29. Jahat

421 46 20
                                    

Kalau kamu bangun di atas jam lima pagi, kamu gak akan pernah ketemu Fajar.


Disca saat ini rutin bangun jam lima hanya karena ingin melihat matahari terbit. Cakrawala yang bersenggama dengan cahaya kemuning di penghujung timur, kabut-kabut yang berlahan menyingkir dan jatuh di atas dedaunan seakan gerbang yang terbuka untuk memamerkan keindahan. Setelah bola raksasa di ujung timur itu berhasil merangkak naik Disca menutup jendela kamarnya, menyudahi aksi demo rindu tanpa obat yang aneh. Memang secepat itu fajar di bumi menyambut, ketika waktu memakan periode singgah fajar.

Disca bergelung kembali dengan selimut merah mudahya, bangun pagi-pagi dan tidur kembali setelah fajar pergi. Tercatat kalimat sederhana bodoh yang terkutip dalam relung, kalau bisa memutar waktu kembali Disca akan memilih jalan yang sama. Meski harus dibuang lagi atau melewati ranjau hidup yang perih lagi, tapi di sanalah ia menemukan kebahagiaan yang sederhana.

Sesederhana dianggap obat ketika dunia telah mengakreditasi Disca sebagai racun. Bibir Disca tersenyum simpul dalam pejam, membayangkan senyum Fajar saja sudah membuatnya bahagia. Bagaimana bisa mengikuti saran Vanya dan Nara tentang lupa?

Tok tok tok!

Suara ketukan dari pintu, dengan malas Disca membukanya. Ini hari libur bagaimana bisa ibunya akan mengingatkan soal kuliah. Seingat Disca, Siska tak pernah lebih tinggi dari dirinya dan Herman tak pernah lebih kecil dari tubuh yang berdiri di hadapannya.

Disca mendongak mencari tahu siapa pemilik tubuh yang berada di hadapannya. Disca berteriak terkejut campur girang karena yang ada di hadapannya adalah Fajar. Seseorang yang dengan pandainya menghilang, beberapa waktu lalu Fajar memang mengambil keputusan untuk meneruskan pendidikan di Malang.

Fajar juga tak sering memegang ponsel. Alasan anak beasiswa yang akan berdiri ratusan kali lebih tinggi dalama akademik dibanding mahasiswa lain. Disca memeluk tubuh Fajar, wanginya enak. Satu lagi penyokong alasan Disca tak akan pernah melepaskan pelukan ini lagi.

"Fajaaaar, Disca kangen."

"Aku juga, lepas dong pelukannya biar aku bisa lihat wajahnya." Disca lantas melepaskan pelukan tersebut, beberapa detik saling tatap membuat Disca sadar bahwa ia belum mandi dan alhasil dengan terburu Disca memeluk tubuh Fajar yang semakin besar namun tetap kurus.

Fajar tertawa gemas dengan tingkah gadis mungil di dekapannya.

"Kamu sama dokter Ryn gak ada apa-apa, 'kan?" Mau bagaimana lagi kalau pacar yang sangat sukar di dapatkan plus suka ilang-ilangan dan tampan itu dirawat oleh dokter yang cantik?

"Udah tunangan sama dia." Fajar memamerkan sebuah cincin perak yang melingkar di jari manisnya yang panjang, senyumnya merekah. Disca menepuk bahu Fajar dengan suasana hati yang buruk.

"Bisa-bisanya aku nunggu orang kayak kamu, buang-buang waktu tahu nggak? Mending aku open BO!" hardik Disca.

"Bercanda," balas Fajar.

"Nggak lucu!" tegas Disca.

"Emang nggak lucu, tapi romantis." Fajar mengambil tangan Disca yang semula bersendekap. Memasukkan benda bulat berlubang yang semula dikantongi, cincin yang sama. Disca terpekik kagum manusia titisan batu ginjal ini rupanya juga sangat romantis.

___

Setelah menghabiskan waktu seharian dari pagi sampai petang mereka berakhir di sebuah restoran yang hampir tutup. Seluruh dunia tahu kalau mereka telah melakukan banyak hal karena Disca telah mengunggahnya di sosial media.

Mereka pergi ke pantai di siang hari, menikmati es kelapa yang disedot bersama, atau sekedar menaiki perahu sampan kecil yang beroperasi di tepian. Senja berakhir dengan ceria dan pasar malam menjadi tujuan berikutnya, dan setelah banyak kegiatan melelahkan tersebut berakhirlah mereka di restoran. Lebih tepatnya di toilet restoran.
"Fajar gak mau berhenti muntah, Kak," tutur Disca panik dengan ponsel yang menempel di telinga.

"Pijit tengkuknya, dan ambil obat di tas kecilnya. Kamu nggak tahu kalau Fajar gampang capek? Kalau Fajar harus minum obat?" Nada suara Ryn sama sekali tak dianggap Disca, yang menyita fokusnya adalah Fajar. Yang penting sekarang Disca tahu apa yang harus dilakukan.

"Fajar minum." Disca memberikan obat yang sempat dilupakan. Beruntung saja Fajar adalah anak yang penurut.

Acara mual sudah selesai, sekarang tinggal terduduk lemas bersender di tembok. Mengatur napas yang tak sejalan dengan aturan sebenarnya, Disca merasa bersalah.

"Fajar jahat!!" teriak Disca. Fajar menatap wajah Disca sayu, mempertanyakan apa maksud Disca sudah sebaik ini ia datang jauh untuk menemuinya.

"Kamu biarin orang lain mengenal dirimu dari pada aku." Disca dingin.

Fajar terdiam, kalau Disca sudah menggunakan bahasa aku kamu maka dunia sedang tidak baik-baik saja.

🍓🍓🍓

Gimana kalau lanjut sampe part 50 biar bisa ikut wattys? Ueueue jan deh gue orangnya insecure an 🍳 dibaca sampe 13k aja w malu 🍓🍓

NeverriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang