Chapter 45

405 75 15
                                    

Oria POV

Gara-gara terlalu emosi, kakiku jalan sendiri ke rumah Tolya. Padahal dia mah tinggal di asrama. Rasanya jadi berasa bego sendiri, marah tak jelas nggak tahu apa yang sebenarnya ingin aku lakukan.

Sekarang aku malah mematung di depan rumah Tolya, seakan minta disergap oleh gadis gulali. Dan lagi, ada yang lebih mengejutkan di sini. Orang yang membukakan pintu merupakan seseorang yang sangat familier. Wajah tua yang dipenuhi keriput dan kelembutan hati membuatku merasa tenang. Senyumannya yang ramah mengingatkan akan rasa rindu.

Semua perasaan saat masih menjadi manusia ini bertumpuk, meledak-ledak tak terkontrol. "Ya ampun ... tak kusangka masih bisa melihat sosok manusiamu, Oria." Suara itu ... suara orang yang menyelamatkanku saat dilempar ke masa lalu oleh Anko.

"Nenek! Huuueeeee!" Refleks aku berhamburan ke dalam pelukannya, melepas rasa rindu dari sisa perasaanku saat menjadi manusia.

"Kenapa menangis? Hakon menindasmu?" Hangatnya pelukan Nenek membuatku sadar bila dia punya fisik manusia. Ini adalah dirinya di masa ini. Sosok inkarnasi pasangan Hakon yang sebenarnya, tapi kenapa beliau masih punya ingatan tentang kami?

"Nenek ingat cucumu yang imut ini? Kekuatan siluman Nenek masih ada?" Aku terisak-isak, ingusan seperti bocah jorok yang manja.

"Tentu saja ingat. Bagaimana bisa aku melupakan cucu berhati lembut yang bersedia menggantikan posisiku." Tak peduli seberapa banyak kata-kata hiburan dari Nenek, air mataku tak bisa berhenti mengalir. Keluarga yang kupikir tak akan pernah kembali, kini berdiri di hadapanku. Memiliki fisik, ingatan dan kehangatan.

"Hakon jahat padaku! Setiap hari aku ditipu-tipu, dimesumi dan dibodoh-bodohi! Padahal aku sangat lucu, tapi gumpalan bulu itu selalu nggak puas." Aku sendiri nggak tahu apa yang sebenarnya kulakukan. Semua yang keluar dari mulutku hanyalah keluhan dan aduan.

"Ternyata begitu, Hakon tidak berubah sama sekali." Nenek tersenyum meneduhkan, bernostalgia pada masa dirinya masih gumpalan bulu.

"Maksud Nenek tetap licik dan busuk?"

"Jangan jahat begitu, Oria. Hakon hanya ingin menunjukkan rasa sayangnya padamu."

"Huh, ternyata Nenek juga membela Hakon."

Kami masih berdiri di depan pintu, membicarakan banyak hal seakan tak ada lagi lain waktu. Tawa Nenek begitu lepas, terlihat begitu bahagia menikmati masa hidupnya sebagai manusia. Setidaknya itu membuatku merasa lega. Mengetahui bila bukan hanya aku yang tidak menyesal bertukar posisi.

Kemudian, Nenek membawaku masuk ke dalam rumah. Dikasih makan kue dan buah yang sedap. Saat itulah, aku baru sadar. Foto keluarga yang terpajang di rumah ini menjelaskan segalanya. Nenek berinkarnasi menjadi ibu Tolya dan gadis gulali.

"Sudah tenang, Oria?" Aku mengangguk, mengusap wajahku dengan tisu untuk membersihkan sisa-sisa drama cengeng barusan.

Meskipun sudah lama kami tak bertemu, perasaan bila kami selalu dekat membuat suasana menjadi nyaman. Mungkin karena kekuatan Nenek berada di dalam tubuhku, membuatku merasa bila kami selalu dekat.

"Lalu bagaimana kabar kalian? Kenapa bermain di dunia manusia?"

"Dipaksa Sasage bayar karma," jawabku sambil makan.

Nenek memasang ekspresi sendu hanya dengan mendengar nama Sasage. Sepertinya hubungan beliau dengan bos tukang liburan itu lumayan baik. Rasanya agak iri. Soalnya hanya aku seorang yang selalu ditindas.

"Kalau tahu Nenek inkarnasi membawa kekuatan dan ingatan gumpalan bulu, aku akan selalu datang mencari Nenek."

"Ini terakhir kalinya, Oria."

What Does Fox Want 2 [END]Where stories live. Discover now