Sore

2.3K 186 106
                                    

"Mama sampai menangis bahagia mendengarnya! Yaampun! Dijaga baik-baik yaa kehamilannya! Mama sama Papa bakalan datang kesana minggu depan!"

"Daren! Jagain Janisa! Jangan bikin Janisa kelelahan karena ngeladenin kamu!"

"Iyaa Ma, Pa. Daren jagain Janisa kok,"

Pagi itu, Daren sedang bersandar di ranjang dengan aku yang ada di depannya, dipangku dengan tangan Daren yang melingkar di perutku dan kepalanya bersandar di ceruk leherku.  Daren memelukku dari belakang dengan diriku yang memegang hape yang sengaja aku loudspeaker.

Kami sedang memberitahu Papa dan Mama soal kehamilanku dan bisa ditebak, Papa dan Mama sangat senang dan juga khawatir. Telfonnya yang tadinya kami kira akan sebentar, berubah menjadi lama dengan ocehan mereka.

"Daren beneran loh! Jagain Janisa! Jangan sampai dia kecapekan, jangan angkat berat-berat dulu! Jangan makan aneh-aneh!"

Terdengar suara Mama dari ujung telfon sana.

Daren menghela nafas mendengarnya, "Iya, Ma. Selama ini Daren juga jagain Janisa kok. Gak mungkin Daren biarin Janisa makan aneh-aneh," ujar Daren.

"Awas ya kamu! Kalo Janisa sampai kenapa-kenapa, Mama salahin kamu pokoknya!"

"Iyaaaaa, Ma. Udah dulu ya, Janisa sama aku belum sarapan,"

"Loh kok belum sarapan sih?! Sana cepet sarapan!"

"Yakan daritadi Mama ngomongnya gak selesai-selesai,"

"Kamu tuh ya Daren! Yaudah, Janisa sayang, dijaga ya kehamilannya. Makan buah-buah dan sayuran yang banyak. Papa dan Mama sayang kamu. Bye sayang!"

Setelah itu, telfon dimatikan sepihak oleh Mama dan Papa.

Daren lalu menaruh hapenya di nakas yang berada di sebelah ranjang dan mengeratkan pelukannya kepadaku.

"Mama sama Papa sayang banget sama kamu. Kenapa ya?" Tanya Daren yang kepalanya masih betah di ceruk leherku.

"Gak tau..? Mungkin, karena aku menantunya?" Responku bingung.

"Mereka lebih sayang sama kamu dibanding sama aku. Tapi, gak papa. Aku juga lebih sayang sama kamu dibanding sama diri aku sendiri," ujar Daren lagi.

Aku mengerutkan kening, "Maksudnya?" Tanyaku bingung.

Daren hanya tersenyum sambil memandangku, "Sarapan yuk?" Ajak Daren sambil mengajakku turun dari ranjang.

Aku yang masih bingung dengan kata-kata Daren hanya bisa mengikuti Daren dari belakang.

Kandunganku sudah berusia 1 bulan. Iya, 1 bulan. Aku dan Daren sengaja untuk merahasiakannya dulu dari Mama dan Papa dan baru memberitahukannya sekarang.

Karena kandunganku sudah 1 bulan, morning sickness juga mulai menggangguku. Tidak parah, tapi aku mulai mual-mual pagi tadi. Karena aku yang mulai mual-mual, Daren panik dan akhirnya menelfon Mama untuk meminta solusi. Akhirnya, kami juga memberitahukan soal kehamilanku yang membuat Papa dan Mama gembira bukan main.

Tadinya, Daren ingin memberitau Papa dan Mama saat usia kehamilanku 3 bulan. Tetapi karena Daren panik, 1 bulan aja sudah ketauan sama Papa dan Mama.

Anyway, Daren menjadi semakin posesif karena kehamilanku. Daren tidak membiarkan aku untuk memasak, membereskan rumah, bahkan untuk kuliah, aku hanya berkuliah lewat daring atau online.

Bukan apa-apa, sebenarnya aku kuat untuk sekedar berkuliah namun, Daren juga sering meminta jatahnya yang mana membuat bagian leherku penuh tanda merah yang sangat lama hilangnya. Aku sudah berusaha menutupinya dengan concealer dan BB Cream, namun masih terlihat walaupun samar. Alhasil, aku memilih untuk mengikuti saran Daren yang menyuruhku untuk kuliah online.

Married by Accident ✔️Where stories live. Discover now