PART 2

146K 12.6K 659
                                    

2

Lucy sudah ada di perpustakaan sejak sepuluh menit lalu dan sekelompok cowok yang duduk di atas meja terbengkalai di luar perpustakaan mengintip Lucy lewat jendela perpustakaan sambil mengajaknya bicara. Lucy cuek dengan lima cowok dari kelas 3 yang ada di sana. Para kakak kelas itu menggodanya. Bahkan dua dari mereka bersiul beberapa kali, membuat Lucy mulai merasa terganggu dalam mencari tugas sekolah.

"Adek...," ujar pelan suara yang masuk lewat celah jendela. Lucy sudah berpindah ke jarak terjauh dan pustakawan pun sudah menegur mereka.

"Namanya siapa, sih?" tanya cowok yang dua kancing kemejanya terbuka, memperlihatkan kulit dadanya karena tak memakai baju dalam. "Oh, iya. Lucy, ya. Lucy. Dek cantik."

Lucy berusaha menulikan telinga, lalu menghela napas panjang-panjang. Tak lama setelah suara terakhir didengarnya tak terdengar lagi godaan apa pun satu dari mereka. Lucy lega. Akhirnya bisa terhindar dari orang-orang menyebalkan.

Lucy terus membuka lembaran buku, lalu tak menemukan apa yang dia cari. Dia bangkit dari bangku untuk menuju rak. Langkahnya terhenti. Dia terkejut melihat sosok Dean berdiri dari jarak yang sangat dekat. Jarak di antara mereka tak lebih setengah meter dan karena itu juga Lucy merasa sangat terancam. Ada meja di belakangnya juga bangku yang menghalang jalannya.

Tatapan mata Dean sangat menyeramkan. Karena kejadian pagi tadi juga, Lucy tak bisa membuang kesan menyeramkan dari cowok itu.

"Eum, permisi. Gue mau lewat...." Lucy berusaha tersenyum manis. Dia tak tahu siapa yang dia hadapi sekarang ini. Sebodo amatnya dia pada sesuatu, dia tak akan bodo amat dengan seseorang yang berani menodongkan pistol ke seseorang yang lebih tua.

"Oh, iya. Orang luar...." Lucy mengembuskan napas pelan tanpa berani memandang Dean. "Excuse me...."

"Lucy, ya?" tanya Dean.

Pertanyaan itu jelas membuat Lucy terperanjat. Dari mana cowok itu tahu namanya?

Lucy menaikkan alis. "Ya?"

"Nama lo Lucy, ya?" tanya Dean sekali lagi. Tanpa menyingkir.

Lucy tak sengaja melihat sekeliling. Ke mana orang-orang tadi? Hanya ada mereka berdua di sana.

"Fasih bahasa Indonesia, ya?" Lucy tersenyum kaku. "Ah.... Tahu nama gue dari mana?"

"Yang lain."

Dean menyingkir, tetapi Lucy masih belum bisa melewati celah yang luas. Jika dia maju, maka mereka akan bersentuhan. Lucy tak menginginkan itu.

Mikir. Mikir. Mikir, batin Lucy teriak. Dia sangat khawatir sekarang. Ada apa sampai cowok itu tahu namanya?

Pasti karena kejadian pagi tadi. Tak salah lagi.

Dia mendongak dan sekali lagi berusaha tersenyum manis untuk memberikan kesan baik kepada sosok menyeramkan di depannya. Meski begitu, dia tidak handal. Ini bukan ranahnya, tetapi Zeline yang paling jago soal ini.

"Nama lo siapa?" Lucy mengulurkan tangan dan tersenyum ceria. Uluran tangan itu refleks. Namun, dia tidak mungkin pergi tiba-tiba. Itu sama saja cari gara-gara.

"Dean." Dean membalas tangan Lucy dengan tatapan yang tak lepas dari mata Lucy.

Senyuman Lucy hilang saat tangan mereka menyatu.

Tangan Dean... sangat dingin. Seperti sikap dan bagaimana Dean memandangnya sekarang.

"Oh, ya." Lucy menarik tangannya. Suhu dingin itu masih terasa. "Pergi dulu, ya," kata Lucy sambil menyingkir. Sekarang dia tak peduli lagi ketika tubuhnya bersentuhan dengan tubuh kaku Dean.

Hal yang paling penting sekarang adalah dia harus menghindar dari Dean. Mulai detik ini sampai seterusnya. Seharusnya sejak awal dia tak perlu pura-pura memberi kesan baik kepada cowok itu. Itu mungkin bukan jalan keluar dari apa pun kesan Dean kepadanya.

Setelah berhasil lewat, Lucy buru-buru menyimpan buku di rak. Dia tak berani melihat ke belakang, tetapi rasa penasaran dalam dirinya membuat kepalanya menoleh refleks.

Dean masih terus memandang Lucy sampai Lucy keluar dari perpustakaan itu.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Deal with A Possessive BoyfriendOnde as histórias ganham vida. Descobre agora