30% Perlahan, Namun Pasti

19 3 0
                                    

Hampir seminggu ini Perla dan Deffan tidak bisa menghabiskan waktu bersama seperti biasanya, keduanya bertemu hanya sekedar pergi sekolah bersama, terkadang, Perla pulang di antar oleh Dila atau naik angkot lagi.


Deffan sangat sibuk dengan tugas sekolahnya, mengingat Deffan sudah berada di tingkat terakhir, Deffan harus mendapatkan nilai terbaik untuk membanggakan ayah dan ibunya.

Terkadang, saat Perla menemui Deffan di kamarnya, berakhir dengan Deffan yang sedang sibuk mengerjakan tugas, atau sudah tertidur karena kelelahan.

Perla sangat merindukan cowok itu, rindu mencium wanginya, rindu memeluknya, rindu bercanda gurau dengannya. Perla rindu semua tentang Deffan.

Seperti saat ini, Perla sedang menunggu Deffan di depan kelasnya, sepertinya ada beberapa pelajaran yang harus Deffan selesaikan hari ini juga.

Bahkan Deffan tidak melihat Perla yang sedang menunggunya di depan kelas. Sendy yang sudah selesai mengerjakan tugasnya keluar, menghampiri Perla yang menunggu di ambang pintu. "Nunggu Deffan ya?"

Perla tersenyum kemudian mengengguk. "Iya kak, tapi kayanya masih sibuk deh."

"Gue panggilin nih." Sendy hendak kembali menghampiri Deffan yang sedang menulis terburu-buru, tapi Perla menahan seragam Sendy.

"Gak perlu kak, kayanya bang Deffan lagi serius banget." Jawabnya tersenyum ramah pada Sendy.

Sendy mengangguk. "Duh, gue gak bisa anterin lo pulang Per, sorry banget, gue harus jemput cewek gua juga di sekolahnya."

Perla tersenyum menggeleng. "Gak perlu repot-repot kak, gue bisa pulang sendiri kok."

"Yaudah, ayo bareng ke depan yok, lo mau naek angkotkan?" Tanya Sendy di angguki Perla.

"Hm kalo masih ada angkot sih, gue naik angkot, ini udah mulai gelap." Jawab Perla sambil berjalan mengikuti Sendy.

"Yodah, entar kalo ada angkotnya, gue titipin lu ke amang angkotnya." Jawab Sendy.

Perla sedikit sedih, hari ini ia tidak bisa pulang bersama Deffan lagi. Langkahnya sangat berat saat menuruni tangga sampai berjalan menuju gerbang sekolahnya.

Sendy mengantarkan Perla sampai ke depan gerbang. "Tunggu situ, gue mau ngeluarin motor." Ucap Sendy, setelah itu berjalan menuju parkiran untuk mengambil motornya.

Perla duduk di kursi kayu, di bawah pohon besar. Sambil memainkan kukunya, Perla menoleh melihat Sendy yang keluar dengan motor besarnya.

Sendy membuka kaca helmnya, "Per, kayanya gak bakal ada angkot lewat deh."

"Hm, gimana ya kak, gak papa deh, gue mau pesen grab aja, sekalian nunggu bang Deff mungkin bentar lagi keluar." Jawab Perla menutupi ketakutannya sendiri, hari mulai gelap menunggu di bawah pohon besar ini cukup menyeramkan baginya.

"Duh, kalo lo kenapa-kenapa gue pasti di marahin sama Deff."

Sedetik setelah itu, Arkan datang dengan motornya, berhenti tepat di depan Perla. Arkan membuka helmnya. "Per? Belom balik?" Tanya Arkan, turun dari motornya.

Sendy mengerutkan dahinya. "Sorry bro, lo siapa?" Tanya Sendy terlihat khawatir pada Perla di tegur oleh orang yang tidak di kenalnya.

"Gue temennya." Jawab Arkan dengan cepat.

Sendy menoleh pada Perla, seolah bertanya kebenerannya. "Iya kak, ini temen gue, abangnya Mia." Jawab Perla tersenyum pada Sendy.

Notsuitable [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang