Brave

2.2K 236 100
                                    

Aku terbangun dengan kagetnya.

Tidurku nyenyak..?

Tanpa mimpi buruk atau tangisan malam hari.

Sampai akhirnya aku sadar, ada tangan yang melingkar di perutku. Dan juga lengan yang kujadikan bantal untuk kepalaku.

Daren tidur bersamaku. Memelukku semalaman.

Aku kemudian bangun dari tidurku untuk duduk.

Kepalaku sedikit pusing karena semalam menangis sampai tertidur.

Kurasakan di belakang, Daren juga terbangun dari tidurnya dan langsung memeluk.

Tangannya melingkari perutku dengan dagunya ditaruh dipundakku.

"Nyenyak tidurnya?" Tanya Daren dengan suara serak khas bangun tidur.

Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Mau tidur lagi?" Ajaknya.

Aku menggeleng pelan, "Enggak. Kepalaku pusing," ujarku.

Daren kemudian menaruh kepalaku untuk bersandar di dadanya.

Aku sedikit kaget dengan perlakuannya lalu sedikit berjengit.

"Sshhh gak papa. Aku cuma mau bikin kamu nyaman," ujarnya pelan.

Tangannya lalu memijit kepalaku dengan lembut.

"Bagian mana yang pusing?" Tanyanya.

"Sebelah kanan," jawabku.

Setelah itu, tangan Daren langsung memijat bagian kanan kepalaku.

"Kamu kalo ada apa-apa, bisa cerita sama aku. Jangan dipendem sendiri, jangan nangis sendiri," kata Daren sedikit berbisik.

Aku tidak menanggapinya, hanya terdiam sambil memejamkan mata, menikmati pijitannya yang lumayan membuat kepalaku membaik.

Berdamai dengan Daren sesekali tidak apa-apa 'kan?

Lagipula, dia sudah berbaik hati dengan menemani tidurku dalam beberapa hari ini.

Aku membuka mataku dan tersadar akan sesuatu.

Daren belum mengganti bajunya sedari tadi.

"Kamu belum ganti baju..." ujarku pelan.

Daren kemudian melihat dirinya sendiri yang masih mengenakan kemeja hitam dengan dasi dan juga celana kerjanya.

"I-iya.. aku pulang dari kantor langsung masuk ke kamar kamu.." katanya seperti seseorang yang baru saja tertangkap basah.

Aku kemudian bangun dari sandarannya.

"Ganti baju. Aku mau buat sarapan," kataku sambil turun dari ranjang.

Namun, Daren menahanku dengan cara mencekal tanganku.

"Bantuin aku," kata Daren dengan tatapan memohon.

Aku menoleh ke arahnya, "Bantuin apa?" Tanyaku.

Daren menggaruk lehernya, "Eng.. itu... Lepasin kancing.. kemeja?" Jawabnya tak yakin.

Oke.

Seketika, jantungku berdegub kencang.

Apa katanya? Melepaskan kancing mejanya?

Apa tidak salah?

Aku ingin sekali berkata, "Lepas saja sendiri!"

Tapi, ini perintah dari Daren, suamiku. Mau tidak mau, aku harus menurutinya.

Married by Accident ✔️Where stories live. Discover now