12 - Mengharapkan Falila

12.9K 2.1K 86
                                    

Haditya memang mengakui kalau sedang mengharapkan Falila, tapi tidak ingin terlalu membicarakan secara rinci di depan teman-temannya. Dia senang ketika mendapati Kabiru juga sepemikiran dengannya. Topik terkait Falila terhenti sampai di mana fakta kalau Haditya ditolak oleh wanita itu.

Haditya juga tetap menolak diajak berkenalan dengan teman istri Wira. Dia memang tidak dalam kondisi terdesak untuk mencari pasangan, jadi tidak terlalu ambil pusing kalaupun tetap harus sendiri. Apalagi dia belum jenuh menyebut nama Falila dalam list doanya kepada Tuhan.

Pertemuan mereka cukup lama hingga lewat tengah malam. Rafael yang pulang lebih dulu digantikan Alex dan Nando yang merupakan teman-teman Kabiru. Haditya dan Kabiru menjadi yang terakhir meninggalkan kafe milik Alex. Keduanya berjalan santai menuju parkiran sambil berbincang ringan.

"Jangan diladenin, ya."

"Apa?" tanya Haditya, tidak mengerti dengan larangan Kabiru. Dia ikut berhenti di dekat mobil pria itu. Kabiru tampak membuang napas kasar, lalu tersenyum kecut kepadanya.

"Si Lila," ujar Kabiru, memperjelas apa maksudnya. "Kalau dia mancing-mancing, jangan diladenin. Takutnya dia iseng aja."

Haditya sempat berpikir sejenak sebelum akhirnya tertawa ringan. "Dicemberutin dia aja, gue suka. Apalagi diisengin." Dia semakin tertawa ketika melihat raut jijik Kabiru ketika mendengar sahutannya tadi.

"Sumpah, lo jadi aneh sejak kenalan sama Lila," gumam Kabiru, menatap Haditya dengan tatapan heran dan tidak menyangka atas perkataan cheesy pria itu yang sungguh langka terdengar dari mulutnya.

"Mungkin karena gue jatuh cinta beneran," ujar Haditya dengan nada ringan yang terdengar tidak serius, meski sebenarnya itu adalah kejujuran yang sedang dia rasakan.

"Jangan deh, Mas," keluh Kabiru, tampak mulai frustrasi. "Lupain aja Lila. Cari yang lebih cocok sama lo."

"Loh, emang gue sama dia nggak cocok?" tanya Haditya, pura-pura merasa tersinggung meski tersenyum geli. "Gue nggak bisa lanjut maju cuma karena terhalang penolakan dia. Sisanya nggak ada masalah, kan? Gue yakin udah memenuhi level yang dia dan orang tua lo mau."

Haditya semakin merasa lucu melihat Kabiru berdecak kesal seperti sedang pusing sendiri. "Lo juga nggak gitu-gitu amat nolak keberadaan gue sebagai pelamar mbak lo," singgung Haditya, mengingatkan Kabiru yang terlihat bersikap lebih lunak padanya dibandingkan kepada para pria lain yang mendekati Falila.

"Sejujurnya, gue lebih mikirin nasib lo, Mas. Lo mungkin akan mikir-mikir lagi kalau tahu gimana aslinya mbak gue," ucap Kabiru, terdengar enggan mengatakannya tapi tetap harus disampaikan.

"Masalah dia hampir bunuh orang?"

Raut kaget Kabiru tidak membuat Haditya terganggu. Dia tersenyum tenang dengan kedua tangan berada di dalam saku celana jeans-nya. Lampu halaman kafe masih terang benderang karena Alex dan pegawainya masih berada di kafe, hingga memudahkan Haditya saling berhadapan dengan Kabiru.

"Kenapa? Beneran gitu, ya?" tanya Haditya lagi dengan nada biasa.

Tatapan Kabiru sudah berubah, tampak memperhitungkan. Topik yang ditanyakan Haditya memancing kewaspadaannya.

"Nggak, gue nggak tahu apa-apa. Falila cuma bilang sekilas ke gue, masalah dia yang pernah hampir bunuh orang. Dia jadikan itu sebagai alasan buat bikin gue mundur. Benar atau enggak ceritanya, gue nggak tahu," ungkap Haditya, menjelaskan kenapa dia bisa mempertanyakan hal tersebut.

"Kalau ternyata benar?"

Pertanyaan tantangan dari Kabiru membuat Haditya melebarkan senyum santainya. "Dulu, kan? Sekarang pasti nggak akan dia ulangin lagi. Lagian, kata hampir mengindikasikan kalau nggak ada yang benar-benar terbunuh dalam arti sebenarnya."

FALILAWhere stories live. Discover now