Jalan-jalan

423 130 16
                                    

"Lo balikin Dori sekarang juga atau gue aduin ke kakek lo? Gue ke rumah lo sekarang"

Setelah mendengar perkataan Lino via telepon, Lia buru-buru meninggalkan cafe. Padahal, ia sudah berjanji untuk belajar bersama tiga temannya. Persetan dengan Handi yang sudah menunggu, Lia lebih baik mendapat omelan dari Handi daripada harus dimarahi kakeknya.

Berkali-kali ia meminta driver ojek online yang ia tumpangi untuk menambah kecepatan. Sayang, Jakarta begitu ramai sore itu. Terlebih karena bersamaan dengan jam pulang pegawai.

Setelah sampai di rumah, ia benar-benar melihat sosok pria berhidung mancung tengah berdiri sambil menatap ponselnya di halaman rumah Lia. Gadis itu berlari menghampirinya. Tangannya ia raih, kemudian ia seret pria itu keluar dari halaman rumahnya.

"Mau lo apa?" tanya Lia dengan nada tinggi.

"Dori balik," jawab Lino singkat. Laki-laki itu menatap Lia datar, namun terkesan tegas lantaran ia mengeluarkan

"Dori nggak ada di rumah gue."

Lino terdiam. Melihat gadis cantik di hadapannya sedang melipat tangan di dada sambil memasang raut masam, rasanya Lino ingin mencubit pipinya. Tapi tentu saja tak akan semudah itu. Seorang Gavalino Andaraksa bukan tipe orang yang suka bergemas-gemasan dengan makhluk selain kucing. Apalagi dengan cewek judes macam Lia.

Lino menahan senyum. Secepat mungkin, ia kembalikan raut wajahnya menjadi datar.

"Udah, sekarang mendingan lo balik. Gue ada janji mau belajar bareng Cherry, Felix, sama Handi."

"Udah tau."

Lia terkejut. Ia menoleh kasar ke arah Lino. Cowok itu tetap berekspresi datar. Sambil saling tatap, Lino akhirnya mengangkat sebelah alisnya.

"Kenapa? Kaget?"

"Dari mana lo tau?"

Lino akhirnya terkekeh sampai membungkuk. Ia benar-benar gemas dengan Lia. "Haduh, lo gimana, sih? Lo lupa kalo gue temenan sama Handi sama Felix?"

Lia terbungkam.

"Udah, sekarang kasih tau gue, Dori di mana? Gue hitung sampe tiga, kalo lo nggak mau kasih tau ...."

"Lo bakal laporin gue ke kakek gue?" tebak Lia.

"Salah." Lino menghela napas. "Kalo lo nggak mau kasih tau, gue bakal hitung lagi sampe berapapun sampe lo kasih tau Dori di mana."

Bucin kucing.

"Dih, hitung aja!"

Kemudian, Lino menghitung dari satu sampai tiga. Lia hanya tersenyum miring kemudian menaikkan alisnya. Setelah tak mendapat jawaban dari Lia, Lino akhirnya berhitung lagi. Sampai akhirnya, hitungannya mencapai angka 30 dan Lia terkekeh.

"Orang gila!" ledek Lia.

Dua kali gue bertingkah kaya orang gila di depan cewek bernama Lia, ungkap Lino dalam hati. Ia kemudian tersenyum.

"Iya iya, gue bakal balikin Dori, kok. Tapi lo harus klarifikasi dulu ke warga sekolah kalo kita nggak pacaran." Lia mengangkat sebelah alisnya, kemudian bertanya, "Gimana?"

Lino berdecak. "Susah. Orang-orang udah terlanjur nyimpulin sendiri kalo kita ini pacaran."

"Eittss ... gue nggak mau tau. Kebenaran itu harus diungkapkan."

Gue suka sama lo.

Bodoh.

Kenapa gue tiba-tiba mikir itu?

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang