Chapter 2

2K 269 40
                                    

Lampu disko yang memancarkan cahaya warna warni berputar lembut di plafon, cahayanya berpendar ke seluruh sudut di lantai satu club malam elit itu, dan menempeli apa pun yang ada di bawahnya, lantai, tiang dansa, bar, dan bahkan tubuh sexy gadis-g...

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Lampu disko yang memancarkan cahaya warna warni berputar lembut di plafon, cahayanya berpendar ke seluruh sudut di lantai satu club malam elit itu, dan menempeli apa pun yang ada di bawahnya, lantai, tiang dansa, bar, dan bahkan tubuh sexy gadis-gadis yang sekarang tengah menari di tengah lantai dansa mengikuti alunan musik.

Sejak tadi mata Bian tidak beralih dari lantai dansa di bawahnya, ia menatap datar pada gadis-gadis yang tengah berdansa itu, dan sesekali kepalanya ikut mengangguk mengikuti dentuman musik yang dimainkan Disc Jockey di atas panggung.

"Lo mau ke bawah?" tanya seorang laki-laki yang duduk di depan Bian.

Bian mengalihkan pandangannya dari lantai dansa, lalu meraih gelas wine-nya, "Nggak."

"Banyak cewek cantik tuh, yakin ga mau turun?"

Bian menghentikan tegukannya, lalu menatap sahabat satu-satunya itu dengan sinis, "Avi, lo mau gue pulang?"

"Iya iya Bi, gue becanda."

Tiba-tiba ponsel Bian bergetar, laki-laki itu langsung merogoh saku jeans-nya dan menatap bingung pada satu pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal.

"Siapa?" tanya Avian.

Bian mengedikkan bahunya, terlihat tidak peduli, saat dia hendak memasukkan kembali ponsel ke sakunya, Alvian dengan sigap meraih ponsel itu.

"Siapa sih?" tanyanya sambil menatap layar ponsel Bian.

"Buah, buah apa yang ngga boleh dimakan?" ujarnya sambil mengerutkan kening.

Seketika tawa menyembur dari mulut Avian, "Para fans lo makin gila aja Bi."

"Ngga usah diladeni."

Avian menggeleng dengan sisa tawa, "Bentar dulu, gue mau liat foto profilnya, siapa tahu cocok buat gue."

"Wow! Cantik Bi," ujarnya sambil mengarahkan layar ponsel ke Bian.

Tapi laki-laki itu lebih memilih menatap gelas wine di tangannya, lalu kembali meneguk cairan merah itu, tanpa sedikitpun peduli dengan ucapan sahabatnya.

Avian mendengkus, "Kalau lo ga mau, buat gue aja," ujarnya sambil mengetikkan balasan pesan dari nomor yang tidak dikenal itu.

Albianza:

Buah hati kita?

Terkirim...

"Nih," Avian mengembalikan ponsel ke tangan Bian.

Bian menatap ponselnya datar, lalu beralih menatap Avian yang sekarang tengah mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya, "Peace," ujar laki-laki imut itu.

Bian menghela kasar, saat ia hendak menghapus, pesan itu sudah diterima. Jika saja ia tidak mengingat Avian adalah sahabat satu-satunya dari sekolah menengah pertama, mungkin sudah ia lempar laki-laki menyebalkan itu ke tengah-tengah lantai dansa.

Di luar jangkauan (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz