3

96 25 28
                                    

"Tungguin dong, lo jalan cepat amat, kayak orang ditagih utang," gerutu Laksa mempercepat langkahnya.

Airin tak menghiraukan gerutuan Laksa, langkahnya tak juga melambat, malah tungkainya sengaja ia jalankan lebih cepat.

"Airin! Lo pakai sepatu roda ya?!" tudingan Laksa mampu menarik perhatian penghuni kelas yang ia lewati.

"Woi, berisik!" desis Abi mengeluarkan kepalanya lewat jendela.

"Eh elo, Bi. Maaf deh, lagian itu cewek lari mulu," keluh Laksa sembari menunjuk posisi Airin yang terakhir kali ia lihat.

Abi tak mengikuti arah jari telunjuk Laksa, celah jendela kelasnya sangat sempit, tak memudahkan kepalanya bergerak bebas. "Tinggal kejarlah, gitu aja kok repot."

"Masalahnya dia enggak mau dikejar, Bi."

"Ya udah enggak usah dikejar, ribet banget dah lo kayak cewek," ucap Abi berusaha mengeluarkan kepalanya dari celah jendela.

"Abi," panggil seseorang yang mampu membuat Laksa lari terbirit-birit meninggalkan Abi yang kepalanya masih tersangkut di celah jendela.

"Eh lo mau ke mana, Lak. Bantuin gua dulu ngeluarin nih kepala!" teriak Abi.

Kenzo melirik guru mata pelajaran Matematika yang berada di samping mejanya, ia tersenyum tipis lalu bangkit dari duduknya. Kaki Kenzo melangkah keluar kelas dengan segera, saat dirinya sampai di jendela yang membuat kepala Abi tersangkut, ia hanya mendecak kesal.

Salah satu tangan Kenzo menundukkan kepala Abi semakin dalam, lalu tangan satunya menggerakkan jendela tersebut ke arahnya, setelah kepala Abi tak lagi tersangkut, Kenzo menutup jendela tersebut dari luar.

"Punya sahabat kok tampang pintar aslinya goblok," keluh Kenzo saat berjalan kembali ke dalam kelasnya.

***

Airin sudah memilih buku yang sesuai dengan materi yang akan dijelaskan di pertemuan selanjutnya. Gadis itu memilih duduk di meja yang tak mencolok dari pintu masuk, tetapi mendapatkan sinar pencahayaan yang cukup.

"Rin, enggak di sana aja?" tanya Laksa dengan suara pelan.

Airin tak menghiraukan pertanyaan Laksa, ia tetap duduk di tempat yang ia pilih dengan tenang.

"Hadeh, susah deh ngomong sama elo," cebik Laksa yang akhirnya duduk juga di bangku yang berada di seberang Airin.

Bibir Airin masih bungkam, telinganya sengaja tak ia pergunakan, sosok Laksa sungguh menyebalkan di mata Airin. Otaknya memang pintar, tapi mulutnya yang tak bisa bungkam, pribadi yang sok kecakepan ditambah banyak gaya, membuat Airin mual.

"Rin? Elo enggak capek? Biar gantian gua yang ngerangkum," ujar Laksa setelah hampir setengah jam Airin merangkum.

Airin menghela napasnya lelah. "Udah selesai," ujar Airin, tangannya menutup buku yang ia pakai.

Setelah merapikan buku dan alat menulisnya, Airin melangkah menuju rak buku, tempat ia meminjam buku yang barusan Airin pakai, Airin kembali ke kelas, meninggalkan Laksa yang jengkel sendiri.

***

"Rin, lo enggak lapar? Kantin bareng mau enggak?" tanya Laksa saat Airin sudah mengenakan sepatu hitamnya.

"Masih kenyang, gua mau ke toilet. Lo sendiri aja," ujar Airin langsung meninggalkan Laksa yang masih menenteng sepasang sepatu hitam yang belum membungkus kedua kakinya.

Airin tak berniat ke toilet, tetapi ia tak ingin ke kantin. Tempat itu sangat terkutuk bagi spesies seperti Airin, bisa saja dirinya pingsan di tempat ramai seperti kantin karena disentuh.

Langkahnya memelan kala melewati kelas Sakura. Dahinya mengerut bingung mendengar suara meja yang begeser berbarengan dengan suara benda berjatuhan, mencium dinginnya lantai sekolah.

"Lo tuh ada hubungan apa sama Kenzo?!"

Kedua mata Airin memicing saat ia melihat Sakura yang duduk bersimpuh, rambutnya berantakan, sepertinya gadis itu baru saja dijambak.

Cewek yang membentak Sakura itu mendorong kepala Sakura menggunakan jari telunjuknya. "Kalau ditanya itu jawab, Bodoh!"

Sakura masih bungkam, Airin melihat ke sekitar, tak ada satu pun teman kelas Sakura yang berniat untuk menolong adiknya itu.

"Gagu ya lo?!" Catlyn menjambak keras rambut Sakura, membuat gadis itu memekik kesakitan.

"Lo di sini rupanya," ucap Laksa yang tiba-tiba berada di belakang Airin, mengikuti arah pandang gadis itu.

Dahi Laksa mengernyit tak suka saat melihat Sakura yang ditampar, bahkan Airin menutup matanya rapat-rapat. Airin ingin sekali membantu, tetapi dirinya tak mungkin membantu Sakura saat kondisinya seperti ini.

"Enggak nyangka punya adik kelas gobloknya murni," maki Laksa, tungkainya berjalan cepat memasuki kelas Sakura.

"Temen sekelas dirundung tuh bantuin, bukannya dilihatin doang! Nyali lo semua udah pada putus apa, hah?!" teriak Laksa yang sudah membabi buta.

"Catlyn, masih jadi adik kelas aja belagu. Orang kayak lo itu pengecut, beraninya main keroyokan sama antek-antek lo," ujar Laksa membantu Sakura berdiri.

Catlyn dan teman-temannya diam, tak berani membuka mulutnya barang sepatah kata pun.

Laksa tersenyum miring. "Enggak kakaknya, enggak adiknya, sama-sama buat ulah dan enggak tahu malu. Ajaran Sasha ke elo tuh enggak bener, kalau sampai lo ngikutin jejak kakak lo itu, kasus ini bisa gua bocorin ke guru. Lo tahu kan gua anak kesayangan guru?" ancam Laksa, cowok itu tak peduli lagi gender lawannya saat ini. Ia tak peduli dicap banci jika melawan cewek, yang terpenting korban perundungan yang saat ini ia selamatkan bisa lepas dari jeratan Catlyn.

***

Don't Touch✅Where stories live. Discover now