02. Setelahnya

1.3K 242 13
                                    

14 Juni 2021

"Jin."

"Oy."

"Nggak jadi."

Yujin langsung saja melempari kembarannya itu dengan buku cetak matematikanya yang terlihat sangat tebal. Kembarannya—Seongmin sudah siap siaga akan diserang Yujin, jadinya buku tersebut hanya mengenai telapak tangannya saja.

"Yang bener ih Min."

Seongmin mengangguk, "Beneran atuh Jin. Gabut doang gue tuh."

"Kerjain tugas Pak Nichkhun kalo gabut!" seru Chaerin dari arah belakang.

"Ya elah Rin, gue bego mtk. Gue nyontek lo ya Rin?" sahut Seongmin.

"Jangan ngadi-ngadi lu."

Seongmin hanya tertawa mendengar jawaban dari Chaerin. Lalu ia berjalan menuju meja Taehyun. Untuk meminta contekan jawaban tentu saja.

"Hyun."

Taehyun yang sedang fokus menulis itu menjawab dengan dehaman.

"Nyontek mtk dong, hehe."

"Nyontak-nyontek, enak betul kalo lo kalo ngomong. Lo pikir gue pinter mtk hah?" tanya Taehyun.

Seongmin dengan polos menggelengkan kepalanya. "Kagak."

"Nah tuh lo tau. Dah sana jangan ganggu-ganggu, gue lagi sibuk."

Seongmin kembali ke tempat duduknya sambil menaruh kepalanya di meja. Kepalanya Ia hadapkan ke arah meja Minhee yang sedang membaca suatu buku yang tebalnya mengalahkan buku cetak matematikanya.

Penasaran, Ia mengangkat kepalanya lalu mendorong ke belakang kursinya—beranjak dari duduk. Ia menghampiri Minhee yang tampak fokus membaca dengan sebuah kaca mata sebagai pelengkap wajah seriusnya.

Ia duduk di tempat Samuel yang entah pergi kemana lagi anak itu tiap jam pelajaran matematika dimulai walaupun sang guru hanya memberikan tugas.

"Baca paan, sih? Serius amat kayaknya," ucap Seongmin.

Minhee terkejut. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang mengajaknya bicara saat ini. Lalu ia menundukkan kepalanya lagi, kembali membaca.

"None of your business, Ahn," sahut Minhee masih dengan ekspresi seriusnya.

Seongmin menghela napas kasar. Ia—dengan paksa—mengangkat buku tersebut untuk melihat judulnya yang tertera di sampul.

SMA 2, The History That Have Been Still Mystery For Everyone.

"Lo .. Lo kenapa baca buku ini diantara sekian banyaknya buku di perpus sekolah?" tanya Seongmin sedikit kaget sambil mengembalikan bukunya di tempat semula.

Minhee yang kesal karena bukunya tiba-tiba diangkat begitu saja oleh Seongmin pun mendengus. Lantas Ia merebutnya kembali setelah Seongmin menaruhnya kembali di atas meja.

"Gue minjem buku ini sama bunda gue. Ya emangnya kenapa? Gue cuma penasaran sama sekolah ini. Lagian ini sekolah abang gue juga, dulu."

Seongmin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sedikit membingungkan untuk dirinya yang memiliki kapasitas otak yang agak minim itu.

"Bukannya kita nggak dianjurkan untuk mencari tau masa lalu sekolah ini sama pihak sekolah, ya?"

Minhee melepas kaca matanya dan menutup bukunya. Ia menaruh kaca matanya diatas buku bersampul coklat tua tersebut.

"Terus? Muka gue keliatan peduli nggak?"

"Y-ya enggak sih. T-tapi kan Hee ..."

"Tapi apa? Gue cuma pengen tau aja kok. Ternyata salah satu kakak kelas gue pas SMP ada hubungannya dibalik hancurnya SMA 2 tiga tahun yang lalu."

Terlihat sedikit keraguan di ekspresi wajah yang Seongmin buat. Minhee dapat melihatnya, Ia menopang dagunya dan bertanya. "Lo mau ikut gue?" tanya Minhee.

"Ikut? Ikut apaan?"

"Nyelidikin kasus yang sudah terbengkalai beberapa tahun ini."

###

"HANYU! BALIKIN PENA GUE IH!"

"MINJEM BENTAR WON, NTAR GUE BALIKIN DEH!"

Wonyoung mencebik sebal sambil menopang dagunya. Selalu saja begitu. Hanyu tidak pernah bosan untuk mengganggu dirinya.

Haruto membalikkan badannya lalu menyerahkan penanya, entah dalam rangka apa. Wonyoung terkejut, tapi kemudian Ia tersenyum lalu mengucapkan terima kasih pada Haruto.

Haruto balas tersenyum lalu membalikkan badannya kembali menghadap ke depan. Ia melanjutkan pekerjaannya, entah menulis apaan namun yang jelas Ia terlihat seperti tidak mau diganggu.

Balik lagi ke Hanyu, dia saat ini menghembuskan napas kasar. Apa-apaan si Haruto itu malah bantuin Wonyoung?

"Muka lo gitu amat Yu. Napa dah?" tanya Zoa.

Hanyu menengok sebentar lalu kembali menghadap ke depan. "Nggak papa. Eh lo tau pasal—"

"Kasus sekolah ini?" potong Zoa.

Hanyu mengangguk, agak curiga karena Zoa langsung tahu dengan hal yang ingin Hanyu katakan. Tapi Ia tidak terlalu memikirkannya.

"Kenapa emangnya?" tanya Zoa.

"Gue kayak ngerasa aneh aja gitu. Kayaknya kejadian 10 dan tiga tahun yang lalu itu sengaja dibuat sama pihak sekolah deh," kata Hanyu.

Zoa mengernyitkan dahinya, bingung. "Lo bisa ngambil kesimpulan kayak begitu dari mana dah?"

Hanyu mengangkat kedua bahunya. "Feeling."

"Gue setuju sama Hanyu!" Win datang sambil menggebrak meja Zoa, membuat sang pemilik meja kaget.

Zoa tanpa basa-basi langsung mencubit lengan Win, "Ngagetin aja lo ah!"

Sedangkan Win hanya tersenyum menanggapinya. "Lanjut. Nih ya, kalo misalkan itu kecelakaan alias nggak disengaja, kenapa semua kasusnya selalu berakhir dengan bom?"

"Bisa aja karena kebetulan? Lagian, dua-duanya terjadi didasari atas rasa dendam pada pelaku kan?" sahut Zoa.

Hanyu dan Win mengangguk-anggukkan kepala mereka, masuk akal juga pikir mereka.

"Tapi gue penasaran. Cari tau kuy!" ucap Win dengan semangat.

Hanyu menoleh dan melihat ke arah Win dengan tatapan tak percaya. "Gila, ya, lo? Maaf-maaf aja nih ya, gue masih pengen hidup."

"Tapi gue juga penasaran sih. Ajak yang lain lah kuy, nggak seru kalo cuma bertiga," sahut Zoa, tak menghiraukan perkataan Hanyu.

"Gue nggak bilang pengen ikut ya!" sergah Hanyu.

"Yang minta persetujuan lo tuh siapa?"

Hanyu menghembuskan napasnya kasar. Sedang malas beradu argumen akhirnya Ia iya-iya saja.

"Terkadang ada hal-hal yang lebih baik untuk kita buat nggak mencari tau hal tersebut. Kita nggak tau apa yang akan terjadi ke depannya," celetuk Ni-ki dengan aura misteriusnya begitu Ia melewati mereka bertiga membuat baik Hanyu, Zoa maupun Win bergidik ngeri.

###

TBC

[Jumat, 12 Juni 2020]

[#2] Simon Says • 01-05L [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang