Pernikahan yang tidak didasari cinta, hanya dilaksanakan karena sebuah pertanggung jawaban.
Akankah pernikahan tersebut bertahan?
Atau..
Akan ada skenario lainnya yang tidak diduga?
Who knows?
Mari kita tanyakan kepada Daren dan Janisa.
🔞
Raka kemudian memeluk leherku dan bersandar di pundakku.
"Tapi, Ayah gak pernah pulang. Raka pengen ketemu. Pengen main sama Ayah. Kayak Raka main sama Om Markay," ujar Raka lesu.
Oke. Ini masalahnya.
Raka bahkan pernah menganggap bahwa Markay adalah Ayahnya karena Markay yang terlalu sering berkunjung ke rumah.
Bahkan, Raka pernah memanggil Markay dengan sebutan 'Ayah'.
Bisa kalian bayangkan betapa bingungnya diriku untuk menjelasknnya kepada Raka.
Aku mengelus punggung Raka dengan sayang.
"Ayah sebentar lagi pulang. Raka harus bersabar sebentar ya? Raka juga punya foto sama Ayah 'kan? Ayah sayang banget sama Raka. Bahkan, sayang Ayah lebih besar daripada sayang Om Markay," aku mencoba menjelaskan tanpa harus menyinggung perasaan Raka.
Raka masih kecil. Wajar dia membutuhkan sosok Ayah.
Raka lalu turun dari gendonganku dan berlari ke arah kamar. Setelah itu, dia kembali kepadaku sambil membawa sebuah bingkai foto.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.