6. F&F Gallery's

753 60 3
                                    

Happy reading ...

"Abi udah pulang?"

Arya yang tadinya duduk gelisah di kursi beranda rumah kini berdiri dengan cepat. Ia aneh, tak seperti biasanya yang tenang dalam hal apapun.

Arya tak menjawab Alika. Ia hanya mendekat dan dipeluknya gadis itu dengan erat. Sangat erat. Hingga Alika tak punya ruang untuk bergerak.

Alika tentu merasa aneh. Kenapa dengan Arya? Padahal Alika sudah bersiap-siap dimarahi karena pulang terlalu lama. Tapi, bukannya marah Arya malah bersikap romantis. Tak masuk akal.

"Abi kenapa?"

"Abi cuma kangen."

Ia menjawab tanpa merenggangkan pelukannya sedikitpun. Malah makin erat dan tak akan lepas. Jawabannya yang berbisik tepat di telinga Alika mampu mrmbuat gadis itu mematung. Ia tak tahu harus bagaimana jika Arya begini.

"Abi... Gak marah?" tanya Alika memastikan.

"Buat?"

"Aku pulang telat."

Arya melepaskan pelukannya. Lalu ditatapnya Alika dalam-dalam.

"Enggak."

"Ayo masuk! Siap-siap shalat Maghrib."

Setelah berkata demikian Arya mengguring Alika masuk ke dalam rumah. Sungguh! Alika merasa seperti permaisuri raja petang ini.

"Pak Basir bilang apa sama Abi?"

Arya terdiam. Bagaimana ia bisa menjelaskan semuanya pada Alika tentang syarat dari Pak Basir tadi? Arya yakin Alika akan sangat hancur mendengar kebenaran ini. Alika akan menderita lagi. Sedangkan gadis itu baru saja mendapat ketenangan dan bahagianya.

"Ng-nggak. Nggak ada, Bun. Cuma ngomongin program akselerasi kemaren," sahut Arya berbohong dan bergegas ke kamar mandi.

Alika mengernyitkan dahinya. Ambigu! Jika hanya masalah program akselerasi kenapa Arya bisa segagap itu? Entahlah. Alika mencoba berpikir positif saat ini. Kemudian memakai mukena berwarna putih miliknya. Tak lupa disiapkannya juga sajadah untuk sang suami.

•••

Hari ini, Alika berniat mendatangi galeri milik Fakhri lagi. Ia ingin mengajak Arya melihat lukisan-lukisan indah itu. Sekalian merayunya untuk membuat lukisan wajah mereka sendiri pada Fakhri.

F & F Gallery's. Itulah yang terpampang di plang kayu bulat seukuran meja-meja kafe. Dari bentuknya dapat diketahui bahwa plang itu terbuat dari pohon kayu besar yang diambil di bagian pangkalnya. Dan itu dibuat oleh Fakhri sendiri dengan bakat seni yang tinggi. Beberapa meja di sekitaran galeri juga memiliki bentuk yang sama dengan plang itu.

"Masya Allah. Bagus-bagus semua, Bang!" puji Arya tak kalah takjubnya dari ekspresi Alika kemaren.

"Syukran, Arya."

"Abang bisa melukis manusia juga?" tanyanya lagi.

"Insya Allah. Di sebelah sana ada beberapa lukisan beberapa pengunjung yang belum mereka ambil," jelas Fakhri.

Tanpa banyak tanya Arya dan Alika mendekati lukisan itu. Indah sekali dan mirip aslinya. Arya beberapa kali memuji bakat Fakhri yang luar biasa itu.

"Bi." panggil Alika.

"Bunda mau bikin juga?" tanya Arya.

Langsung saja Alika mengangguk. Ia tak ingin membuang kesempatan. Mumpung Aryanya lagi peka. "Iya."

•••

"Kalian sudah lama menikah?" tanya Fakhri di sela-sela sibuknya melukis.

"Baru sekitar enam bulan, Bang." sahut Arya.

Sedangkan Alika sibuk bermain game di ponsel milik Arya. Ia sedang candu Worm's Zone.

"Masih baru ya. Tapi Ana salut sama kalian. Masih muda tapi sudah bisa menjalin hubungan yang seserius ini. Jarang-jarang lho ada pasangan kayak kalian di zaman sekarang," ucap pria berusia dua puluh lima tahun itu.

"Alhamdulillah, Bang. Abang kapan nyusul?"

Fakhri tergelak dalam kesibukannya. Ia tampak masih ragu dengan dirinya. Dan sepertinya ia belum pernah berpikir untuk menikah dalam waktu dekat. Ditambah dengan kalimat yang dilontarkannya.

"Ana masih mau mengembangkan usaha dan hobi dulu, Dek."

Arya hanya bisa maklum. Tak semua orang sanggup sepertinya yang menikah muda. Bahkan tanpa persiapan sekali pun. Dan seperti yang Fakhri katakan tadi bahwa ia masih ingin fokus mengaduk warna dan memadukannya di atas kanvas. Hingga menghasilkan sebuah karya yang memuaskan.

Kedua netra Arya kini beralih pada plang yang sudah basah terkena tetesan hujan. Ia masih penasaran dengan nama itu. F & F. Jika F yang pertama adalah Fakhri. Lalu F yang kedua? Ya, memang tak penting sekali bagi Arya. Tapi rasa ingin tahunya yang lebih membuatnya tak bisa diam saja.

"Abang disini sendiri?" tanya Arya memulai aksinya.

"Berdua. Sama adek."

Dari jawaban Fakhri barusan, Arya langsung menyimpulkan bahwa F kedua itu adalah nama adiknya.

"Kok gak pernah keliatan, Bang?" sela Alika yang ternyata sudah selesai dengan candunya.

"Dia kurang sehat, Lika."

Keduanya mengernyitkan dahi bersamaan. Ingin tahu lebih tentang inisial F itu. Sakit apakah dia? Kenapa tidak dirawat di rumah sakit saja?

"Sakit Bang?"

"Dia mental illnes," jawab Fakhri. Ia berhenti dari aktivitasnya. Sorot matanya terlihat iba pada nasib sang adik. Ya, saudara mana yang tak sedih disaat saudaranya yang lain sedang bergelut dengan gangguan atau penyakit? Bahkan melihat orang lain yang tak sedarah dan tak memiliki hubungan apa-apa dengan kita pun akan merasa iba dan kasihan. Lalu apa bedanya dengan Fakhri?

"Maaf kami buat Abang sedih."

"Semoga cepat sembuh untuk saudara Abang. Dan semoga Allah segera angkat penyakitnya."

"Aamiin Allahumma Aamiin!"

Setelah perbincangan yang berakhir sedikit tak mengenakkan itu, Arya dan Alika memutuskan untuk pulang. Selain hari yang sudah merangkak siang, mereka juga harus mengejar waktu untuk berburu bakso hangat di dekat rumah Mbah Unin. Ya, bakso adalah makanan yang sangat nikmat jika disantap saat hujan gerimis seperti saat ini. Terlebih makannya berdua dengan orang yang kita sayangi.

•••

Hai hai ...

Siapakah adek Fakhri itu?

Wkwk... Ikuti terus kisahnya:)

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya!

Salam manis,

Mei_fadilaa.

Arya & Alika 2Where stories live. Discover now