Curhat

449 133 12
                                    

Di sekolah, siswa-siswi yang berangkat lebih awal biasanya adalah yang mendapat jadwal piket ataupun karena terlalu semangat bersekolah. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi Lino. Pagi ini, Lino berangkat lebih awal lantaran ingin curhat dengan para kucing sekolah.

"Kucing, gue lupa nama kalian siapa aja, tapi tolong cariin Dori," ucap Lino memohon pada para kucing ketika ia beri makan. "Walaupun gue namain kalian satu-satu lagi, gue bakal lupa lagi. Tapi gue mohon banget, kalian pasti inget gue, kan? Gue yang nafkahin kalian tiap hari."

Di balik dinding kantin, Lia menghentikan langkah ketika melihat Lino bicara dengan kucing. Ia kemudian mencari tempat persembunyian yang aman untuk mendengarkan percakapan yang terlihat langka antara manusia dan hewan.

"Kalian denger nggak, sih? Jawab gue! Miauw miauw!!" bentak Lino.

"Miauw."

Lia hampir terkekeh geli. Kakak kelasnya terlihat seperti tidak waras. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku. Ia rekam kelakuan absurd Lino.

"Gue ini stres, tau!"

Emang. Lia menggigit bibirnya menahan tawa.

"Dori nggak balik-balik. Padahal dia belum cukup umur buat keliling dunia. Dori belum punya KTP. Kalian tau nggak, KTP apaan? Kartu Tanda Peliharaan."

Lia mengernyit. Tak habis pikir dengan warga sekolah ini yang ternyata anehnya tidak tanggung-tanggung.

"Dia juga belum gue kasih SIM K. Surat Izin Metu Komplek. Pusing gue!"

Metu? Apaan tuh? Lia mengernyit. Tak lama setelahnya, ia berhenti merekam kelakuan Lino. Ingin menikmati drama Lino bersama para kucing sekolah.

"Kocak lo, Mas."

Lia mendelik kaget ketika menyadari bahwa sedari tadi Handi juga berada di kantin. Handi mendekat dan berjongkok di sisi Lino.

"Biar." Lino memanyunkan bibir. Tangannya masih mengelus-elus para kucing sekolah.

"Curhat kok sama kucing."

"Kan emang biasanya juga gitu."

"Tapi ini kan di sekolah, Mas. Kalo ada yang ngelihat gimana? Entar anak-anak angkatan gue nggak jadi ngidolain lo gara-gara ngira lo gila."

"Nggak ada ruginya. Mereka aja nggak pernah ngasih gue duit."

"Kucing juga nggak pernah ngasih lo duit."

"Tapi mereka nggak ngatain gue gila."

Handi terdiam. Kalah telak dengan Lino. Kalau orang waras, pasti juga tahu, tak mungkin ada kucing yang bisa ngomong, "Gila, lo!" Kecuali kucingnya ikut les bahasa manusia. Dan pastinya kucing itu akan masuk dalam daftar keajaiban dunia.

"Sarap nih Mas Lino," ucap Handi lirih tapi masih bisa terdengar oleh Lino. Lino hanya meliriknya sinis.

"Lo lihat aja. Besok-besok, pasti para kucing ini mau ngebimbing gue ke jalan bertemu Dori." Lino menyeringai, menaruh kepercayaan pada keajaiban lewat para kucing.

Handi mengernyit, kemudian tertawa kecil. "Iya iya, terserah. Gue mau masuk kelas."

••

"Guys, gue jadi nggak tega nyembunyiin Dori lama-lama."

Sepulang sekolah, Lia dan kawan-kawannya janjian di cafe hanya demi membahas hubungan Dori dan Lino yang kini semakin renggang karena Lia. Kalau Lia mengajak mereka ke rumah, yang ada kena omel kakeknya lagi karena belum mengembalikan Dori. Lia merasa jadi PHO.

Perebut Hewan Orang.

"Sama," Yezzy menimpali.

"Sama," Cherry ikut menimpali.

Ryani berdecak. "Yang nyembunyiin Dori itu gue. Harusnya yang bilang gitu gue."

"Terus sekarang gimana?" tanya Yezzy setelah melahap satu suapan roti bakarnya.

Ryani tampak berpikir sejenak. Lantas matanya menyorot Lia. "Emang nggak pa-pa, kalo Dori dibalikin sebelum Kang Lino beresin gosip tentang kalian?"

"Balikin aja. Tapi jangan bilang gue yang ngijinin," jawab Lia.

Ketiga temannya sontak mendelik kaget. "Serius?" tanya mereka serempak. Lia mengalihkan pandangannya entah ke mana. Kemudian ia mengangguk sedikit ragu.

"Terus kalo kalian digosipin sama anak-anak satu sekolahan lagi gimana?" tanya Ryani.

"Gue mau ikut ngegosip aja lah, biar nggak dikatain sombong," ucap Yezzy, membuat lengannya mendapat senggolan dari siku Ryani. Yezzy kemudian nyengir. "Bercanda."

"Apa nggak sebaiknya lo tunggu bentar lagi, Li?" tanya Cherry memberi saran.

"Mana sempat, keburu dicambuk kakeknya," sindir Ryani.

"Dih, serem amat kakek gue," ucap Lia. "Sembarangan, lo!"

"Eh, tapi gue terlanjur suka sama Dori. Gimana, dong?" Ryani mengubah raut wajahnya menjadi masam. "Gue udah terlanjur biasa main di rumah sama Dori, sama kucing gue yang lain."

"Tapi Dori itu punyanya Kak Lino," elak Yezzy.

Setelah sempat berpikir keras, keempat gadis itu terdiam beberapa saat. Lebih memilih menikmati makanan dan minuman yang mereka pesan sambil menikmati keramaian jalan kota dari balik jendela cafe.

"Oh, iya, Cher," ucap Lia memecah kesunyian. Yang disebut langsung menoleh. "Handi suka sama lo."

Ketiga kawan Lia terkejut.

"Yang bener, Li?" tanya Ryani. "Wah, lo tau dari mana?"

Lia manggut-manggut. "Waktu Kak Lino sama Kak Abin ke rumah gue, mereka bilang kalo Handi suka sama Cherry."

Gadis yang namanya baru saja disebut itu memaku. Wajahnya memerah, panas. Apalagi ketika ketiga kawannya berisik meledeknya. Ia hanya menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

Dari jarak sekitar empat meter dari tempat mereka, ada lelaki yang wajahnya ikut memerah. Ia bersama seorang sahabatnya tengah menjalankan misi sesuai janjinya.

Mencari info tentang Lia.

"Cie ... udah ketauan, tuh," ucap Yosi meledek.

Handi membenamkan kepalanya ke topi. "Emang kurang ajar, si bisep sama si juragan kucing."

••

Wkwkwk, sukurin, Handi.

Mas Kucing [END] ✓Where stories live. Discover now