| prologue

40 7 1
                                    

"Dilihat dari segi manapun, kamu ini benar-benar menyedihkan."
-June, 16

Kakiku gemetaran saat menaiki tembok pembatas rooftop

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kakiku gemetaran saat menaiki tembok pembatas rooftop.

Di sore yang mulai gelap, aku merasa kosong.

Namun aku menikmati sensasi yang ada ketika melihat jalanan jauh dibawah sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Namun aku menikmati sensasi yang ada ketika melihat jalanan jauh dibawah sana. Seolah menyapaku untuk lekas turun dan aku pasti akan langsung mati.

Bukankah itu yang kau inginkan?

Satu-satunya keinginan terbesarku adalah keluar dari lubang gelap yang memerangkap dan menyiksaku selama ini.

Lagi pula aku sudah lama terjebak di panti asuhan karna tak ada satupun orang yang berniat mengadopsiku. Mereka semua ingin anak kecil yang penurut, bukan gadis tujuh belas tahun sepertiku.

Ku angkat kaki kananku.

Tapi apakah kau yakin?

Aku terus memandang ke bawah menghiraukan suara itu. Semilir angin yang membelai bekas air mata membuat pipiku dingin.

Apa yang membuatmu ragu?

Kaki kananku masih tergantung di udara, mata ku pejamkan, andai menjaga keseimbangan bukan keahlianku, aku pasti sudah jatuh.

Tapi tiba-tiba tubuhku tersentak, ku pejamkan dengan erat mataku ketika aku melayang di udara seperti slow motion.

Aku bersiap merasakan tubrukan massa tubuhku dengan lantai dasar.

Namun mataku yang semula terpejam langsung terbuka.

Seorang laki-laki berada di atas tubuhku. Kedua tangannya mencengkeram kerah seragamku. Wajahnya memerah padam.

Dia cukup familiar.

Kang Yeosang.

Dia adalah bagian dari kelompok itu, yang menjadi faktor pendukung kenapa semua orang menyukainya, selain karena sifat dan sikapnya yang terkenal ramah dan peduli pada orang lain.

Semua murid perempuan di angkatanku berlomba-lomba ingin menjadi kekasihnya, tapi aku tak pernah melihat lengan Yeosang dilingkari oleh lawan jenis sekalipun.

Tapi dia bukan Gay.

Kebanyakan orang tahu kalau Yeosang hanya ingin seseorang yang tepat untuknya.

Meskipun begitu, secara pribadi aku membencinya. Kenapa? Karna Yeosang sebenarnya sama sepertiku, pembohong.

"Apa yang barusan mau kamu lakukan, huh?!" Yeosang berteriak padaku membuat otot lehernya menegang. Aku mendorong tubuhnya menjauh dariku.

Aku mengusap frustrasi mataku dengan punggung tangan, penglihatanku buram karna air mata.

"Bukankah sudah jelas?" desisku kemudian beranjak berdiri sambil membersihkan pasir yang menempel di siku, "semua akan berjalan lancar kalau kamu tidak mengganggu."

Lagi pula diantara semua orang, kenapa harus dia yang menjadi penghambat?

"Yah! Jadi kamu pikir aku akan duduk tenang-tenang saja saat ada perempuan bodoh yang berusaha bunuh diri?" tanya Yeosang marah.

Yeosang menghampiriku saat aku berencana menaiki pagar tembok. Dia langsung mencekal pergelangan tanganku.

"Kamu itu sinting rupanya."

"Ya, memang. Jadi pergilah," aku mendorongnya menjauh dariku, "anggap saja kamu tidak melihat yang barusan."

"Kamu masih mau mengulanginya lagi?" tanya Yeosang tak percaya, "dilihat dari segi manapun, kamu ini benar-benar menyedihkan. Tidak biasanya kamu begini."

"Berhenti bicara begitu. Kamu tidak tahu apapun tentangku," aku naik ke atas tembok lagi.

"Aku berusaha menyelamatkanmu bodoh!" teriaknya.

Ku balik tubuhku membelakanginya. "Well, aku tidak minta diselamatkan jadi pergilah. Atau kamu malah ingin menjadi saksi kematianku?"

Yeosang terdiam menggigit bibirnya.

"Cih. Terserah. Selamat menyaksikan."

Aku mulai melangkahkan kaki kananku lagi.

Menutup mataku,

Selangkah lagi sebelum-

"Jangan konyol!!" Yeosang menarik pinggangku ke belakang. Menahan pergerakanku.

"Apasih masalahmu?!" teriakku sambil menangis, "pergilah dan jangan ganggu aku!"

Yeosang mengeraskan rahangnya. "Aku tidak akan membiarkanmu mati."

"Itu bukan urusanmu! Kenapa juga kamu peduli!" teriakku sambil berusaha melepas lengannya dari pinggangku, "kamu bahkan tidak mengenalku!"

Yeosang berdeham. "Namamu Han Jikyung 'kan? Gadis pendiam yang duduk dua meja di belakangku saat kelas AP Calculus."

"Hanya itu?" alisku terangkat sebelah, "cih, kamu sama saja dengan yang lain."

Yeosang mengeratkan lengannya di pinggangku, menarikku turun dari pagar tembok, tubuhku ditariknya kedalam pelukan.

"Apa-apaan-"

"Beri aku sepuluh hari," Yeosang memulainya.

"Apa maksudmu?" tanyaku sambil berusaha melepaskan diri.

"Sepuluh hari agar aku bisa memberimu sepuluh alasan mengapa kamu tidak boleh bunuh diri," Yeosang menjeda kalimatnya, "kalau aku gagal mengubah keputusanmu, aku tidak akan mengganggumu lagi."

"Kamu itu cuma membual."

"Tidak, aku serius," katanya sambil menjauhkan tubuhku untuk menatap lekat kedua mataku yang sembab, "jadi, apa kamu setuju?"

Aku menggigit bibirku sambil mengalihkan pandang, "aku tidak tahu."

"Apa kamu setuju?" ulangnya mengabaikan jawabanku.

Apa dia benar-benar serius?

Aku menelan saliva dengan berat. Ku tatap lekat sepasang mata cokelatnya. Mata seseorang tidak bisa berbohong dan kali ini Yeosang terlihat tulus.

"Baiklah."

TBC

halohai
selamat datang di work ini :')
kalau bisa drop krisan kalian ya!
aku masih belajar utk menulis yg baik dan benar.

Thank you!

DYING HOUR🔼yeosang [Short Story]Where stories live. Discover now