3. Monster Cendol✅

556 161 42
                                    

HELLO READERS!

SELAMAT MEMBACA ^_^



"Awww," rintih ku pelan saat cairan putih kental berhasil keluar dari kulit wajahku yang tadinya berbentuk benjolan.

Relungku ingin berhenti, namun kedua tangan ku tidak sependapat. Ingin terus berlabuh, dengan jarum yang ku genggam dan terus menekan nya pada seluruh benjolan hingga cairan putih kental itu tak lagi nampak, dan berubah menampilkan warna kemerahan yang menghias hampir di seluruh bagian wajahku.

Gejolak penyesalan selalu hadir setelah ritual ini selesai, membuat kedua tanganku merasa bersalah, dan pikiran ku berteriak, sebab tak bisa memaksa nya untuk tidak berlanjut.

Tak sedikit mereka berkata setiap bertemu denganku, jika hal ini bisa memperpuruk, dan menjauhkan dari kesembuhan.

Aku ingin mendengar mereka, namun ntahlah kenapa aku memilih untuk pura-pura tidak mendengar nya, dan enggan untuk berhenti melakukan nya.

Bingung, dengan semua ini, perih, ketika benjolan itu hadir. Entahlah setiap kali dia hadir hampir pada seluruh bagian wajahku, aku selalu ingin menekankan, namun bukannya menghilang dari permukaan kulitku malah menjadi betah merambah.

***

“CENDOL MANIS SEGAR!”

Saat telah menginjak kaki di sekolah, seperti biasa aku mengeluarkan jargonku, berharap hari ini cendol ku akan laris diserbu pembeli.

Kedua sorotku tertuju pada koridor kelas XII yang menampilkan suasana cukup ramai, siapa tahu disana ada yang mau membeli, batinku.

“Kak, mau cendol?” tawarku sangat bersemangat kepada kedua cewek yang satu berambut panjang dan satu lagi berambut sebahu, yang aku yakin umur nya satu tahun di atas ku.

“Ya ampun, punya wajah gak pernah di rawat,” lirih si cewek berambut panjang pada cewek berambut sebahu.

“O EM JI BUND INI MONSTER ATAU APA SIH!” Kini giliran si cewek yang berambut sebahu mengelus kedua pipi nya sendiri sembari bergidik ngeri dan menekan kata “MONSTER.”

“Yuk pindah yuk, ada Monster Cendol nanti ketularan lagi!” ajak si cewek berambut panjang tadi dan langsung melesat pergi entah kemana, aku pun juga tidak mau tahu mereka pergi kemana.

Sekarang aku tidak memiliki ruang untuk memikirkan bagaimana cendol ini bisa laku, sebab kata-kata tadi terus memenuhi isi kepalaku, salah satunya kata “MONSTER.”

Apa ini yang semesta inginkan? Melihatku meluruhkan gelinang hujan yang deras dan menertawakan ku selayaknya aku benar-benar monster yang menyeramkan atau bahan lelucon mereka?

Lebih baik aku terlahir tuli, karena percuma saja, sekarang gendang telingaku hanya menerima hinaan dan ejekan. Aku mempercepat langkahku, seketika aku merasa aku tidak memiliki rem untuk menghentikan kedua kakiku, hingga aku tidak sadar kalau aku sudah berada di depan kamar mandi, mungkin kedua kakiku tahu kalau sekarang aku sedang membutuhkan suasana sunyi untuk melenguh dan meluruh.

“TOLONG! LEPASIN AKU!”

Padahal baru ingin membuka knock pintu, tiba-tiba saja ada sebuah suara yang memaksaku untuk menghentikan aktivitas ku. Aku mencoba menelaah kembali, mungkin aku salah dengar.

DIARY MY ACNEWhere stories live. Discover now