Janisa

3K 294 135
                                    

Pagi itu, aku sedang duduk di pelatarang Gedung C sendirian sambil mengecek aplikasi prakiraan cuaca.

Hari ini cerah.

Aku tersenyum penuh arti saat mengetahui informasi tersebut.

Hujan tidak datang hari ini.

Setelah menutup aplikasi tersebut dari hapeku, aku terigat soal hape ini.

Hape yang sangat canggih dan modern yang dibelikan untukku dari Papa dan Mamanya Daren.

Aku sudah pernah bilang 'kan? Bahwa Papa dan Mama sangatlah baik.

Mereka membelikanku mobil, hape, semua peralatan memasak, baju, sepatu, tas dan kebutuhanku lainnya sesaat setelah aku menikah dengan Daren.

Mereka mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya karena aku memaafkan Darena karena kecelakaan itu sekaligus setuju untuk menikah dengan Daren.

Well.. alasan aku setuju untuk menikah dengan Daren karena aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.

Hanya Daren alasanku untuk bertahan hidup walaupun dia yang menyebabkan Ibuku meninggal.

Sudah pernah kubilang bukan, bahwa hatiku sudah mati rasa.

Aku bahkan tidak merasakan dendam apapun terhadap Daren. Cinta pun tidak. Daren hanya menjadi alasanku untuk bertahan hidup karena sekarang hanya dia yang kupunya di dunia ini.

Lamunanku buyar saat melihat Daren, yang berada di ujung sana, berjalan bersama Selina, mantannya.

Yup. Papa dan Mama Daren juga berterima kasih kepadaku karena mau menikah dengan Daren yang membuat Daren juga putus dengan Selina, kekasihnya dulu.

Sedikit yang aku tau, Seline ternyata membawa pengaruh buruk bagi Daren atau bisa dibilang, hubungan Daren dan Selina memang sudah sangat toxic.

Papa dan Mama Daren sangat tidak menyukai Selina entah karena apa.

Aku... sebenarnya tidak peduli apakah Daren masih menjalin hubungan Selina atau tidak karena itu hidupnya. Biarkan dia bertingkah semaunya.

Daren dan Selina berjalan ke arah Gedung C, dimana tempat aku berada.  

Saat melewatiku, Daren melirik sedikit ke arahku yang kubalas hanya dengan senyuman kecil.

Daren dan Selina sangatlah cocok bersama.

"Janisa!"

Aku merasa terpanggil dan saat menoleh, terlihat Markay sedang berjalan ke arahku.

"Udah ngerjain tugas Hukum Pemda?" Tanya Markay lalu duduk di sampingku.

"Udah kok," jawabku.

"Nomor 2 apa sih? Gua bingung beneran deh. Ambigu pertanyaannya,"

Aku lalu mengambil tersebut di dalam tas dan mencari jawaban yang ditanyakan oleh Markay.

"Pertama, lo liat dulu Undang-Undangnya terus tinggal di cocokin aja," kataku menjelaskan.

Markay kemudian mengangguk lalu tersenyum cerah.

"Ah iya! Bener juga! Thank you, Sa!" Katanya berterima kasih. Aku hanya tersenyum menanggapi.

Namun, senyumku memudar saat mataku kembali menangkap wajah Daren yang sedang menatap ke arahku dengan tatapan dingin di kursi sana.

Aku menunduk dan mengerti.

Daren pernah berbicara denganku saat hari pertama aku berkuliah. Daren bilang bahwa, aku tidak boleh memiliki banyak teman karena nantinya teman-temanku akan mengetahui bahwa aku sudah menikah dengan Daren.

Married by Accident ✔️Where stories live. Discover now