43: antara merelakan dan mencintai hati lain

3.9K 233 70
                                    

*****

Sinar mentari pagi kini bersinar begitu indahnya, sehingga membuat orang-orang bersemangat untuk menjalani hari-harinya. Tak terkecuali dengan Ayesha yang sedang menatap dirinya di dalam pantulan kaca saat ini. Gadis itu terlihat manis dengan balutan gamis berwarna cokelat susu di tubuhnya, juga dengan polesan riasan tipis pada wajah.

Awalnya Ayesha menolak untuk memakai riasan wajah, tetapi karena Novia terus saja mau mendandaninya di hari lamaran kakaknya itu, alhasil Ayesha menuruti semua kemauan adiknya yang sedang hamil ini. Soal Novia, gadis itu sedang hamil sekarang. Kini usia kandungannya memasuki minggu ketiga.

"Subhanallah, Kak Acha cantik sekali hari ini," puji Novia.

"Makasih banyak, Vi, kamu juga enggak kalah cantik kok."

"Kak, Novia bakal selalu ngedoain Kakak supaya pernikahan Kakak berjalan dengan lancar."

"Amin, makasih banyak, Vi."

Tidak lama kemudian, suara ketukan pintu kamar Ayesha terdengar, hingga menampakkan seorang wanita paruh baya berjilbab longgar, sambil tersenyum ke arah kedua putrinya.

"Masyaallah, anak Ummi cantik sekali hari ini," ucap Ummi Ayu menatap ke arah Ayesha yang sedang tersenyum.

"Terima kasih, Ummi. Ummi juga enggak kalah cantik kok, hehe," ucap Ayesha sambil tersenyum lebar. Ayu hanya terkekeh mendengar penuturan putrinya itu. Ayesha memang bisa saja memuji dirinya.

"Ummi mau bicara sama Acha, boleh 'kan, Sayang?"

"Silakan, Ummi, mau bicara apa?" tanya Ayesha yang kemudian mulai beranjak ke arah pinggir kasurnya.

"Sayang, hari ini adalah hari lamaran Acha, jadi Ummi harap, hari ini adalah puncak kebahagiaan buat putri sulung Ummi."

"Ummi mau bertanya, apa kamu bahagia dengan menerima perjodohan ini, Sayang? Soalnya Ummi ragu, secara Acha belum pernah bertemu dengan calon suami Acha itu," kata Ayu sambil memegang kedua pundak Ayesha. Dia ingin tahu alasan putrinya langsung menerima perjodohan dadakan ini. Ayu tidak ingin Ayesha melakukan ini karena terpaksa, yang akan berujung fatal bagi pernikahannya nanti.

"Ummi tahu kenapa Acha nerima perjodohan ini? Jujur saja, Mi, Ayesha merasa yakin dengan lelaki itu. Acha rasa, kalau dialah jodoh terbaik yang Allah kirimkan kepada Acha. Insyaallah, Ayesha menerima perjodohan ini bukan karena Acha terpaksa, tapi karena Acha yakin kalau dialah imam untuk Acha yang telah menjemput Acha."

Ayu yang mendengar penuturan putrinya itu merasa begitu terharu. Ayesha, putri sulungnya ini memang selalu membuat hatinya menghangat setiap mendengar kata-kata dari mulutnya.

"Sayang, kalau begitu Ummi bersyukur karena kamu tidak terpaksa menerima perjodohan ini. Satu pesan Ummi, jika Acha sudah jadi seorang istri nanti, Acha harus berbakti kepada suami ya, Sayang...Karena surga Acha sudah berpindah pada dia, bukan sama  Ummi lagi. Patuhi apa yang dikatakan dia, sayangi dan cintai suamimu itu. Ummi harap,Acha bisa menjadi seorang istri yang saliha buat suami Acha ya, Sayang."

Mata Ayesha berkaca-kaca, kemudian langsung memeluk  Ayu dengan erat. Baginya,  Ayu adalah pelita di hidupnya. Ayu adalah malaikat tak bersayap, yang selalu ada untuknya. Ribuan rasa syukur terus saja Ayesha ucapkan berlipat-lipat di dalam hati, karena Allah telah memberikan nikmat tiada tara untuknya.

"Terima kasih, Ummi. Ayesha sayang Ummi."

"Ummi juga sayang," balas Ayu.

Novia yang tadi berdiri menyaksikan sebagai pendengar dari keduanya, kini dia pun beranjak ke arah Ayu, sambil memeluk umminya itu. Terharu, itulah yang dirasakan oleh ketiga wanita ini.

Untukmu Ayesha [Terbit]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora