PART 15

71K 6.3K 993
                                    


15

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

15

Saat itu, Lucy hanya melihat dari jendela kamarnya yang dipasangi besi. Dia tak bisa ke mana-mana karena mama ada di kamarnya, memeluknya, menahannya untuk tidak pergi ke mana-mana. Satu yang ingin Lucy minta, dia ingin melihat Dean dari jendela. Dia ingin melihat apa yang papanya lakukan kepada Dean.

Rupanya Dean dipukuli. Itu adalah bentuk kemarahan papa kepada seseorang yang telah membawa anak perempuannya pergi selama berminggu-minggu tanpa kabar, tanpa pamit. Dean tak melawan dan ketika papa melarang Dean untuk ketemu Lucy apalagi memunculkan diri, Dean langsung pergi dengan lunglai.

Melihat itu, Lucy semakin terisak memanggil nama Dean. Sementara yang dipanggil tak menoleh sedikit pun sampai dia memasuki mobilnya, lalu pergi. Sampai hari ini Lucy masih tidak semangat untuk melakukan apa pun. Di pikirannya hanya ada Dean.

Beberapa kali Zeline dan Clarissa datang menjenguknya karena Lucy juga masih dilarang papa untuk ke sekolah karena ada Dean di sana. Akan tetapi, Zeline bilang Dean sudah tidak pernah muncul di sekolah itu dan terdengar kabar bahwa dia keluar dari sekolah karena mengundurkan diri.

Dean menghilang tanpa jejak.

Mama memandang anak perempuannya yang hanya melirik makan siang di piringnya tanpa minat. Mama merasa cemas dengan apa yang dialami Lucy belakangan ini. Mama tak bisa melakukan apa-apa. Kehadiran Dean di hidup Lucy sangat berbahaya bagi Lucy sendiri. Mama berpindah tempat, duduk di samping Lucy lalu memeluk anak perempuannya itu.

"Kalau kamu gini terus nanti sakit."

"Aku nggak nafsu makan." Lucy memeluk mamanya erat. "Dari kemarin rasanya pengin muntah. Padahal makanan Mama yang paling enak di dunia."

"Ck, kamu, sih." Mama menghela napas panjang. "Jangan banyak mikir, Nak."

"Mama, apa aku nggak boleh ketemu Dean lagi? Aku ...."

Mama mengendurkan pelukan mereka, lalu diusapnya pipi Lucy lembut. "Lucy, Dean itu nggak baik. Coba kamu pikir apa aja yang terjadi selama dia muncul di hidup kamu. Kamu nggak mau buat papa makin kecewa sama kamu, kan?"

"Dean itu kasihan.... Dean nggak punya ibu... Dean...."

"Kamu boleh kasihan, tapi jangan terlalu berlebihan. Kalau Dean udah nggak punya ibu lantas kamu mau jadi ibunya?" Mama memejamkan mata saat melihat Lucy justru mengangguk singkat. "Lucy, akan lebih baik kalau kamu lupain Dean mulai sekarang."

Lucy mengerjap, berusaha menghentikan air matanya yang ingin tumpah. Dia berdiri dari kursi dan segera masuk ke kamar. Telungkup sambil menangis mengingat Dean.

Ada satu pikiran yang terlintas; dia ingin meninggalkan semua orang termasuk kedua orangtuanya dan pergi bersama Dean sejauh-jauhnya. Hanya berdua.

***

Lucy tertekan dengan keberadaan Clarissa dan Zeline yang selalu ada di sampingnya. Mama mengamanahkan kepada kedua sahabat Lucy untuk memperhatikan Lucy. Lucy jadi tak bisa bebas untuk mencari Dean, tapi jika pun dia mencari Dean ke mana dia harus mencari cowok itu?

Dean tak pernah lagi muncul dan itu sangat membuat Lucy merasa sedih.

Selama dia kembali ke sekolah dan harus mengejar pelajaran, Lucy banyak diam. Jauh lebih diam dari sifat aslinya. Catatan-catatan pelajaran yang tertinggal menjadi alasannya untuk tak perlu banyak bicara. Belum lagi ada banyak gosip-gosip di sekelilingnya yang berusaha untuk tidak dia dengar. Lucy yang kabur bersama cowok dan menjadi penyebab dia menghilang selama berminggu-minggu itu menjadi pembicaraan hangat di antara siswi. Lucy tak tahu dari mana informasi itu menyebar cepat. Clarissa dan Zeline jelas tak mungkin membocorkannya. Lucy yakin ada satu siswi yang tempat tinggalnya berada di dekat rumah Lucy dan mendengar gosip yang hangat di antar tetangga.

Dewa hampir setiap hari datang ke sekolah untuk menemui Zeline. Saat istirahat dan menjemputnya sepulang sekolah untuk pulang bersama. Selama beberapa hari ini, dia dan tiga orang itu tak pernah berpisah. Zeline sudah memutuskan untuk tetap bersama Lucy dan mengantarnya pulang dan karena itu juga Dewa selalu ada di antara mereka.

"Lucy, sini!" Clarissa mengulurkan tangan ke belakang, ke arah Lucy yang jalannya lambat di koridor. Sementara Dewa dan Zeline sudah agak jauh di depan sana.

Lucy pucat pasi. Beberapa hari ini dia banyak pikiran, malas makan apa pun buatan mama dan hanya menyicipnya sedikit.

Zeline muncul di balik dinding persimpangan koridor. "Issa! Issa! Lihat di sini! Ini nih pengumuman yang lo cari! Cepet!"

Clarissa terlalu senang sampai meninggalkan Lucy dan hanya memanggilnya sekali. "Lucy ayo sini, ke mading ya!"

Lucy tersenyum kecil.

Iya, juga.

Sebelum dia bertemu Dean harusnya masa-masa sekarang adalah hal yang paling menyenangkan.

Namun, sekarang Lucy rasanya tak bisa hidup tanpa cowok itu.

"Hmpph!" Lucy terkejut tak bisa bicara. Bibirnya dibekap seseorang dari belakang dan menariknya untuk berjalan mundur. Orang itu membawaya ke lorong kosong, lalu memeluk Lucy erat-erat.

Lucy hapal wangi tubuh ini.

"Dean?" bisik Lucy, berusaha untuk lepas dari pelukan untuk memastikan siapa yang memeluknya sekarang.

"Gue kangen," bisik Dean dan saat itu juga tangis haru Lucy pecah.

"Gue jauh lebih kangen. Lo ke mana aja?" Lucy mendorong Dean dan berusaha untuk melihat wajah yang juga dirindukannya. Tangan Lucy mengusap pipi Dean yang tergores sesuatu. "Muka lo kenapa?"

"Cuma luka kecil." Dean mencium bibir Lucy dan Lucy memejamkan mata.

Dia benar-benar sangat merindukan Dean-nya.

Saat tak lagi merasakan sentuhan apa pun, Lucy membuka mata dan Dean tak ada di hadapannya.

Lucy takut. Ini hanya mimpi atau halusinasinya.

Akan tetapi, tadi sangat terasa nyata.

"Lucy...." Panggilan Clarissa membuat Lucy terkejut.

"Kok lo di situ?" Clarissa muncul di balik tembok persimpangan koridor dan memandang Lucy curiga.

Lucy menunduk dan mendapatkan alasan yang tak buruk. "Tadi ngiket sepatu."

"Ngiket sepatunya sampai mundur jauh banget." Clarissa mengulurkan tangannya dan menggoyangkannya. "Sini. Sini. Zeline sama Dewa udah nungguin. Hari ini kita mau nonton ke bioskop. Dewa dan Zeline yang traktir kita." Lucy menggapai tangan Clarissa. "Pokoknya hari ini kita harus seneng-seneng."

Tetep aja gue nggak bisa seneng-seneng tanpa Dean.

Lucy melirik ke belakang. Tak ada Dean. Dia menghela napas dan bersama Clarissa menghampiri Dewa dan Zeline yang menunggu mereka di sisi mobil.

Dewa terus memandang Lucy sambil mengangkat tangannya. "Apa lo udah ngerasa baik?"

"Gue selalu baik, kok," balas Lucy sambil melakukan high five kepada cowok itu. "Barusan jauh lebih baik," katanya sambil tersenyum mengingat Dean barusan.

Itu sudah pasti bukan mimpi.

Mereka satu per satu memasuki mobil dan sebelum Lucy ikut masuk, dia kembali melihat sekeliling dan menemukan seseorang yang sejak tadi dia cari.

Cowok bertopi dan bersweter hitam, Dean, berdiri di balik pilar sambil memandangnya datar.

Lucy justru tersenyum dan melambai diam-diam.

Tanpa khawatir Dean sedang mengamati Dewa sejak tadi.

Karena Dewa berani menyentuh miliknya.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Deal with A Possessive BoyfriendWhere stories live. Discover now