Chapter 41

379 75 12
                                    

Oria POV

Habis dari toko jam, Fuku lanjut kencan ke toko baju mahal. Pastinya untuk membelanjakan pacar barunya. Tolya masih jadi pengecut, menguntit sambil menggerutu tanpa menunjukkan dirinya.

Aku sudah mulai bosan melihat perkembangan selambat siput ini. Hakon juga sudah tak peduli. Dia asyik menyisir buluku sekarang. Duduk bersantai kayak bos di langit-langit toko. Tak jelas untuk apalagi menguntit mereka.

"Aku ke kamar kecil dulu ya, kamu pilih saja mau yang mana." Pas sekali, Fuku akhirnya terpisah pada pacar jahatnya itu. Kujentikkan jariku, menggunakan kekuatan angin siluman untuk menggerakkan mereka.

Kudorong Tolya yang dari tadi sembunyi di belakang gantungan baju hingga keluar dari tempat persembunyiannya. Sedangkan Fuku kutiup kakinya agar hilang keseimbangan, jatuh ke arah belakang tepat mengenai dada Tolya.

Brak!

Suara tabrakan terdengar cukup keras, membuat kedua orang itu akhirnya saling menyadari keberadaan masing-masing. Fuku ternganga, terus menutup mulutnya dengan tangan. Diam sambil lirik-lirik gelisah tak ada suasana malu-malu gumpalan bulu kayak biasanya.

"Kau baik-baik saja?" Si Tolya malah sok keren. Pasang senyum palsu, bertingkah jual mahal seakan memang tak sengaja bertemu di sini.

Fuku mengangguk. Lalu berbalik arah berniat kabur ke toilet. Kutiup lagi badannya, kali ini pakai angin sedikit kencang hingga seluruh tubuhnya goyah. Ditangkap lagi deh sama Tolya. Balik ke adegan tadi, saling tatap dalam diam seakan dunia milik berdua.

"Hati-hati. Kok bisa jatuh sampai dua kali." Tolya sok menasihati. Namun, suaranya itu malah berefek sebaliknya. Fuku segera melepaskan diri, mundur beberapa langkah darinya.

"Aku tak sengaja! Bukannya ingin cari kesempatan mendekati Senior!" Si bego Fuku sudah berani melawan Tolya. Dia menatap mata Tolya secara langsung, menunjukkan sorot mata begitu tegas hingga aku tercengang sendiri.

"Fuku berubah! Kenapa bisa?" seruku, menunjukkan ke arah mereka.

Tanganku diturunkan oleh Hakon, dipencet-pencet bikin kesal. Dia bilang, "Tentu saja berubah. Sifat dan hati memiliki kaitan yang sangat erat." Omongannya lebih ngeselin lagi. Sama sekali tak bisa kupahami.

"Kau sendiri, dari tadi memainkan anginmu terus. Kenapa terburu-buru? Biarkan saja mereka berjalan perlahan." Ternyata Hakon sadar aku pakai kekuatan siluman untuk mempertemukan mereka. Kirain matanya sudah buat akan pesona keimutanku.

"Aku lagi kerja serius. Kau diam saja." Kugoyang-goyangkan tapak kakiku yang imut, mengingatkan Hakon kalau aku juga bisa jadi rubah comblang yang baik dan benar.

"Oh ... jadi sekarang kau sudah berani melawan padaku?" Hakon jahat padaku. Lagi serius kerja malah diancam. Pantatku dilecehkan, diremas-remas tangan laknat itu sementara wajahnya memamerkan senyum lembut bak seorang maniak berlapis topeng dermawan.

"Nggak berani kok." Aku menggelengkan kepalaku sekuat tenaga. Akhir-akhir pendekatan Hakon makin jadi. Segala sosokku diembat. Nggak kayak dulu, hanya mendekat kalau aku bersosok arwah.

Seluruh mukaku basah oleh keringat dingin. Terlalu terintimidasi pada siluman rubah satu ini sampai tak bisa konsentrasi mengawasi ToFu. Hakon masih saja senyum-senyum licik, memelukku erat-erat.

"Kalau begitu lihatlah ke bawah. Untuk apa melihat ekormu terus? Tak akan putus kok." Aku menelan ludah. Ekorku tak putus, tapi acak-acakan diremas Hakon. Dasar rubah busuk!

Ugh, tapi aku tak bisa melawan. Hanya bisa mengalihkan pikiran kembali pada ToFu. Anggap saja masih disisirkan. Iya, ini saatnya perawatan bulu sambil mengintip.

What Does Fox Want 2 [END]Where stories live. Discover now