Liara, gadis remaja yang sedang jatuh cinta. Luka mengunjungi rumahnya seperti yang dia katakan. Mereka tidak banyak berbicara, tetapi keheningan di antara mereka terasa menyenangkan.

Luka datang lagi beberapa hari setelahnya. Kunjungan pemuda itu merupakan satu-satunya hal yang ditunggu Liara. Dia kecewa ketika bangun pada pagi hari di dunia Velia dan mendapati kulitnya berwarna krim, bukan biru. Namun, frekuensi hari-hari yang dihabiskannya di dunia Velia perlahan berkurang, perlahan tapi pasti.

Cintanya pada kedua dunia tak lagi seimbang.

Empat tahun dari hari Liara pertama kali berbicara pada Luka, kehidupannya sudah berubah sepenuhnya. Dia sudah mengenal keluarga Luka. Luka sudah mengenal orang tuanya.

Dan Luka memintanya untuk menjadi miliknya sepenuhnya untuk selamanya. Kata-kata Luka memiliki arti yang berbeda untuk Liara.

Gadis yang kini bukan lagi remaja itu terjaga di tempat tidurnya sampai tengah malam datang, mengambil keputusan terbesarnya seumur hidup.

Pada pagi hari keesokan harinya, orang tua dari Velia menjerit dan menangis saat melihat putri mereka terbaring tanpa kehidupan di tempat tidur, napasnya terputus begitu saja pada saat semua orang lainnya masih dikuasai mimpi.

Pada pagi yang sama di dunia yang berbeda, Liara akhirnya dapat memberitahu Luka bahwa dirinya kini milik pemuda itu. Keseluruhan dirinya.

GenFest 2020: Romance x IsekaiOnde histórias criam vida. Descubra agora