16 - Kebohongan Falila

10K 2.3K 201
                                    

Setelah berpisah dengan Raisa, Falila tidak menunggu waktu lama untuk mengurus apa yang telah diperbuat Ervin dengan melibatkan dirinya.

Falila langsung meminta kontak Ervin kepada Tante Sinta. Falila tahu kalau Tante Sinta bukan tipe yang suka mengurusi masalah orang lain. Ketika Falila berkata ada urusan mendesak dan itu bukan terkait masalah perjodohan, Tante Sinta tidak banyak bertanya dan berjanji tidak memberi tahu Nenek Winda sesuai permintaan Falila.

Falila menunggu kiriman kontak dengan sabar di dalam mobil yang masih terparkir. Urusan dengan Ervin tidak boleh dibawa sampai ke rumah. Dia ingin mengurusnya sendiri, demi menghindari munculnya kekhawatiran dari pihak keluarga, terutama Kabiru yang pasti akan marah kalau sampai tahu Falila menghubungi Ervin.

Falila tidak sudi kalau harus bertemu Ervin lagi. Dia tidak ingin lagi bertatap muka dengan pria itu, maka jalur telepon mungkin bisa jadi pilihan awal. Kalaupun tidak berhasil, dia masih bisa mencari solusi lain.

"Halo?"

"Saya Falila," ujar Falila, tidak ingin bertele-tele.

"Iya, aku tahu ini nomor kamu, La. Kamu—"

"Tolong hapus foto saya yang Dokter posting di akun Instagram Dokter," pinta Falila langsung, enggan mendengar basa-basi Ervin.

Ervin diam selama beberapa saat, sebelum menyahut dengan nada lembut, "Kenapa harus dihapus?"

Falila tersenyum sinis, walau tahu Ervin tidak bisa melihatnya. "Mengambil foto orang secara diam-diam, apa Dokter tidak pernah belajar sopan santun dan mengenal privasi?"

"Kalau misal aku minta izin, bakal kamu bolehin?"

Tampaknya Ervin sedang ingin mengajak Falila bermain-main. Mungkin pria itu pikir lucu dan menantang, padahal Falila lelah mendengarnya.

"Apa saya harus minta adik dan kakak saya agar bicara dengan Dokter?" balas Falila, bersuara tenang.

Terdengar kekehan pelan dari seberang saluran. "Sudah aku bilang, aku nggak masalah kalau harus berhadapan dengan mereka. Mungkin lebih baik begitu, biar mereka segera mengetahui apa maksud hatiku."

Falila mengetatkan katupan kedua rahangnya, mulai geram. "Kalau dengan tunangan Dokter, bagaimana? Apa sudah bicara dengan dia?"

Ervin kembali terdiam, sebelum mengembuskan napas panjang. "Aku senang ternyata kamu mencari tahu tentang aku, La. Tapi aku kurang senang kalau kamu cuma mengetahui hanya sepotong dan bukan dari mulutku. Kita perlu bertemu lagi. Masih banyak yang mau aku sampaikan ke kamu."

"Saya tidak ingin lagi bertemu Dokter, saya pikir Dokter paham hal itu sejak pertemuan terakhir," tolak Falila, terang-terangan.

"Dia pilihan Mama, La. Aku nggak bisa sama dia," ucap Ervin, terdengar putus asa.

"Bukan urusan saya. Saya cuma minta, hapus foto saya dan jangan libatkan saya dalam hidup Dokter lagi!" tegas Falila dengan suara dingin.

"Demi Tuhan! Tolong beri aku kesempatan satu kali lagi, Lila. Aku cuma perlu izin kamu untuk berjuang!" Ervin sudah terdengar memohon dengan sangat.

"Tapi aku nggak lagi punya keingingan untuk berurusan sama kamu, harusnya kamu paham apa maksudnya. Apa perlu aku bilang dengan jelas?!" ucap Falila, mulai hilang kesabaran. Panggilan formalnya terlupakan akibat terlalu emosi dan ingin cepat menyelesaikan urusan dengan pria di seberang saluran.

"Lila, please. Coba kamu—"

"Aku nggak mencintai kamu lagi, Ervin. Semua perasaan itu mulai menghilang, saat aku harus melihat orang tuaku menangis karena kekacauan yang aku buat di masa lalu. Aku pernah hancur, Vin," lirih Falila, menahan tangis dan emosi ketika teringat kesedihan keluarganya, terutama sang mama. "Dan keluarganya ikut merasakan kehancuran itu. Semua itu terjadi karena aku terlalu naif dan bodoh. Terlalu percaya kalau kamu akan terus di samping aku!"

FALILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang