09 - Omelan Falila

12.2K 2.3K 143
                                    

Falila baru saja selesai menemani mama dan papanya bersantai di ruang keluarga. Kabiru yang mengaku mengantuk, sudah lebih dulu kabur ke kamarnya setelah makan malam.

Malam minggu seperti ini memang terlihat menyedihkan untuk Falila dan Kabiru yang tidak memiliki pasangan. Meski sebenarnya mereka tidak pernah bermasalah ketika harus berdiam di rumah bersama keluarga saat akhir minggu, terutama Kabiru yang lebih bahagia bersembunyi di kamarnya sepanjang hari libur.

Rama dan Amelia juga tidak pernah terganggu ketika anak-anak lebih betah di rumah, meski pada usia mereka saat ini harusnya keduanya lebih beradaptasi di luar demi kepentingan pergaulan.

Efek dari anak-anak yang merantau cukup lama, membuat Rama dan Amelia senang ketika bisa berkumpul kembali meski tanpa Jared dan keluarga kecilnya. Toh Jared dan keluarganya sudah puas bermanja kepada mereka selama Falila dan Kabiru pergi kuliah. Sekarang saatnya bagi kedua anak mereka yang lain untuk dimanjakan dan diperhatikan lagi.

Ketika Falila memasuki kamar, dia langsung mengernyit tidak suka saat melihat Kabiru ada di atas tempat tidurnya. Pria itu hampir dikatakan mengacak tempat tidur Falila akibat terlalu asyik bermain game di ponselnya.

"Ngapain sih lo di sini? Keluar, gih!" usir Falila, berusaha menarik salah satu kaki Kabiru yang sedang berbaring tengkurap, membelakanginya.

Kabiru tidak bergerak. Suara berisik dari game di ponsel menandakan kalau pria itu masih asyik dengan dunianya.

"Biru!" seru Falila, mulai kesal. "Di kamar lo sendiri, kenapa, sih?! Jadi berantakan gini kasur gue!"

Kabiru masih cuek. Namun, ketika Falila mengambil sebuah pulpen dan menggunakan ujung tutupnya untuk dituliskan pada salah satu telapak kaki Kabiru, pria itu langsung berseru kegelian dan segera bangkit untuk duduk.

"Rese banget sih, La!"

"Siapa suruh lo masuk kamar orang sembarangan?!"

"Emang lo orang?" tanya Kabiru, sudah kembali santai. Dia bersila di atas tempat tidur dan kembali memainkan ponsel.

"Hahaha! Joke bocah!" Falila berpura-pura tertawa yang dilebih-lebihkan. Wajahnya bahkan terlihat malas. "Udah, sana! Balik ke kamar lo sendiri! Gue mau kerja."

"Kerja apaan? Ngetik khayalan doang," celetuk Kabiru.

"Biarin! Yang penting berkarya dan bisa menghasilkan duit pakai usaha sendiri."

"Berapa duit sih yang lo dapet dari royalti nyetak buku? Best seller juga enggak. Buat beli satu lipstik lo aja pasti harus nunggu puluhan buku terjual dulu, kan. Sedih banget," hina Kabiru, terdengar sangat santai menyuarakan fakta yang dia ketahui sejak lama.

Falila berdesis kesal. Sejauh ini, memang hanya Kabiru yang mampu memancing kekesalannya dengan sukses. Bersama Kabiru juga Falila tidak akan menahan diri. Dia yang tadinya sudah duduk di kursi kerja, segera bangkit dan bergerak cepat mengambil bantal untuk dipukulkan kepada adiknya.

Kabiru sudah hafal kelakuan Falila. Dia bahkan masih santai saja ketika bisa melihat Falila mengayunkan bantal ke badannya. Sekali, dia biarkan. Mendekati pukulan kedua, dengan mudah dia mencekal tangan kakaknya hingga terhenti.

Falila berseru dan berteriak kesal sambil berusaha kembali menggerakkan tangannya untuk memukuli Kabiru. Pertengkaran seperti ini sudah biasa terjadi sejak mereka anak-anak. Sangat normal, bahkan di usia mereka saat ini. Jadi pastilah Amelia dan Rama tidak akan ambil pusing, kalaupun dapat mendengarnya.

"Diem, ah! Capek!" keluh Kabiru, menarik paksa bantal di tangan Falila dan melempar asal ke lantai. "Lihat ini, terus jelasin. Baru gue keluar."

Falila terengah akibat lelah, tapi langsung merebut ponsel Kabiru dari sodoran pria itu. Sambil sesekali menatap kesal kepada adiknya, dia mencoba fokus terhadap apa yang harus dia lihat.

FALILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang