[8] The First Victim

1.3K 238 71
                                    

Warning!! Bab ini berisikan darah dan sedikit Gore! Disarankan untuk tidak membacanya malam2 jika tidak ingin mengalami rasa parno ke toilet!!!

***

Gedung apartemen itu tua dan membawa kesan tidak menyenangkan. Ditambah dengan garis polisi yang menghiasi salah satu pintu apartemen membuat suasana suram semakin terasa. Beberapa penghuni sendiri juga merasa tidak nyaman apalagi setelah kasus mengerikan terjadi. Mereka yang memiliki uang lebih memilih untuk pergi dan mencari apartemen baru, beberapa memilih untuk kembali ke rumah keluarga.

Hanya beberapa penghuni yang tinggal di gedung apartemen tua tersebut. beberapa dengan alasan keuangan yang memang tak mencukupi, beberapa karena mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi dan dengan acuh tetap tinggal.

Tepat beberapa pintu dari pintu yang tersegel oleh garis polisi. Suara pertengkaran terdengar jelas menganggu heningnya malam. Bukan hal aneh juga, di tempat yang hampir tak terurus ini, hal-hal seperti itu sudah menjadi hal yang biasa. Akan ada pertengkaran dan keributan hampir di setiap pintu yang tidak teredam oleh dinding yang tipis. Hanya saja karena sekarang banyak dari penghuni lain yang sudah pergi, pertengkaran mereka menjadi sangat jelas terdengar karena tidak ada suara lain yang menimpali.

“Kau tidak seharusnya melakukan hal-hal seperti itu!! Kenapa kau malah menghempaskan pintu didepan bocah malang tersebut!! seharusnya kau menolongnya dan menelpon polisi segera!!” teriak seorang wanita marah.

“Tch! Jangan sok suci! Lagipula kenapa juga aku harus repot? Itu urusannya dan lagi dia tampak begitu menjijikkan dan bau. Aku tidak tahan untuk berhadapan dengan nya begit lama!” balas yang laki-laki membentak.

“Apa kau tidak punya hati?! Kenapa kau bisa setega itu? dia masih muda dan bertemu kejadian buruk, jika saja kau membantunya lebih awal sebelum aku pulang, dia pasti tidak akan bunuh diri!”

“Diam lah! Kau terlalu suka membawa hal-hal buruk ke dalam hidup kita! Beberapa waktu lalu kau membawa kucing liar, lalu anjing liar. Jika saja bocah sial itu masih hidup, aku pikir kau pasti juga akan membawa nya!” bentak laki-laki itu, Reflejo namanya. “Sekarang karena kau menelpon polisi kita harus terlibat dalam penyelidikan bodoh itu, kau benar-benar membawa sial!”

Wanita itu, Utoh menipiskan bibirnya marah, “Kau tidak harus ikut dengan ku, aku akan pergi ke kantor polisi sendiri. Kau bisa tinggal dan lakukan semau mu, aku sudah muak!”

“Ya ya ya, aku juga muak melihat mu! Aku menyesal sudah menerima perjodohan orang tua sialan itu!”

Utoh yang baru saja selesai mengenakan helm nya membeku, matanya berair saat kemarahan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Suara sedikit serak saat berkata, “Jika kau memang tak suka, maka ya sudahlah. Aku akan langsung membawa surat perceraian sekembalinya dari kantor polisi.”

Tidak menunggu untuk Reflejo mengucapkan kata-kata kejam lebih lanjut. Utoh langsung berlari keluar apartemen mereka, berlari mencari motornya sendiri untuk pergi. Dia mencoba untuk menahan emosinya saat ini karena dia masih harus membantu polisi dalam proses introgasi.

Di apartemen, Reflejo mendengus. Tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Utoh. Lagipula ini tidak seperti dia akan kehilangan apapun jika Utoh menceraikannya. Lagipula apartemen ini diatas namakan oleh namanya bahkan walau itu di sewa dengan uang hasil jerih payah Utoh. Utoh tidak punya kesempatan untuk merebutnya nanti dan wanita itulah yang harus pergi angkat kaki dan tinggal sengsara di luar sana.

“Dasar wanita jalang, tidak ada satupun guna mereka!” kutuknya pelan.

Berjalan ke sofa tua di ruangan itu, dia menyelipkan tangannya kesana, mengeluarkan amplop tebal yang berisi setumpuk uang. Menghitungnya, Reflejo sekali lagi mengutuk karena tak puas dengan jumlah yang ada disana.

[BL] Thriller Academy ✓Where stories live. Discover now