Lari

341 104 30
                                    

"Pantat gue ... sakit banget!" Handi mengusap pantatnya lantaran baru saja mendarat dengan tidak sempurna. Kaki yang tadinya menjadi alat berpijak di tanah tiba-tiba terkilir dan membuat Handi jatuh. Yang pertama ia rasa sakit adalah pantatnya yang mendarat di bebatuan. Baru setelah itu, Handi merasa sakit pada bagian pergelangan kakinya.

"Han ... Han. Untung Dori selamet," kata Yosi sembari mengelus Dori dipeluknya. "Itu namanya karma, gara-gara waktu itu lo nggak ikut jatuh bareng waktu Mas Lino lompat dari pohon."

"Cepetan, ayok pergi! Keburu Lia curiga!" Abin memimpin barisan pelarian dari rumah Lino.

"Wah, iya. Pasti tadi Kak Lia curiga. Tadi kita berisik dua kali, loh," ucap Jojo di tengah pelarian.

"Maaf, aku tadi tidak lihat sekitar sampai kepalaku menabrak kayu." Felix mengusap kepalanya. Padahal memang keadaan di gudang Lino sangat gelap. Apa lagi selepas mereka berhasil mengambil Dori dari kandangnya. Tak ada yang sempat menyalakan lampu senter ponsel. Yang mereka pikirkan hanyalah keselamatan mereka dari amukan Lia.

Akhirnya Dori berhasil mereka bawa masuk ke gudang tepat sebelum Lino dan Lia masuk rumah. Mereka lalu keluar dari gudang dan memanjat pagar dinding belakang rumah Lino.

"Nggak pa-pa, Kak Lix. Aku juga nggak lihat," sahut Jojo.

Yang paling kasihan adalah Handi. Ia harus bersusah payah berlari bersana yang lain ketika kakinya terasa menyakitkan. "Pelan-pelan larinya! Kaki gue sakit ini!"

"Kalo pelan-pelan namanya bukan lari, Han," kata Yosi.

"Apaan, dong?" tanya Handi.

Yosi tersenyum. "Usaha melupakan dia."

"Bodo amat!"

"Naik!" perintah Abin yang sudang memasang punggungnya untuk digendongi Handi. "Cepetan!"

"Bang Abin," kata Handi terharu.

"Nggak usah drama! Udah seharusnya kita saling bantu."

Handi segera memasang posisi di punggung Abin. Tangan Abin dengan erat menjadi dudukan bagi kaki Handi. Handi terenyuh. Ternyata Abin bisa bersikap semanis ini dengan kawannya. "Udah, Bang."

Tapi di sisi lain Handi semakin merasa bersalah. Ia rasa terlalu banyak kesalahan yang ia perbuat, bahkan sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar.

Abin membawanya berlari menjauh dari rumah Lino bersama yang lain. "Jangan lewat jalan depan!"

"Terus mau ke mana kalo enggak lewat depan? Rumah kita di depan semua." Yosi mendengus kesal.

"Ke rumah Bang Chandra aja," usul Jojo.

Abin menyeringai. "Enggak, deh, makasih."

"Emang kenapa, Bang?" tanya Jojo.

"Jangan ke rumah Bang Chandra atau Umin pokoknya," hasut Yosi. "Nanti kita ceritain, deh."

Jojo hanya membulatkan bibir. Ia mengangguk, tapi detik-detik berikutnya otaknya memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.

Abin memimpin pelarian di depan. Tak masalah jika tubuhnya berat lantaran membawa Handi di punggungnya. Abin tetap kuat berlari cepat bahkan tetap bertahan di posisi paling depan. Abin memimpin yang lain keluar dari komplek lewat jalan selain jalan depan rumah Lino. Cowok itu kemudian memesan taksi online, dia juga yang membayar.

"Kita mau ke mana, Bang?" tanya Jojo begitu semuanya masuk ke taksi.

"Muter-muter aja ke kota," jawab Abin santai. "Nunggu sampe Lia pulang."

"Emang Kak Lia kenapa, sih? Kalian juga ngapain?"

Sejenak, mereka terdiam. Lalu beberapa detik berikutnya, Abin mulai menceritakan semuanya. Mulai dari rencana Lino membalas Lia, disidang Bang Chandra, sampai kejadian tadi.

Mas Kucing [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang