9 ~ Sikap Papa

883 56 2
                                    

Waktu pun berlalu dan acara resepsi juga telah selesai. Suasana yang tertinggal hanyalah kondisi lelah mendalam, apalagi Melinda dan Prasetyo harus selalu memasang wajah senyum dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berulang.

Saat ini, wanita yang sudah berganti pakaian dengan baju tidur itu, tengah di depan meja riasnya. Melinda sedari tadi masih mencoba menghapus sisa make up yang sudah beberapa jam belum mampu hilang begitu saja.

"Pras, enggak ganti baju?" tanya Melinda yang masih saja duduk dengan nyaman di depan kaca riasnya.

Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban, yang ditanya justru hanya terdiam. Pria itu mematung dengan pernyataan Lia padanya tadi. Atensi pikiran seolah diambil alih oleh satu kalimat yang diucapkan bocah tersebut.

"Pras," tegur perempuan itu sekali lagi.

Akan tetapi, Prasetyo masih asik dengan lamunan. Seharusnya, ia tidak boleh memikirkan hal ini. Namun, pernyataan Lia berhasil menyita sebagian besar pikiran pria itu.

"Pras!" tegur Melinda untuk yang ketiga kalinya dengan nada meninggi.

Sontak saja pria itu tersadar dari lamunan. Ia lantas menoleh ke arah sang istri dengan tampang penuh tanda tanya. Namun, raut wajah yang tidak bersahabat dari Melinda semakin membuat bingung. Sedangkan, wanita yang tengah kesal itu hanya menyorot Prasetyo dengan tajam.

Melinda belum tahu bahwa menurut penelitian, pria akan mendadak menulikan pendengaran ketika tengah fokus pada satu titik, entah memikirkan sesuatu, bermain game atau mengerjakan pekerjaan. Sebab konsep otak itu lah yang membuat pertengkaran di dalam rumah tangga, hanya karena kesalahpahaman.

"Kenapa, Sayang? Mukamu kok enggak enak gitu," ucap Prasetyo dengan tampang tanpa dosanya.

"Dih, kenapa? Kamu tuh  lagi mikirin apa, sih? Orang dipanggil dari tadi bengong mulu. Mandi sana, ah, terus ganti baju," titah Melinda yang sudah mulai bersiap untuk tidur.

Rasa lelah yang dirasakan Melinda menjadi dua kali lipat dari biasanya. Kehamilan yang masih terbilang muda membuat tubuh tidak sekuat semula. Apalagi emosi yang terkadang menjadi lebih sensitif meskipun itu hanya perkara sepele. Ia pun kembali membersihkan ranjang, sebelum ditiduri. Namun, tiba-tiba lengannya diangkat oleh Prasetyo dan seketika pria itu membalikkan pula tubuh sang istri hingga mereka berhadapan.

"Kita udah sah, 'kan? Berarti boleh dong aku minta kapan pun itu?"

Ucapan itu sontak membuat Melinda melongo dengan iris mata melebar. Pipinya terasa memanas dan jantung itu berdetak dua kali lipat lebih cepat. Kedengarannya memang hak istri selain menerima nafkah lahir, tidak lupa juga harus memenuhi nafkah batin suami. Hal itu rupanya berlaku mulai hari ini setelah kata 'sah' terlontar dari para saksi tadi pagi.

"Heh, apa-apaan? Enggak, ya, aku masih capek, Pras, kamu juga mandi dulu sana! Enggak ada ya acara tidur kalau enggak mandi," oceh Melinda, berusaha menekan kegugupan.

"Kata agama kalau nolak suami itu dosa, Sayang," timpal Prasetyo yang kini tengah menyusupkan jemari ke tengkuk istrinya dengan perlahan.

Melinda membenarkan ucapan Prasetyo, tetapi dirinya benar-benar lelah dan ingin tidur karena acara akad serta resepsi seharian itu membuat tubuh turut lemas. Namun, pria itu nampaknya tidak menggubris keterdiaman Melinda. Pemangkasan jarak di antara keduanya menguntungkan karena langsung bisa mencium bibir sang istri tanpa permisi.

ROEMIT [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang