Dua Belas

682 123 38
                                    







     Rena tidak menjawabnya.

Gadis itu justru mengalihkannya dengan pertanyaan lain, menyisakan terka tentang bagaimana sebenarnya dunia yang dia tinggali.

Dia bisa terlihat dingin, kadang juga angkuh, keras kepala, tapi di saat lain dia bisa terlihat lembut. Tidak tertebak.

     "Kita bisa pergi kemana pun yang lo mau kalo jenuh di sini," Pandhu berkata sembari meraih gelas minumannya.

     "Lo suka kucing?"

     "Kucing?" ulang Pandhu, mengangguk pelan. "I'm okay with cats...meski di rumah gue nggak piara hewan."

     "Gue juga nggak bisa piara karena Darrel alergi," kata Rena. "Tapi ada satu tempat yang suka gue datengin."

"Iya?"

"Mau nggak kita pergi ke shelter setelah ini? Tempat penampungan kucing - kucing yang nggak keurus."

"Boleh."

Mereka duduk di sana untuk beberapa saat sebelum kemudian pergi menuju shelter yang dimaksud oleh Renata. Kebetulan letaknya pun tidak jauh dari kebun itu.

Si pemilik adalah saudara dari teman Renata semasa SMP, begitu dia menjelaskan. Tempatnya cukup besar dan mereka menampung puluhan kucing berbagai jenis, dikelompokkan dalam kandang - kandang agar lebih mudah merawat mereka.

"Mbak Renata agak lama ya nggak kesini," ujar salah satu pengurus tempat itu ketika melihat Renata datang bersama dirinya.

"Iya, Bu, sebulan ini nggak sempet kesini," jawab Renata.

"Lo sering kesini, Ren?" tanya Pandhu kemudian.

"Biasanya satu atau dua kali dalam sebulan."

"Asik ya, bisa ketemu kucing - kucing lucu."

Pandhu memperhatikannya ikut memberi makan kucing - kucing yang baru dikeluarkan dari satu kandang. Sesekali bertanya pada ibu pengurus shelter tentang kucing kecil yang bulan sebelumnya dibawa ke penampungan dengan kondisi setengah mati, atau yang lahir dengan kaki bengkok dan dibuang oleh pemiliknya, dan banyak obrolan lain yang didengarkan Pandhu baik - baik.

Sekali lagi, ini adalah sisi lain Renata yang baru diketahuinya.

Ketika Renata menggendong seekor kucing cantik berbulu hitam padanya, gadis itu berkata, "Gue yang nemuin dia dulu."

"Iya?" Pandhu mengulurkan tangannya dan mengusap kepala kucing itu.

"Dia nungguin induknya yang mati ketabrak. Waktu itu dia kayaknya baru umur 2 bulan."

"Ah... kasian. Trus, lo kasih nama siapa?"

"Kamis."

"Kamis?"

"Gue nemu dia hari Kamis waktu itu."

Pandhu tidak tahu apakah dia harus terkesan atau tertawa karena nama pemberian Renata itu, dia pun menyimpul senyumnya sementara gadis itu berlalu untuk mengembalikan Kamis ke dalam kandangnya.

Dia lalu diam - diam bertanya pada pengurus shelter apakah tempat itu membuka donasi. Pandhu berniat untuk memberi sedikit bantuan demi mengurus kucing - kucing di sana.

     Mereka menghabiskan dua jam lebih berada di tempat itu, dan hampir tidak terasa seandainya Renata tidak mengingatkannya.

     "Udah setengah 4, Dhu. Kita mau kemana lagi?"

Serein Where stories live. Discover now