17 ~ Aku Suka Kamu

944 49 7
                                    

Acara sarapan yang sedikit kesiangan di apartemen Alesa  terlihat begitu hangat. Bahkan tampak seperti satu keluarga yang tengah bahagia jika orang tidak mengetahui bahwa Prasetyo hanya tamu di apartemen itu. Sikap pria itu, ketelatenannya menanggapi Lia membuat Alesa kagum. Entah karena memang Prasetyo suka dengan anak-anak atau bagaimana, yang jelas perlakuan pada anaknya melebihi Damar.

Apabila Damar lebih memfasilitasi Lia dengan segala materi yang ada meskipun kasih sayang juga, tetapi berbeda dengan Prasetyo yang rasanya hanya dengan perhatian tanpa materi berarti sudah membuat Lia sangat cocok dengan pria itu.

Bicara soal Damar, pria yang usianya terpaut sepuluh tahun dengan Alesa merupakan mantan suaminya. Mereka berpisah karena memang keputusan Alesa yang yang sudah terpikirkan matang-matang. Namun, ia juga tidak membatasi Damar jika ingin bertemu dengan Lia pasca bercerai.

"Mbak, Mbak enggak makan?" tegur Prasetyo yang melihat Alesa melamun.

"Hah? Eh, iya-iya. Itu lagi liat Lia bisa makan habis gitu, biasanya jarang."

"Oh ya? Masa sih, Mbak? Minta di suapin kali, Mbak, biasanya gitu kalo enggak mau makan banyak," jelas Prasetyo.

Alesa mengedikkan bahu, merasa memang ada benarnya seperti yang dikatakan Prasetyo. Ia jarang memerhatikan Lia karena terlalu sibuk bekerja. Sejak tiga tahun berpisah dengan Damar, ia menjadi gila kerja hingga mampu menjabat sebagai manager.

Selama ini, Lia selalu di asuh saudara maupun seseorang yang dibayar ketika ia bekerja. Kadang kala, dirinya merasa sedih kala pagi harus meninggalkan sang puteri saat tertidur dan pulang juga tidak bisa bercengkerama dengan benar.

Ada perasaan bersalah dalam sanubarinya karena tidak memiliki waktu penuh untuk sang anak. Namun, ia tidak memiliki pilihan. Semua kerja kerasnya semata-mata untuk masa depan Lia.

Alesa pun menyudahi makannya, ia segera bangkit guna meletakkan piring-piring kotor itu ke wastafel dapur.

"Loh, Pras, udah kamu enggak usah ngapa-ngapain, biar aku aja yang beresin," ujar Alesa ketika mendapati Prasetyo ikut andil membereskan bekas makan milik Lia.

"Ya, saya tau diri lah, Mbak, masa numpang makan doang," oceh Prasetyo.

Alesa hanya tertawa dengan ocehan pria itu dan membiarkan saja Prasetyo membantunya.

"Gimana kabar Melinda, Pras? Baik? Berapa bulan sekarang kandungannya?" tanya Alesa basa-basi sembari tengah mencuci piring-piringnya.

"Alhamdulillah baik, kok, Mbak, sekarang kayaknya tujuh atau delapan bulan deh, iya kayaknya segitu deh, Mbak, mana ngerti saya, Mbak, yang ngitungin begituan Melinda," ujar Prasetyo.

Alesa hanya mengangguk kecil, hingga Lia meminta Prasetyo untuk menemaninya bermain lagi. Anak kecil itu seperti tidak ada bosannya jika bersama pria yang kini sudah membaur dalam permainan imajinasi Lia.

Bahkan banyak yang tampaknya Lia tunjukkan pada pria itu. Mulai dari dirinya yang sudah bisa berhitung, menulis, atau terkadang menyanyi. Sampai segala hal baru anak kecil itu tunjukkan pada Prasetyo seolah tengah menunjukkan pada sang ayah. Beruntung, Prasetyo memang terbilang pandai masuk ke dalam situasi apa pun dan dapat mengimbangi Lia.

"Om, Lia ngantuk," ucap bocah kecil itu sambil mengucek matanya dan sesekali menguap.

Prasetyo menghela napas sambil tersenyum tipis. Lia memang terlihat sudah lelah sedari tadi sebab terus aktif bermain dan belari ke sana kemari tanpa henti. Bahkan, Prasetyo sampai heran dengan tingkat keaktifan Lia yang luar biasa. Ia saja yang melihat bocah kecil itu lalu lalang sudah merasa lelah sendiri.

"Mau Om bacain dongeng?"

Lia mengangguk dengan girang. Anak kecil itu langsung menempatkan diri di sofa yang bisa di modifikasi menjadi kasur di depan televisi dan merebahkan diri di bantal empuk berbentuk karakter hewan. Sedangkan Prasetyo tengah mengulir layar ponsel untuk mencari bacaan dongeng anak.

ROEMIT [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang