5. Dijodohkan?

828 79 6
                                    

Happy reading ...

Arya sampai di sebuah kafe yang langsung berhadapan dengan danau. Sebuah kafe yang menyajikan makanan hangat-hangat dalam hidangannya. Semua masakan dimasak begitu setelah dipesan. Dekorasinya bukan main! Antik plus unik. Nilai astetiknya terdapat pada ranting-ranting kayu yang didesain secantik mungkin khas pegunungan. Eit! Bukan ranting kayu yang sering kita jumpai di hutan ya. Konon, ranting ini adalah ranting-ranting pilihan yang ditempa dan dipermak sedemikian rupa hingga menghasilkan keindahan yang luar biasa. Arya terkagum melihatnya.

Mata pria muda itu melirik ke segala arah guna menemukan orang yang ia cari. Ya! Di sudut sana. Tepatnya di meja yang langsung disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa indahnya. Arya mendekatinya. Dari gelas yang ada di depannya, Arya yakin bahwa Pak Basir belum lama ada disini.

"On time!" seru Pak Basir salut pada Arya yang tak pernah telat sedikitpun.

"Mau minum apa?" tawarnya kemudian.

Awalnya Arya menolak karena ia tak ingin berlama-lama disini. Pikirannya terus saja terfokus pada sang istri yang ia tinggal sendirian. Tapi karena Pak Basir terus memaksa akhirnya ia memilih secangkir kopi susu hangat.

"Jangan sungkan-sungkan sama saya, Arya. Anggap saja saya Ayah kamu," ucapnya santai.

"Iya, Pak."

Setelah beberapa menit, minuman pesanan Arya tiba dan mendarat di mejanya. Ia langsung saja menyeruputnya hingga setengah gelas.

"Wow. Kau haus?" tanya pria berbaju kaos itu takjub.

"Hehe. Lumayan, Pak."

Pak Basir terkekeh, lalu mengalihkan pandangannya ke permukaan danau. Beberapa perahu wisatawan menambah nilai keindahannya.

"Bapak bilang kemaren ada yang mau bapak sampaikan pada saya. Tentang apa, Pak?" tanya Arya tak ingin bertele-tele.

"Ah, iya."

Pak Basir menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskannya pelan. Seketika raut wajahnya berubah jadi sendu tapi serius. Hingga Arya makin penasaran dibuatnya.

"Anak saya lagi sakit," ujarnya pilu.

"Sakit apa, Pak?"

"Leukimia."

"Stadium akhir," lanjut Pak Basir. Kini suaranya parau.

Arya terperanjat. Ia tak menyangka di balik topeng bahagia yang selalu dipancarkan Pak Basir, ternyata ada sisi lain dalam hidupnya yang sedang hancur berkeping-keping.

"Innalillahi .... Semoga cepat sembuh untuk anak Bapak," ujar Arya.

Pak Basir mengangguk pertanda mengaminkan doa Arya. Ia terlihat jauh berbeda sekarang. Ia bukan Pak Basir yang selama ini Arya kenal. Yang ceria, humoris, bahagia, dan tanpa beban apapun. Bukan! Hari ini Pak Basir tidak seperti itu. Yang Arya lihat hari ini adalah Pak Basir yang sendu, pilu, luka, dan tergores hatinya. Arya merasa iba pada kepala sekolahnya itu.

"Saya drop saat pertama kali menerima hasil labnya. Dari surat itu dinyatakan bahwa Qeela dinyatakan positif leukimia."

Pak Basir memberi jeda. "Kamu tau Arya? Dia anak perempuan saya satu-satunya. Ia gadis yang cerdas sama seperti mu. Tapi leukimia menuntutnya berhenti sekolah dan harus stay di rumah sakit."

Arya melihat Pak Basir telah meneteskan air matanya. Tapi Arya tak ingin bertindak dulu, ia hanya membiarkan Pak Basir mengeluarkan semua masalahnya.

"Lalu Bapak disini?" tanya Arya hati-hati agar pria itu tak tersinggung dengan pertanyaannya.

"Saya sendiri. Mencari kamu."

Arya & Alika 2Where stories live. Discover now