The sun rises like a hope that I wait after dusk goes into night
_____
Fajar
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Disca
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Beberapa anak good looking tengan dikumpulkan di salah satu ruangan, sedikit bersyukur atas penggiringan serentak tanpa aba-aba ini, membuat mereka menjamah ruangan bersuhu segar setelah beberapa puluh menit disengat cahaya surya.
Sekolah ini harus tetap menarik untuk menggaet talenta-talenta akademik yang akan diraup dengan cara yang sangat modern. Fajar ditetapkan sebagai wajah sekolah, foto-fotonya di sosial media sudah cukup menunjukkan pemasaran wajahnya sangat bagus. Ini bagian yang sangat tidak penting sebenarnya, hanya memberikan warna dan andil bagi siswa yang punya kelebihan rupawan.
"Ratunya Disca?" tanya Disca antusias, ia bukannya terlalu kepedean hanya merasa begitu cantik, sangat cantik, dan terlalu cantik bagi teman-teman yang sudah dipilih di ruangan ini.
"Nggak bisa!" sanggah seseorang. Disca memandang wajah orang yang sangat lancang mengatakan itu, sosok pendek dengan wajah yang lebih baik dari terakhir kalinya ia menindas gadis tersebut.
"Kenapa?" tanya guru yang merasa keheranan.
"Disca pembully, semua orang tahu itu. Tidak ada yang mau bersekolah untuk dibully," jawab Alin dengan degub jantung yang tak beraturan. Ia harus berani, ia punya Fajar di belakangnya.
Alin percaya, sekarang ia tak kalah cantik dengan Disca. Dan yang lebih penting, Fajar akan berada di belakangnya. Ia tidak tahu sejak kapan Fajar mulai berpengaruh terhadap dirinya, ia mulai berani memutar ketidakadilan yang selama ini menginjak tubuhnya.
"Tapi saya, 'kan sudah taubat!" sangkal Disca. Ia juga tak tahu bagaimana, ia bisa menepati janjinya pada Fajar untuk tidak menindas lagi. Sepertinya Fajar menjadi orang yang terlalu berpengaruh bagi beberapa orang.
