14. Sesuatu yang Salah

566 64 10
                                    

Hari ini hari selasa, aku harap kalian semua bahagia.
(From Author for you, my reader)

***

Pernyataan cinta tak mungkin Zarah tutupi. Setelah Zayn menampakkan diri, ia langsung mengajaknya mengobrol.

Mereka berdua ada di kamar Zayn. Zarah mengekorinya karena sudah tidak tahan untuk menceritakan apa yang dialaminya.

“Abang jangan lama-lama mandinya.” Zarah menunggu di depan kamar mandi, kepalanya bersender pada pintu. Jemarinya terus-terusan mengetuk.

“Tunggu dulu, Dek. Abang kan, baru aja mandi.”

“Cepetan, Bang. Ini penting.”

Zayn membilas tubuhnya cepat-cepat. Dia tidak sempat keramas karena Zarah terus-terusan memanggil. Zayn juga tidak tenang kalau di luar sana adik kesayangannya mengeluh.

Pintu terbuka perlahan, Zarah memperhatikan tubuh yang basah itu sebentar. Sudah lama dia tidak melihat Zayn bertelanjang dada, otot di perutnya terbentuk.

“Kamu sebenarnya mau ngomong apa?” Zayn membuka lemari pakaian. Berjongkok mengambil pakaian dalam.

Zarah duduk di kasur, meremas tangan. “Abang….”

“Iya?”

“Abang, sini.” Zarah menepuk sisi kanannya, meminta Zayn duduk.

Zayn mengembuskan napas panjang, dia belum sempat menemukan pakaian yang cocok. Biarlah handuk kecil melilit di pinggangnya untuk sementara.

“Apa, Dek?” tanya Zayn sambil mengelus kepala Zarah.

“Bang. Aku mau nanya dulu, Abang benci sama Bang Ian?”

Zayn menautkan alis. Dia langsung berhenti mengelus kepala Zarah. Sampai saat ini, ia belum bisa berdamai. Malah semakin membenci karena Ian sudah berani mencium adiknya. Hal seperti itu tidak bisa dimaafkan.

“Abang masih benci, ya?”

“Gitu deh.”

“Bang….” Zarah bergeser lebih dekat, lengannya melingkar di lengan Zayn. Merayu. “Abang jangan kayak gitu terus sama Bang Ian. Kasihan.”

“Abang belum bisa, Dek.”

“Tapi Bang Ian itu baik.”

“Kamu belain dia?” tanya Zayn dengan nada yang tak suka.

“Aku cuma nggak mau kalau Abang sama dia berantem terus.”

“Dek, Abang nggak mungkin berantem sama dia kalau bukan dia yang mulai duluan. Dia selalu aja bikin Abang kesel. Dia udah tahu kalau Abang sayang banget sama kamu, tapi masih aja buat gara-gara.” Ucapan Zayn terdengar tajam. Dia tidak pernah bisa santai jika membicarakan Ian.

“Bang.” Zarah mendongak. “Aku….”

“Apa?”

Zarah menatap dalam. Ia harus berani menyampaikan segalanya. “Tadi … Bang Ian jemput aku di sekolah.”

“Dia jemput kamu?”

“Iya. Dia … ajak aku jalan-jalan ke pantai.”

“Kenapa nggak bilang dulu sama Abang?” kata Zayn cepat. Raut wajahnya sudah bisa ditebak kalau dia memendam kesal.

“Abang dengerin dulu, bukan itu yang mau aku sampain.”

“Terus?”

“Ternyata … selama ini Bang Ian suka sama aku."

Let Go [Revisi]Where stories live. Discover now